Menepis Kekhawatiran Covid-19 dari ”Buitenzorg”
Peran kepala negara dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat penting. Dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo menjelaskan langkah-langkah yang sudah, sedang, dan akan dilakukannya.
Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (10/9/2020) siang itu sungguh tenang. ”Buitenzorg”, begitu istana itu disebut pada zaman kolonial, yang berarti penuh kedamaian, nyaris tak ada kekhawatiran. Namun, kedamaian dan ketenangan Buitenzorg tak bisa memupus kekhawatiran yang berkecamuk.
Pekan lalu, ketika Presiden Joko Widodo mengundang sejumlah pemimpin redaksi untuk berbincang-bincang, segudang kekhawatiran terkait penanganan pandemi Covid-19 di negeri seolah terus dilontarkan. Saat ini, tak hanya pemimpin media, siapa pun yang ditanya tentang apa yang paling mengkhawatirkan, jawabannya tentu sama, yaitu Covid-19.
Survei harian Kompas, September, menunjukkan itu. Ketika responden ditanya seberapa khawatir Anda dengan Covid-19, sebanyak 47,2 persen menjawab sangat khawatir dan 42 persen menjawab khawatir. Hanya 5,3 persen saja yang menjawab tidak khawatir dan 3,8 persen menjawab sangat tidak khawatir.
Sebanyak 89,2 persen sangat khawatir dan khawatir.
Kepala-kepala negara di dunia menjadi tumpuan harapan mengatasi persoalan. Tuntutan ini tentu sangat tidak mudah, terutama bagi pemimpin negara berpenduduk besar. Indonesia yang berpenduduk 274 juta jiwa, empat besar di dunia, menjadi tantangan tersendiri bagi Presiden Jokowi. Anggaran negara yang minim, birokrasi yang lemah, sistem kesehatan yang belum terintegrasi, dan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia, tentu menambah kompleksitasnya.
Kesehatan utama
Terkait strategi penanganan Covid-19 ke depan, Presiden Jokowi pertama-tama memastikan bahwa penanganan kesehatan akan diutamakan dan ekonomi mengikuti. Setiap kebijakan yang diambil juga akan tetap memperhatikan secara komprehensif aspek lainnya, khususnya aspek sosial ekonomi dan sosial politik. Kebijakan pun akan diambil secara hati-hati karena di era pandemi ini penuh dengan ketidakpastian.
Kendati penanganan Covid-19 belum sempurna, selama enam bulan ini, penanganannya sudah semakin membaik. Kendati jumlah kasus infeksi masih terus bertambah dan lebih dari 200.000, tingkat kesembuhan semakin membaik. ”Di bulan Maret hanya 8 persen. Sekarang terus membaik di angka 71,4 persen. Hampir menyamai rata-rata dunia 71,7 persen,” kata Presiden.
Tingkat kesembuhan naik dari 8 persen menjadi 71,4 persen.
Tren perbaikan juga terlihat dari rasio angka kematian. Apabila di awal Maret mencapai angka 9 persen, di Agustus sudah mengecil menjadi 4,1 persen. Capaian ini lebih baik dari negara-negara berpenduduk besar lainnya. Presiden juga mengatakan telah memerintahkan Menteri Kesehatan untuk terus menekan angka kematian agar lebih rendah lagi.
Mencermati data worldometers, Senin (14/9/2020), angka kematian di Indonesia per 1 juta penduduk ada di angka 32. Sementara itu, China (3), India (58), dan Amerika Serikat (599). Adapun negara berpenduduk kelima dan keenam besar dunia yaitu Pakistan (29) dan Brasil (619).
Presiden juga bercerita bahwa setiap pagi terus memantau pergerakan angka-angka Covid-19. Apabila terjadi lonjakan langsung, Presiden menghubungi gubernur terkait. ”Yang masih tinggi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali,” kata Presiden sambil menunjukkan dokumen laporan.
Mengantisipasi adanya fenomena gunung es dan ledakan kasus, Presiden Jokowi mengatakan telah memerintahkan Menkes untuk mengembalikan jumlah kamar penanganan Covid-19 yang sebelumnya sempat dikurangi proporsinya oleh pihak rumah sakit karena saat itu penggunaannya di bawah 50 persen. Dicontohkan, kamar di wisma atlet yang digunakan hanya 1.635, padahal kapasitasnya 5.000. Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan flat khusus untuk orang tanpa gejala. ”Sebentar lagi akan selesai,” tegasnya.
