Pertumbuhan Utang Melambat akibat Belum Pulihnya Aktivitas Ekonomi
Total utang luar negeri pada Juli 2020 terdiri dari utang luar negeri pemerintah sebesar 201,8 miliar dollar AS (Rp 2.998 triliun) serta utang luar negeri sektor swasta termasuk BUMN sebesar 207,9 miliar dollar AS.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pinjaman pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19 mengerek pertumbuhan utang luar negeri. Meski begitu, terjadi perlambatan pada pertumbuhan utang luar negeri sektor swasta akibat belum pulihnya kondisi perekonomian sehingga secara umum pertumbuhan utang luar negeri turut melambat.
Bank Indonesia (BI) mencatat, utang luar negeri pada akhir Juli 2020 sebesar 409,7 miliar dollar AS (Rp 6.086 triliun), tumbuh 4,1 pesen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tahunan ini melambat dibandingkan pertumbuhan utang luar negeri pada Juni 2020 dibanding Juni 2019 yang sebesar 5,1 persen.
Total utang luar negeri pada Juli 2020 terdiri dari utang luar negeri pemerintah dan bank sentral sebesar 201,8 miliar dollar AS (Rp 2.998 triliun) serta utang luar negeri sektor swasta termasuk BUMN sebesar 207,9 miliar dollar AS (Rp 3.088 triliun).
Perlambatan pertumbuhan utang luar negeri didominasi oleh perlambatan utang luar negeri swasta. Pertumbuhan tahunan utang luar negeri swasta pada Juli 2020 tercarat 6,1 persen, melambat dibanding bulan sebelumnya yang tumbuh 8,3 persen.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai, perlambatan utang luar negeri swasta tak lepas dari kondisi perekonomian yang belum pulih. Perlambatan itu mengindikasikan sektor swasta masih menahan laju ekspansi usaha yang selama ini dibiayai oleh utang.
”Meskipun pemerintah sudah melakukan pelonggaran PSBB (pembatasan sosial berskala besar) sejak Juni lalu, kegiatan ekonomi belum kembali seperti yang diharapkan,” katanya.
Utang swasta yang tumbuh melambat tak lepas dari kondisi perekonomian yang belum pulih. Perlambatan pertumbuhan utang mengindikasikan bahwa sektor swasta masih menahan laju ekspansi usaha yang selama ini dibiayai oleh utang.
Berdasarkan data BI, utang luar negeri perusahaan non-keuangan tumbuh 8,7 persen, melambat dari pertumbuhan bulan sebelumnya 11,5 persen. Sementara itu, utang luar negeri lembaga keuangan terkontraksi negatif 2,2 persen, lebih lambat dari kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar negatif 1,9 persen.
Sejumlah sektor industri dengan pangsa utang luar negeri terbesar, yakni mencapai 77,2 persen dari total utang luar negeri swasta, adalah sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan.
”Dengan berlanjutnya pandemi Covid-19, diperkirakan perlambatan utang luar negeri swasta masih akan tetap berlangsung pada tahun ini,” ujar Yusuf.
Sementara itu, utang luar negeri pemerintah pada akhir Juli tumbuh 2,3 persen, naik dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 2,1 persen. Kenaikan utang ini didorong penerbitan Samurai Bonds senilai 100 miliar yen Jepang (Rp 14,08 triliun) untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, termasuk penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengatakan, gencarnya pemerintah dalam menerbitkan utang untuk mengantisipasi kebutuhan belanja, terutama di tengah sulitnya penerimaan pajak, sebagai hal yang wajar. Kebijakan pemerintah menarik utang lebih besar di awal tahun dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian di pasar keuangan.
Namun, David menilai penganggaran pemerintah saat ini termasuk dalam kategori over financing alias kelebihan pembiayaan, akibat lambatnya aktivitas belanja negara. Pemerintah dinilai perlu lebih baik dalam mengelola belanja negara, salah satunya dengan memanfaatkan sistem teknologi dalam penganggaran.
”Penyerapan belanja negara yang lambat bukanlah persoalan baru. Saya perkirakan pemerintah akan kembali memaksimalkan belanja negara di akhir tahun,” ujarnya.
Penganggaran pemerintah saat ini termasuk dalam kategori over financing alias kelebihan pembiayaan akibat lambatnya aktivitas belanja negara.
Peningkatan rasio
Walau pertumbuhan utang luar negeri melambat, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Juli 2020 naik menjadi 38,2 persen, dari posisi Juni 2020 sebesar 37,4 persen. Rasio utang masih aman di bawah batas yang ditetapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2020 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen.
Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengemukakan, struktur utang luar negeri Indonesia pada Juli 2020 masih terjaga dengan sehat karena struktur utang luar negeri Indonesia tetap didominasi oleh utang berjangka panjang dengan pangsa 89,1 persen dari total utang luar negeri.
”Struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” katanya melalui keterangan resmi.
Yusuf menilai, kenaikan rasio utang swasta perlu diwaspadai karena 83 persen utang luar negeri swasta dilakukan dalam denominasi dollar AS sehingga risiko volatilitas nilai tukar akan memengaruhi risiko utang swasta. Ia memperkirakan rasio utang terhadap PDB ke depan akan terus meningkat, bahkan utang pemerintah terhadap PDB diproyeksi dapat tembus 39 persen.