Literasi masyarakat tentang wakaf masih terbatas. Wakil Presiden Ma\'ruf Amin menyatakan, wakaf sebenarnya bisa menjadi instrumen ekonomi syariah. Meski bukan instrumen komersil, wakaf bisa mendukung kegiatan produktif.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemahaman masyarakat atas wakaf sebagai instrumen ekonomi syariah perlu terus ditingkatkan. Potensi wakaf sesungguhnya sangat besar untuk menurunkan angka kemiskinan dan kesenjangan di Indonesia.
Wakil Presiden Ma\'ruf Amin menilai, apabila aset wakaf bisa dikelola secara profesional dan produktif, serta sesuai pada prinsip-prinsip utama wakaf, manfaat yang bisa diperoleh sangat besar. Namun, diperlukan juga optimalisasi pengumpulan wakaf dalam berbagai bentuk, tidak hanya dalam bentuk aset tak bergerak seperti tanah, tetapi juga wakaf uang dan wakaf asuransi.
“Pengelolaan wakaf yang baik dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat bawah, serta mengurangi kemiskinan dan ketimpangan,” tutur Wapres Amin saat membuka rapat koordinasi nasional Badan Wakaf Indonesia serta meluncurkan Gerakan Wakaf Indonesia secara virtual dari kediaman resmi Wapres, Senin (14/9/2020).
Apabila aset wakaf bisa dikelola secara profesional dan produktif, serta sesuai pada prinsip-prinsip utama wakaf, manfaat yang bisa diperoleh sangat besar
Masalahnya, literasi tentang wakaf masih rendah. Dalam survei Kementerian Agama, BAZNAS, dan Badan Wakaf Indonesia pada tahun 2000, indeks literasi wakaf baru mencapai 50,48. Adapun pemahaman tentang zakat sudah masuk kategori sedang, yakni dengan angka indeks 66,78.
Wakaf juga belum dipahami sebagai instrumen ekonomi syariah. Peruntukan pengelolaan aset wakaf saat ini masih terfokus pada tujuan sosial seperti penyediaan fasilitas pemakaman, masjid, atau mushola.
Wakaf, lanjut Wapres Amin, meskipun bukan instrumen komersil, dapat berperan untuk mendukung kegiatan produktif. Bila dikelola secara produktif, wakaf juga bisa dimanfaatkan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan umat.
Wakaf meskipun bukan instrumen komersil, dapat berperan untuk mendukung kegiatan produktif.
Untuk menggalang dana wakaf seluas-luasnya, diperlukan verifikasi harta wakaf. Tahun 2002, MUI menetapkan fatwa tentang wakaf uang termasuk surat-surat berharga yang dilakukan oleh perorangan, kelompok orang, lembaga atau badan hukum.
“Ini hukumnya jawaz atau boleh. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan,” tambah Wapres Amin yang juga Ketua Umum MUI tahun 2015 sampai sekarang.
Selain itu, tahun 2016, MUI juga menetapkan fatwa tentang wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah. Karenanya, sumber wakaf menjadi luas. Setiap warga bisa menjadi wakif atau orang yang memberi wakaf.
Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia, Mohammad Nuh, mengatakan, untuk berwakaf tidak perlu ratusan juta. Meskipun sepuluh ribu atau dua puluh ribu rupiah, ketika kesadaran kolektif berwakaf uang tumbuh, hal ini akan menjadi kekuatan luar biasa.
Selain mobilisasi sumber wakaf, Wapres Amin mengingatkan supaya pengelolaan wakaf ditujukan untuk hal-hal yang produktif dan memanfaatkan teknologi supaya semakin transparan dan kredibel. Pengelolaan harta-harta wakaf bisa dilakukan melalui investasi berbagai sektor, seperti properti, perkebunan, manufaktur, dan rumah sakit. Adapun hasil investasi ini akan digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan peruntukan harta wakaf, seperti pemenuhan sarana dan prasarana ibadah serta aktivitas sosial.
Secara khusus, Wapres Amin mendorong Badan Wakaf Indonesia mampu mendorong pemberdayaan masyarakat serta berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kerja sama dengan dunia usaha dan pengembangan usaha menengah, kecil, dan mikro bisa dilakukan.
Untuk menumbuhkan kepercayaan publik pada pengelolaan wakaf, menurut Nuh, BWI bekerja sama dengan PT Telkom untuk mengelola blockchain. Selain itu, agenda utama BWI adalah mengelola aset wakaf di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Badan Wakaf Indonesia didorong mampu memberdayakan masyarakat serta berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Harapannya, kualitas hidup sumber daya manusia Indonesia yang memasuki masa bonus demografi mulai 2021 menjadi baik. Kesejahteraan masyarakat yang menjadi janji kemerdekaan Indonesia juga bisa terwujud.
Namun, untuk ini, kata Nuh, diperlukan gerakan wakaf yang berkelanjutan. BWI juga perlu bersinergi dengan lembaga-lembaga pengelola aset umat lainnya.
“Karena kekuatannya bukan di \'saya\' atau \'kami\', tapi di \'kita\',” tuturnya.
Menteri Agama Fachrul Razi menambahkan, saat ini Indonesia telah memiliki instrumen wakaf uang dengan skema SUKUK atau obligasi syariah yang dijamin negara (cash wakaf linked sukuk/CWLS). Produk ini terus disosialisasikan dan akan diperluas menjadi CWLS ritel.
Produk ini menunjukkan kerja sama yang sangat baik antara Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Bank Indonesia, dan Badan Wakaf Indonesia.
“Dengan sinergi lintas kementerian/lembaga dan dunia usaha, kami yakin pengumpulan wakaf uang dan masa depan perwakafan akan semakin cerah,” tuturnya.