Operasionalisasi pusat perbelanjaan dan ritel dinilai menjadi salah satu instrumen menggerakkan konsumsi. Pemberlakuan kembali PSBB diharapkan tidak berdampak menutup pengoperasian pusat perbelanjaan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelola pusat perbelanjaan dan peritel berharap bisa tetap beroperasi di tengah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang akan diterapkan lagi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai 14 September 2020. Penutupan gerai atau toko akibat PSBB dikhawatirkan membuat pusat belanja dan ritel semakin terpuruk.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengungkapkan, pihaknya masih menunggu peraturan gubernur dan keputusan gubernur Provinsi DKI Jakarta tentang pemberlakuan kembali PSBB.
Akan tetapi, pemberlakuan kembali PSBB secara total dikhawatirkan menyebabkan kondisi perekonomian yang selama ini belum pulih akan menjadi semakin berat dan semakin banyak pelaku usaha yang tidak mampu melanjutkan usaha.
Di sisi lain, PSBB transisi yang selama ini diberlakukan masih belum dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin oleh sebagian masyarakat. ”PSBB transisi yang bertujuan memulai gerak perekonomian seharusnya dibarengi dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin,” katanya, Jumat (11/9/2020).
Menurut Alphonzus, pemberlakuan kembali PSBB di DKI Jakarta akan menyebabkan kondisi pusat perbelanjaan lebih terpuruk dari sebelumnya. Ketika awal PSBB diterapkan dan dilanjutkan dengan PSBB transisi, kondisi ekonomi masih belum pulih dan pusat perbelanjaan dalam keadaan terpuruk akibat cadangan modal tergerus. Kini, di tengah kondisi yang masih babak belur, PSBB diberlakukan kembali.
Pusat perbelanjaan telah menunjukkan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku selama PSBB sehingga menjadi salah satu fasilitas publik yang relatif aman dan sehat. Pusat perbelanjaan diharapkan dapat terus beroperasi untuk melayani kebutuhan berbelanja masyarakat dan menjaga roda perekonomian tidak kembali terhenti, yang dapat berdampak lebih buruk.
Ia menambahkan, dunia usaha sudah melakukan efisiensi secara maksimal sehingga sudah hampir tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk efisiensi. Pihaknya meminta Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan kepada pusat perbelanjaan berupa stimulus ataupun relaksasi agar dapat mempertahankan usaha di tengah PSBB. Di antaranya, Pemprov DKI Jakarta tidak mengeluarkan berbagai keputusan ataupun kebijakan yang semakin memberatkan, seperti kenaikan pajak parkir. Selain itu, penghapusan pajak bumi dan bangunan serta pajak reklame.
”Kami harapkan (pemberian stimulus) mendapat perhatian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar tujuan kesehatan dapat tercapai, sekaligus juga dunia usaha dapat terselamatkan,” ucap Alphonzus.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengemukakan, pihaknya berharap pemberlakuan PSBB tidak serupa denan PSBB sebelumnya. Pemprov DKI Jakarta diharapkan sudah mempelajari dan memetakan sektor-sektor usaha mana yang menjadi kluster baru ataupun sektor usaha yang sudah menerapkan protokol kesehatan dengan baik.
Selama tujuh bulan berlangsung pandemi covid-19, peritel dan pusat perbelanjaan telah menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan tidak menimbulkan kluster penularan baru. Jumlah pengunjung mal juga rata-rata hanya 35 persen dibandingkan masa normal sehingga tidak terjadi penumpukan pengunjung.
”Kami berharap pemberlakuan PSBB tidak digeneralisasi dan tidak disamakan seperti PSBB sebelumnya. Kalau memang sektor usaha telah menerapkan protokol kesehatan dan tidak menciptakan kluster baru, seharusnya (operasionalisasi) tetap dilonggarkan,” tuturnya.
Strategi
Roy menambahkan, beberapa strategi yang disiapkan pelaku ritel untuk mengantisipasi PSBB, antara lain, memaksimalkan layanan belanja secara multisaluran (omnichannel). Upaya ini, antara lain, ditempuh dengan memanfaatkan kanal sosial media, seperti Whatsapp, Facebook, Instagram, dan komunitas. Selain itu, mendorong penggunaan aplikasi belanja dan bekerja sama dengan transportasi daring untuk mendukung pengiriman barang ke seluruh wilayah serta layanan pesan antar.
”Antisipasi kami untuk tetap bisa beroperasi dan melayani konsumen cara daring. Mal dan ritel adalah salah satu pendorong konsumsi masyarakat. Ini tidak bisa dilakukan jika ritel terpaksa tutup,” katanya.
Ia menambahkan, jika upaya antisipasi tidak mampu membuat operasionalisasi bertahan, pihaknya juga menyiapkan opsi terburuk, yakni merumahkan tenaga kerja untuk menekan kerugian.
Selama pandemi, Aprindo memperkirakan sejumlah 5.000 tenaga kerja dari total 4 juta pekerja ritel telah mengalami PHK dan dirumahkan. Sebagian pekerja lainnya mengalami pemotongan gaji akibat kondisi kesulitan perusahaan.
Aprindo memperkirakan sejumlah 5.000 tenaga kerja dari total 4 juta pekerja ritel telah mengalami PHK dan dirumahkan.
Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia Tutum Rahanta menegaskan, pemerintah seharusnya fokus membereskan penegakan hukum terhadap pelaksanaan PSBB transisi. Selama penegakan aturan dan penerapan PSBB transisi tidak ketat, akan terus bermunculan kasus baru Covid-19.
Ia menambahkan, usaha ritel sudah mulai bertumbangan sebagai dampak pandemi Covid-19. Apabila PSBB kembali diberlakukan, jumlah ritel yang tumbang dikhawatirkan semakin banyak, yang berujung pada PHK. Dampak penutupan ritel juga akan memicu rentetan dampak terhadap gangguan suplai dan pengoperasian pabrik. Pihaknya berharap pemerintah memberikan stimulus bagi sektor ritel yang selama ini melayani kebutuhan konsumsi masyarakat.