Pelaku pasar merespons positif keputusan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) wilayah DKI Jakarta yang tidak seketat PSBB pada periode Maret 2020.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku pasar telah mengantisipasi penerapan pembatasan sosial berskala besar ketat kedua di DKI Jakarta. Hal ini membuat perdagangan sepanjang sesi pertama Indeks Harga Saham Gabungan bertahan di zona hijau.
Pada penutupan sesi pertama perdagangan, Senin (14/9/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 2,34 persen atau 117,35 poin dibandingkan dengan posisi penutupan pada Jumat akhir pekan lalu, ke level 5.134,06. Pada pembukaan perdagangan hari ini, yang bertepatan dengan penerapan PSBB, IHSG mengawali perdagangan dengan kenaikan 1,13 persen.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Okie Setya Ardiastama, mengatakan, pelaku pasar menilai bahwa rincian peraturan dalam PSBB kali ini tidak seketat yang diekspektasikan pelaku pasar saham sebelumnya. Pasalnya, masih ada 11 sektor usaha yang diizinkan beroperasi, termasuk hotel dan pusat perbelanjaan.
”Pergerakan IHSG yang positif hari ini merupakan dampak dari antisipasi pelaku pasar terhadap mekanisme PSBB yang telah dipaparkan sebelumnya,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan PSBB ketat kedua pada 14-27 September 2020. Kebijakan itu diambil setelah mempertimbangkan angka kematian, angka keterisian tempat tidur di ruang isolasi, dan keterisian tempat tidur di unit pelayanan insentif (ICU). Sebelumnya, DKI memberlakukan PSBB transisi sebanyak lima kali setelah PSBB ketat pertama dicabut.
Menurut Okie, PSBB di Jakarta kali ini diharapkan bisa mengurangi angka positif Covid-19 per hari, tetapi tidak berdampak terlalu negatif terhadap pasar ekonomi. Pemprov DKI masih mengizinkan mal, pasar, restoran, dan perkantoran beroperasi dengan protokol kesehatan yang lebih ketat dibandingkan dengan periode PSBB transisi.
Sebelumnya, pelaku pasar panik ketika pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta terkesan tidak satu suara dalam mekanisme dan rencana penerapan kembali PSBB. Sentimen ini menyebabkan reaksi berlebihan dari pelaku pasar, termasuk investor asing, yang melepaskan saham sehingga berdampak pada anjloknya IHSG di tengah pekan kemarin.
”Kondisi yang sempat membingungkan pelaku pasar tersebut dianggap justru akan memberikan ketidakpastian terhadap arah kebijakan ke depannya. Namun, saat ini ketidakpastian itu dilihat mulai luntur,” tuturnya.
Kondisi yang sempat membingungkan pelaku pasar tersebut dianggap justru akan memberikan ketidakpastian terhadap arah kebijakan ke depannya. Namun, saat ini ketidakpastian itu dilihat mulai luntur.
Okie menambahkan, pada pekan ini, pergerakan IHSG juga akan bergantung pada sentimen data neraca perdagangan Agustus 2020 yang dirilis pada Selasa (15/9/2020) dan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang berlangsung 16-17 September 2020.
Selain itu, sentimen eksternal yang juga akan memengaruhi pergerakan IHSG pekan ini adalah pertemuan komite bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, atau FOMC Meeting pada 15-16 September 2020. Sejumlah sentimen tersebut berpotensi membuat pergerakan IHSG pekan ini semakin fluktuatif.
Sementara itu, analis Artha Sekuritas Indonesia, Dennies Christoper Jordan, menuturkan, IHSG pada perdagangan hari ini berpeluang bergerak menguat. Hal itu berdasarkan analisisnya secara teknikal dengan mempertimbangkan indeks memasuki area jenuh jual sehingga berpotensi melanjutkan kebangkitannya.
Namun, potensi penguatan tersebut diperkirakan bersifat sementara di tengah banyaknya ketidakpastian secara global dan penerapan PSBB di wilayah DKI Jakarta. ”Dampak dari pemberlakuan kembali PSBB, berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi,” ujarnya.
Di pembukaan pasar spot (tunai), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menguat 0,13 persen dibandingkan dengan penutupan pekan lalu ke level Rp 14.850 per dollar AS. Adapun berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level Rp 14.974 per dollar AS, menguat 5 poin dari posisi Jumat akhir pekan lalu di level Rp 14.979 per dollar AS.
Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra menilai, sentimen utama dari penguatan nilai tukar datang dari penerapan PSBB di DKI Jakarta. Pasalnya, penerapan pembatasan sosial yang tidak seketat PSBB sebelumnya dinilai cukup melegakan pelaku pasar.
Sentimen lain yang memengaruhi pergerakan nilai tukar, lanjut Ariston, berasal dari potensi penguatan aset berisiko, seperti indeks saham dan nilai tukar mata uang negara-negara di kawasan Asia yang berpotensi menguat dari dollar AS.
”Sentimen positif membayangi pergerakan aset berisiko yang bergerak menguat dan nilai tukar emerging market juga bergerak menguat terhadap dolar AS,” ucap Ariston