Para pengojek daring berharap bisa mengangkut penumpang di tengah pembatasan sosial yang direncanakan bakal diterapkan lagi di Jakarta mulai Senin (14/9/2020). Tanpa hal itu, mereka akan kehilangan pendapatan lagi.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pengojek daring berharap tetap bisa mengangkut penumpang di tengah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang direncanakan akan diterapkan lagi di DKI Jakarta mulai Senin (14/9/2020). Larangan mengangkut penumpang terbukti menekan pendapatan mereka saat kebijakan serupa diterapkan beberapa bulan lalu.
”Pengojek daring harus siap dengan kondisi terburuk. Artinya, harus siap kehilangan pendapatan lagi,” kata Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia Igun Wicaksono, ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (11/9/2020).
Saat PSBB diberlakukan pertama kali beberapa bulan lalu, pengojek daring dilarang mengangkut penumpang. Menurut Igun, akibat pembatasan itu, pendapatan pengojek anjlok 70-80 persen dibandingkan saat kondisi normal.
Apabila larangan serupa diterapkan pada PSBB kedua ini, kata Igun, pendapatan para pengojek akan anjlok lagi di kisaran angka tersebut. Sebab, pengojek hanya mengandalkan pendapatan dari layanan pengantaran makanan dan kiriman barang.
”Kami minta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta agar di PSBB kedua ini tidak ada larangan ojol membawa penumpang,” kata Igun.
Selama PSBB transisi, ketika pengojek diperbolehkan membawa penumpang, ada perbaikan pendapatan meski belum signifikan. Pendapatan berkisar 50-60 persen dibandingkan saat normal sebelum pandemi Covid-19.
”Andaikan di PSBB kedua nanti kami tetap dilarang membawa penumpang, kami minta Pemprov DKI Jakarta atau pemerintah pusat memberikan kompensasi penghasilan berupa bantuan tunai atau bantuan sosial,” ujar Igun.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono mengatakan, PSBB sah dilakukan dengan pertimbangan tingkat penularan Covid-19 yang tinggi sehingga tempat tidur di rumah sakit hampir penuh terisi. Pihaknya tidak dalam posisi pro atau kontra terhadap hal tersebut.
”Apabila PSBB kembali dilakukan, yang konon akan seketat Maret lalu, potensi pergerakan akan menurun luar biasa. Kalau seperti itu, ya kami harus bersiap-siap terjadi penurunan hingga 90-100 persen,” kata Ateng.
Penurunan omzet sampai 100 persen saat itu terjadi pada moda angkutan terkait pariwisata. Belakangan, ketika ada PSBB transisi dan pelonggaran pergerakan masyarakat, ada sedikit peningkatan penumpang.
Meskipun demikian, dari sisi okupansi tetap belum kembali normal seperti saat sebelum pandemi. ”Ketika saat PSBB ketat dulu okupansi 10 persen, misalnya, naiknya kini belum terlalu luar biasa. Naiknya paling 30-40 persen. Okupansi belum normal,” kata Ateng.
Organda hingga Jumat petang belum mendapat petunjuk atau ketentuan teknis terkait PSBB Jakarta. ”Pedoman yang ada adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2020 dan Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat No 11/2020,” ujarnya.
Sementara itu, Director of Operation and Service PT Angkasa Pura II (Persero) Muhamad Wasid melalui siaran pers, Jumat, mengatakan, saat ini operasional Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma merujuk ke regulasi-regulasi yang sejalan dengan PSBB.
Regulasi yang berlaku ketika DKI Jakarta memberlakukan PSBB pertama yang kemudian berlanjut PSBB transisi, antara lain, Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2020. Selain itu, juga Permenhub No 41/2020 dan SE No 13/2020.