Antisipasi PHK, Optimalkan Bansos dan Stimulus
Pemerintah meminta pengusaha tidak merumahkan atau mem-PHK pekerja. Hal ini perlu dibarengi dengan mengoptimalkan realisasi stimulus dunia usaha dan bantuan sosial bagi pekerja.
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan kembali pembatasan sosial berskala besar di DKI Jakarta pada 14-27 September 2020 dikhawatirkan bisa memicu lagi kasus merumahkan dan pemutusan hubungan kerja pekerja. Untuk mengantisipasinya, pemerintah perlu mengoptimalkan realisasi stimulus bagi dunia usaha dan bantuan sosial bagi pekerja.
Lisa (44), petugas layanan pelanggan perusahaan keuangan swasta di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, mengaku khawatir perusahaannya kembali mengurangi penghasilan pegawai. Setelah beberapa bulan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan sejak April 2020, gajinya sudah dikurangi sampai 50 persen.
”Karena penghasilan berkurang, akhirnya waktu itu banyak karyawan yang mengundurkan diri. Ada juga karyawan di bagian lain yang dikurangi,” katanya saat ditemui di Jakarta, Senin (14/9/2020).
Randy (31) juga khawatir dengan pekerjaannya sebagai juru masak kontrak di salah satu restoran di kawasan bisnis Sudirman saat PSBB diterapkan lagi. Ia mengaku, restoran tempatnya bekerja sangat bergantung pada perkantoran dan sempat mulai pulih di masa PSBB transisi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, Aprindo belum bisa memprediksi seberapa signifikan dampak dari penerapan PSBB kedua terhadap laju pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ritel. Pelaku usaha kini sedang berjaga-jaga dan memantau pergerakan selama satu minggu ke depan untuk menakar dampaknya.
Pada hari pertama PSBB, jumlah pengunjung ke pusat perbelanjaan dan ritel menurun hingga separuh dari jumlah kunjungan biasanya. Saat PSBB dilonggarkan, kunjungan ada di kisaran 35 persen dari kondisi normal. Pada hari pertama PSBB diketatkan kembali, jumlah pengunjung menurun ke 10-15 persen dengan hanya 5 persen yang berbelanja.
”Kami masih wait and see sampai satu minggu ke depan. Kalau toko sudah tidak mampu membendung biaya operasional yang lebih besar dari pendapatan, bisa ada yang dirumahkan dan di-PHK. Makanya, kami berusaha menjaga sekali protokol kesehatan di mal dan ritel modern. Kami berharap masyarakat tetap berbelanja,” kata Roy saat dihubungi di Jakarta.
Kalau toko sudah tidak mampu membendung biaya operasional yang lebih besar dari pendapatan, bisa ada yang dirumahkan dan di-PHK.
Menurut Roy, penurunan kunjungan tidak bisa dihindari. Bukan hanya karena PSBB diketatkan kembali, sejak awal PSBB dilonggarkan pun, kunjungan sudah menurun drastis karena konsumsi masyarakat yang menurun. Kelas menengah-atas memilih menabung uangnya, sementara kelas menengah-bawah sudah tidak memiliki uang lebih untuk dibelanjakan.
Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, selama pandemi, sudah ada 3,59 juta pekerja yang terdampak Covid-19 dan kehilangan sumber pemasukan. Mereka terdiri dari pekerja formal yang di-PHK dan dirumahkan, pekerja informal yang terdampak, serta calon pekerja migran yang gagal diberangkatkan ke luar negeri.
Di sektor ritel sendiri, kata Roy, ada 5.000-6.000 pekerja di sektor ritel yang dirumahkan dan di-PHK. Persentase yang dirumahkan lebih banyak daripada yang di-PHK.
Baca juga: PSBB Jangan Dijadikan Alasan Mem-PHK Pekerja
Realisasi stimulus
Roy juga mempertanyakan janji pemerintah untuk memberikan bantuan stimulus kredit korporasi senilai Rp 100 triliun melalui 15 bank Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan bank umum lainnya. Sejauh ini, penyaluran kredit korporasi masih minim dan belum menyentuh banyak sektor, termasuk perdagangan ritel.
Bantuan stimulus diperlukan untuk menyehatkan kondisi arus kas perusahaan dan menghindari munculnya kasus-kasus ketenagakerjaan, seperti PHK, karyawan dirumahkan, dan pemotongan upah.
