Pandemi Covid-19, Penerbangan di Bandara El Tari Kupang Turun Drastis
Pandemi Covid-19 berdampak buruk bagi penerbangan dan penumpang berangkat dan datang di Bandara El Tari. Namun, sejak Agustus 2020, aktivitas di bandara di Provinsi Nusa Tenggara Timur itu mulai menggeliat.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 berdampak buruk bagi volume penerbangan dari dan ke Bandara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Memasuki Agustus 2020, setelah dua bulan diberlakukan normal baru, aktivitas di bandara itu mulai meningkat.
Rahmat, Pejabat Humas PT Angkasa Pura Bandara El Tari Kupang, mengatakan, selama pandemi Covid-19, jumlah penerbangan keberangkatan dan kedatangan pesawat serta jumlah penumpang melalui Bandara El Tari, turun signifikan.
Sebelum pandemi Covid-19 pada Januari 2020, jumlah pesawat berangkat dan datang 2.244 unit. Adapun jumlah penumpang berangkat dan datang 148.078 orang, berikut 703.594 bagasi.
”Kondisi pada Mei 2020, saat pandemi berlangsung, sangat memprihatinkan. Jumlah pesawat berangkat dan datang di Bandara El Tari hanya 96 unit. Sementara penumpang berangkat dan tiba 718 orang, dengan bagasi penumpang 4.622 buah,” kata Rahmat di Kupang, Selasa (15/9/2020).
Setelah diberlakukan normal baru di NTT, 15 Juni 2020, penerbangan mengalami kemajuan. Agustus 2020, pesawat berangkat dan datang meningkat dari 96 unit pada Mei menjadi 1.551 unit, jumlah penumpang berangkat dan datang sebanyak 95.149 orang, dan jumlah bagasi mencapai 600.356 buah.
Pejabat daerah harus memberi contoh tepat menjalani protokol kesehatan. Sejak masa normal baru, yang tampak justru pejabat tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, dan tidak menghindari kerumunan dalam berbagai kegiatan dinas, baik di Kota Kupang maupun dalam kunjungan kerja ke daerah-daerah. (Hyron Fernandez)
Jumlah ini bakal menurun atau stagnan, jika DKI Jakarta memberlakukan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Selama ini, rute Kupang-Jakarta termasuk rute yang diminati konsumen, baik dari Kupang maupun dari Jakarta.
Sementara itu, PT Trans Nusa yang beroperasi di wilayah NTT, terhitung Selasa (8/9/2020) sampai dengan Rabu (30/9/2020) menghentikan sementara pengoperasian di wilayah itu, dengan alasan membantu pemerintah mencegah mata rantai penyebaran Covid-19.
Supervisor Sales & Service PT Garuda Indonesia Airlines (Persero) Unit Labuan Bajo Ahmad Ihsan Wartadiredja kepada pers mengatakan, Garuda Indonesia membuka penerbangan domestik mulai Kamis (17/9/2020), dengan rute Labuan Bajo-Kupang (PP).
Pesawat jenis Bombadier CRJ100 Next Gen dengan kapasitas 96 tempat duduk, terdiri dari 12 penumpang kelas bisinis, dan 84 kelas ekonomi. Tetapi karena masa pandemi Covid-19, maka jumlah penumpang kelas bisnis disesuaikan menjadi enam orang, dan kelas ekonomi 39 orang.
Pengoperasian Garuda Indonesia rute Labuan Bajo-Kupang untuk mendukung destinasi pariwista superpremium Labuan Bajo. Makin banyak maskapai penerbangan mengambil rute dari dan ke Labuan Bajo, pariwisata itu makin banyak dikunjungi wisatawan.
”Dalam satu pekan, dua kali penerbangan, yakni Kamis dan Minggu. Setiap hari Kamis dan Minggu, Garuda berangkat pukul 12.45 Wita, tiba di Kupang pukul 13.45 Wita, berangkat dari Kupang pukul 14.25 Wita, tiba di Labuan Bajo pukul 15.25 Wita. Penerbangan ini tetap mengikuti protokol kesehatan,” katanya.