Terkait dokter yang saat ini kelelahan, Presiden mengatakan telah memerintahkan Menkes untuk mengatur manajemen RS menjadi lebih baik lagi. ”Tenaga medis butuh endurance, memerlukan daya tahan untuk waktu yang lama. Kita tidak ingin kehilangan banyak dokter,” katanya.
Mengenai harga PCR yang sangat mahal dan berbeda-beda, Presiden juga akan mempelajari. ”Memang di rumah sakit masih sangat mahal, di atas Rp 2 juta. Padahal, yang saya dengar bisa ada yang melakukan Rp 600.000. Saya tidak tahu kenapa ada yang bisa murah, ada yang harganya mahal,” ujarnya.
Harga PCR yang berbeda-beda akan diselidiki.
Pemeriksaan yang masih minim, diakui Presiden Jokowi, karena terkendala sumber daya manusia. ”Di daerah, kita kirim PCR tetapi SDM-nya belum siap. Problemnya beratnya di situ, Dibuat pelatihan cepat juga belum mengejar. Meski demikian, banyak kabupaten/kota sudah mulai mampu melakukannya sendiri,” katanya.
Vaksin yang menjanjikan
Informasi melegakan ketika Presiden Jokowi menjelaskan soal kemajuan pengadaan vaksin. Presiden memastikan di akhir tahun ini, Indonesia sudah mendapatkan 20-30 juta vaksin dari China (Sinovac) serta Uni Emirat Arab (G-42). ”Diharapkan November, Desember mendatang sudah datang,” ujar Presiden.
Uji klinis tahap ketiga vaksin Sinovac terhadap 500 sukarelawan pun berjalan lancar. ”Minggu ini akan masuk 500 yang kedua,” ujar Presiden Jokowi lagi. Sebanyak 30 juta vaksin ini akan diprioritaskan untuk dokter, perawat, tenaga kesehatan, dan kelompok rentan terlebih dahulu.
Jangka menengah, Indonesia juga telah bekerja sama dengan Sinovac untuk mendapatkan 290 juta bahan baku vaksin yang akan diproduksi di Indonesia oleh Bio Farma. Pada bulan Januari sudah bisa diproduksi 10-20 juta vaksin. Ditegaskan Presiden, banyak negara yang belum mendapatkan komitmen-komitmen pengadaan vaksin.
Jangka panjang, pembuatan vaksin Merah Putih dikerjakan paralel kerja sama Kementerian Riset dan Teknologi dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan perguruan tinggi.
Januari 2021 sudah mulai uji klinis dan memerlukan waktu sekitar sepuluh bulan. Hingga kuartal ketiga 2021, Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri dengan target produksi mencapai 350 juta vaksin di 2022. BUMN akan bekerja sama dengan swasta untuk memproduksi 350 juta vaksin tersebut.
Sebanyak 96 juta vaksin akan digratiskan untuk masyarakat pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pendistribusiannya melalui puskesmas ataupun RS.
Sebanyak 96 juta vaksin akan digratiskan untuk pengguna BPJS.
Masyarakat menengah atas bisa mendapatkan sendiri. Besaran harganya masih dikalkulasi. Apabila harganya tinggi, pemerintah memberikan subsidi agar harganya menjadi terjangkau. Setelah negosiasi selesai, harganya akan disampaikan ke publik.
Optimistis ekonomi membaik
Terkait eknomi, Presiden Jokowi bersyukur, sejauh ini dampaknya tidak seburuk negara-negara lain. Pada kuartal pertama, kita masih tumbuh 2,7 persen. Namun, di kuartal ketiga anjok, terkontraksi menjadi minus 5,3 persen. ”Kalau awal-awal kita memutuskan lockdown, mungkin bisa minus 17 persen hingga minus 20 persen. Ini berkat masukan dari banyak ekonomi dan epidemiolog juga,” kata Presiden.