Sejauh ini, bantuan yang menyentuh pelaku usaha adalah relaksasi pajak, penangguhan pajak penghasilan, relaksasi iuran BPJS Kesehatan dan BP Jamsostek, serta bantuan tunai seperti subsidi gaji untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta. ”Dampak dari stimulus itu belum signifikan. Di sektor ritel, hanya bisa memberi dampak kira-kira 10 persen terhadap ruang arus kas,” katanya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anton J Supit mengatakan, pelaku usaha di berbagai sektor yang terdampak pandemi menghadapi dilema dan kegamangan karena penanganan Covid-19 yang tidak menunjukkan titik terang meski sudah berlangsung lebih dari enam bulan.
Beberapa perusahaan sudah coba membayar biaya operasional dengan menggunakan laba tahun lalu atau lewat memotong gaji direksi dan petinggi perusahaan lain. Namun, tidak semua mampu. Ada pula perusahaan yang hanya mampu melakukannya untuk waktu terbatas, tetapi tidak terus-menerus selama pandemi.
”Kalau kami hanya perlu mengencangkan ikat pinggang sekitar sekian bulan, kami masih mampu. Namun, melihat ini bukan lari sprint, melainkan lari maraton, berbagai cara pun dipakai untuk bertahan, termasuk lantas ada yang mem-PHK dan merumahkan karyawan,” katanya.
Sebelumnya, kalangan pekerja meminta agar penerapan kembali PSBB di DKI Jakarta tidak dijadikan alasan untuk memecat dan merumahkan karyawan tanpa upah. Ketegasan pemerintah dan pemberian stimulus bagi dunia usaha dan bantuan sosial untuk pekerja diharapkan bisa mengerem angka kasus ketenagakerjaan selama pandemi (Kompas, 14/9/2020).
Baca juga: PSBB Lagi, Tingkat Kunjungan Mal dan Hunian Hotel Diprediksi Menurun
Menanggapi penerapan kembali PSBB di Ibu Kota, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta agar pelaku usaha tetap mengedepankan dialog dan kesepakatan dalam relasi industrial dengan karyawan. PHK harus diupayakan menjadi opsi paling terakhir.
Ada sejumlah langkah alternatif yang bisa dilakukan untuk meringankan biaya operasional, seperti mengurangi sif kerja, merumahkan pekerja secara bergilir, mengurangi upah, atau memberi pensiun bagi yang telah memenuhi syarat. Semua harus dilakukan dengan syarat ada dialog dan kesepakatan dengan pekerja.
”Jika terpaksa harus mengurangi produksi, berkali-kali sudah kami ingatkan, tetap lakukan dialog sosial antara perusahaan dan pekerja atau perwakilan serikat,” katanya.
Ida menegaskan, berhubung PSBB di DKI Jakarta belum pernah dicabut, beberapa surat edaran pemerintah masih berlaku untuk dituruti pelaku usaha. Salah satunya, SE Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.
”PSBB masih berjalan sebagaimana sebelumnya dan belum pernah dicabut. Surat edaran masih berlaku sampai sekarang, belum ada perubahan,” katanya.
PSBB masih berjalan sebagaimana sebelumnya dan belum pernah dicabut. Surat edaran masih berlaku sampai sekarang, belum ada perubahan.
Baca juga: PSBB Sudah Tepat, Antisipasi Dampak Sosial-Ekonomi
Bantuan sosial
Peneliti ketimpangan sosial yang pernah menjabat Ekonom Kepala Bank Dunia di Indonesia, Vivi Alatas, menuturkan, pembatasan sosial dan penerapan protokol kesehatan yang ketat adalah keniscayaan. Indonesia tidak bisa memulihkan kondisi ekonomi tanpa mengatasi akar masalah, yakni kesehatan.
Di sisi lain, pemerintah perlu mengakomodasi dampak penerapan PSBB terhadap peningkatan kemiskinan dan pengangguran dengan mengoptimalkan program bantuan sosial. ”Mereka yang perlu mendapat perlindungan bukan sekadar penduduk miskin, melainkan juga penduduk rentan miskin yang berasal dari kelompok kelas menengah bawah,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam siaran pers, Senin, mengatakan, penyerapan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sudah terealiasi Rp 237 triliun atau 34,1 persen dari pagu. Progres penyerapan anggaran tumbuh 30,9 persen secara bulanan.
Komite Penanganan Covid-19 dan PEN juga akan mengkaji beberapa program bantuan sosial baru, salah satunya bantuan untuk tenaga honorer. ”Mereka yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan akan mendapat bantuan berupa subsidi gaji. Namun, tenaga honorer yang sudah mendapat bantuan hanya sebagian kecil,” katanya. (ERIKA KURNIA/KARINA ISNA IRAWAN)