Kasus melonjak
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Wilayah NTT Hyron Fernandez mengatakan, ada tambahan kasus Covid-19 sebanyak 39 per 14 September 2020, sehingga total kasus di provinsi ini menjadi 276. Tambahan 39 kasus itu meliputi 38 dari Ende, kluster Denpasar, dan satu kasus dari Flores Timur, pelaku perjalanan Makassar.
Kasus terus bertambah dan diprediksi akan mengalami kenaikan selama pelaku perjalanan masih terjadi, dan masyarakat NTT sendiri tidak menaati protokol kesehatan. Lagi pula, penyebaran virus korona di lima kabupaten/kota di NTT sudah melalui transmisi lokal.
”Pejabat daerah harus memberi contoh yang tepat menjalani protokol kesehatan. Sejak masa normal baru, para pejabat tidak memakai masker, tidak menjaga jarak, dan tidak menghindari kerumunan dalam berbagai kegiatan dinas, baik di kota Kupang maupun dalam kunjungan kerja ke daerah-daerah,” kata Hyron.
Sementara mereka selalu mengumumkan kepada masyarakat melalui media massa untuk menjalankan protokol kesehatan. Sejumlah masyarakat yang tidak mengenakan masker di jalan-jalan diberi sanksi, seperti push-up, mengucapkan Pancasila, dan menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”.
Ia mengatakan, dalam semua kunjungan kerja, seperti tampak dalam berbagai foto, pejabat tidak mengenakan masker, diapit masyarakat, kepala desa, bupati, dan camat yang mengenakan masker, meski sebagian hanya gantung di dagu.
Penanganan masa kedaruratan pandemi Covid-19 berbeda dengan penanganan kedaruratan bencana alam seperti longsor atau gempa bumi. Jika kedaruratan bencana alam itu ada batas waktunya, pandemi Covid-19 tidak ada batas waktu, sebelum vaksin Covid-19 ditemukan.
Menurut Hyron, saat ini sedang berlangsung bencana non-alam yang sifatnya masif, menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dengan dampak sangat membahayakan nyawa masyarakat. Untuk itu, pemerintah daerah tidak boleh anggap remeh dalam hal Covid-19 ini dan mengajak masyarakat agar terlibat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran virus korona, dengan cara mematuhi protokol kesehatan.
Kurang patuh
Keterlibatan Polri dan TNI di NTT dalam mencengah penularan Covid-19 dengan mempromosikan wajib mengenakan masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan, perlu diapresiasi. Tetapi lebih penting, bagaimana menciptakan kesadaran permanen pada setiap induvidu masyarakat agar menjadikan protap kesehatan sebagai pola hidup.
Jubir Satgas Covid-19 NTT Marius Jelamu mengatakan, para pejabat Pemprov NTT juga menjalankan protokol kesehatan. Tetapi ada saat tertentu, pejabat bersangkutan harus melepaskan masker, seperti saat bicara, makan, dan minum.
”Mengenai 10 pejabat Pemprov NTT yang menjalani rapid test, hasilnya non-reaktif. Mereka akan menjalani tes usap jika memperlihatkan gejala Covid-19,” kata Jelamu.
Direktur Yayasan Tukelakang NTT Marianus Minggo mengatakan, mestinya para pejabat itu langsung menjalani tes PCR. Jika para pejabat ini positif tetapi tidak terdeteksi dalam tes cepat (rapid test), mereka telah menyebarkan virus kepada masyarakat dan para tamu berlapis-lapis, terhitung sejak Jumat (28/8/2020) sampai hari ini.
Saat ini mereka sedang berjuang mencengah Covid-19 dengan mengonsumsi ramuan dan obat-obatan, itu pun sudah terlambat. Jika mereka itu positif, mereka telah menyebarkan virus kepada orang lain.
Semestinya, begitu Menteri Kelautan dan Perikanan RI dinyatakan positif setelah pulang dari Kupang, mereka pun langsung menjalani tes PCR, bukan tes cepat. Mereka itu pejabat publik dengan tingkat mobilitas tinggi di masyarakat. Juga kecepatan tes PCR memberi contoh tepat kepada masyarakat.