Presiden berharap di kuartal ketiga meski kemungkinan masih minus, tetapi menuju tren positif. Hal itu terlihat dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) yang sudah kembali normal. PMI dunia yaitu di angka 50,3. Indonesia pada bulan April sempat anjlok di angka 27, Mei di angka 36, Juni di angka 46, Saat ini sudah di angka 50,8. Ini sudah kembali normal seperti sebelum pandemi, yaitu di angka 51. Artinya, industri manufaktur sudah berproduksi normal.
Mencermati data Januari-Agustus, suplus perdagangan juga membaik. Indeks keyakinan konsumen dan indeks ekspektasi ekonomi pun naik terus. Harga saham juga mulai membaik, inflasi juga baik, daya tukar juga baik. Cadangan devisa juga membaik. Pada tahun 2015 cadangan devisa sebesar 105 miliar dollar AS. Saat ini, cadangan devisa 135 miliar dollar AS.
Namun, terkait tingkat pengangguran, ketimpangan, kemiskinan, kata Presiden, memiliki tantangan tersendiri. ”Kita harus bicara apa adanya. Jumlah pengangguran pasti naik. Jumlah kemiskinan juga pasti naik,” ujar Presiden.
Jumlah pengangguran dan kemiskinan pasti naik.
Presiden berkeyakinan, pemulihan segera terjadi meskipun ketidakpastian ekonomi global masih terus mengintai. Pasca-pemberlakuan kembali PSBB di DKI Jakarta, Presiden pun belum bisa memprediksi dampaknya terhadap perekonomian.
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia pada 2020 yaitu minus 0,3 persen, Bank Dunia (World Bank) 0 persen, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) minus 1 persen. Sementara itu, pada 2021, semua optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan baik. Prediksi IMF 6,1 persen, Bank Dunia 4,8 persen, dan ADB 5,3 persen.
Kuncinya adalah membangun kepercayaan kelas menengah untuk mau berbelanja. Sampai saat ini, kelas menengah belum mau mengeluarkan uang karena merasa belum aman. Kebijakan soal ini masih terus kita rumuskan. Investasi dari luar pun akan diundang untuk banyak masuk dan kemudian membuka lapapangan kerja yang seluas-luasnya. Undang-Undang Cipta Kerja disiapkan untuk hal ini.
Kedisiplinan nasional
Persoalan besar saat ini, yang sedang jadi perhatian Presiden, adalah meningkatkan kedisiplinan nasional. Survei yang diterima pemerintah menunjukkan, di salah satu provinsi di Jawa, lebih dari 70 persen belum mau menggunakan masker.
”Ini baru masker lho ya, belum jaga jarak, belum kerumunan, cuci tangan. Padahal, kita sudah meminta bantuan TNI dan Polri untuk mengawasi. Praktiknya tidak semudah yang kita harapkan,” kata Presiden.
Presiden pun berharap pada segenap media untuk membantu kampanye masker. ”Ini penting sekali. Kerja-kerja seperti ini kalau dilakukan pemerintah sendiri tidak akan sanggup,” kata Presiden terbuka.
Pemerintah tidak akan sanggup bekerja sendiri.
Pembatasan aktivitas warga juga sangat penting. Namun, belajar dari pengalaman selama ini, pembatasan sosial yang sangat efektif adalah yang berskala mikro atau komuntias. ”Bukan kota, provinsi, apalagi skala negara.” ujarnya.
Dalam sebuah provinsi, misalnya, ada kabupaten yang hijau dan ada juga yang merah, yang tidak bisa digeneralisasi. Pembatasan sosial skala mikro dan komunitas dapat melibatkan RT, TW, babinsa, dan kamtimbas sehingga pengawasannya pun dapat berjalan.
Tak terasa, lebih dari satu setengah jam pun diskusi berlalu. Perasaan khawatir muncul manakala kita merasa takut terhadap sesuatu hal yang belum diketahui secara pasti. Berbagai jawaban Presiden Jokowi di Buitenzorg paling tidak bisa mengetahui lebih jelas langkah-langkah yang sudah, sedang, dan akan dilakukan Presiden.
Rasa khawatir tentu bisa benar-benar pupus jika semua rencana itu terealisasi dengan baik. Jahe hangat yang tersaji di Buitenzorg pun akan semakin nikmat diseruput.