Pandemi Covid-19 mengakibatkan setidaknya 9,78 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Jatim mengalami penurunan omzet. Pemerintah daerah setempat mengoptimalkan penyaluran bantuan, kredit, serta pendampingan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Pandemi Covid-19 mengakibatkan setidaknya 9,78 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Jawa Timur mengalami penurunan omzet. Pemerintah daerah setempat mengoptimalkan penyaluran bantuan, kredit, serta pendampingan agar pelaku UMKM dapat beradaptasi sehingga bisa bertahan di situasi pandemi.
Sektor UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian di Jatim karena berkontribusi sebesar 54 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). UMKM juga menjadi salah satu sektor yang mampu menyerap jutaan tenaga kerja. Dari sekitar 39 juta penduduk Jatim, sebanyak 18,95 juta di antaranya atau sekitar 48 persen penduduk bergerak di sektor UMKM.
Data Dinas Perdagangan Kota Surabaya menunjukkan, omzet di 12 sentra UKM atau Surabaya Square sebelum pandemi berkisar Rp 450 juta hingga Rp 500 juta tiap bulan. Namun sejak April 2020, omzetnya menurun hingga 80 persen.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Surabaya, Senin (14/9/2020) mengatakan, pihaknya menyiapkan anggaran sebesar Rp 454,26 milliar untuk penguatan kelembagaan dan pemasaran UMKM. Anggaran tersebut digunakan untuk penyaluran kredit dan bantuan pemasaran produk-produk UMKM.
Menurut dia, sektor UMKM perlu segera dipulihkan karena menjadi tulang punggung perekonomian Jatim. Program pemulihan UMKM diyakini mampu mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada triwulan II Tahun 2020 mengalami kontaksi hingga 5,9 persen.
“Saya telah mengusulkan penambahan 200.000 pelaku UMKM penerima bantuan dari pemerintah pusat dari alokasi sebanyak 1,8 juta UMKM,” kata Khofifah.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menambahkan, bantuan senilai Rp 2,4 juta itu diutamakan untuk pelaku UMKM yang belum mampu mengakses modal dari perbankan. Penerima juga diprioritaskan untuk mereka yang tabungannya kurang dari Rp 2 juta. “Bantuan ini untuk agar UMKM yang sempat berhenti selama pandemi bisa memiliki modal untuk kembali bekerja,” katanya.
Agus Wahyudi dari bagian Humas Pahlawan Ekonomi Surabaya mengatakan, perdagangan dari pelaku UMKM mengalami titik terendah pada Maret hingga Mei 2020. Sebagian besar mengalami penurunan omzet hingga 50 persen.
Namun, sejak Juli 2020, sebagian UMKM mulai menunjukkan kenaikan omzet, bahkan cenderung mulai normal seperti sebelum pandemi. ”Beberapa UMKM bahkan omzetnya lebih besar ketika pandemi daripada sebelum ada Covid-19,” tuturnya.
Ayen (32), pemilik usaha cendol CenDa, mengatakan, omzetnya sempat turun hingga 70 persen karena pusat kuliner tutup dan acara-acara yang jadi tumpuan penjualannya batal digelar. Dia kemudian beralih melakukan pemasaran dari luring menjadi daring melalui beberapa platform e-dagang. Kini, omzetnya sudah berangsur normal seperti ketika sebelum pandemi.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mendorong pelaku UMKM agar memaksimalkan penjualan secara daring. Pihaknya terus memberikan pelatihan melalui program Pahlawan Ekonomi untuk mengawal pelaku UMKM bisa beradaptasi di situasi pandemi.
Upaya lain menggelar bazar secara online atau dalam jaringan setiap Sabtu. Saat bazar semua pelaku usaha sudah siap dengan segala produk yang akan dipasarkan melawai bazae dalam jaringan. Produk yang dijual tak hanya makanan, minuman tetapi juga kerajinan seprti tas, pernak pernik untuk ruangan, busana juga batik.