Perbankan Digital Berkembang Cepat, Keamanan Jadi Tantangan
Digitalisasi memudahkan proses perbankan, tetapi di sisi lain ada tantangan dalam meningkatkan keamanan siber.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fasilitas perbankan digital cepat diadaptasi oleh masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Digitalisasi memudahkan proses perbankan, tetapi di sisi lain ada tantangan dalam meningkatkan keamanan siber.
Head Strategy Transformation & Digital Office Maybank Indonesia Michel Hamilton dalam Webinar Maybank Digital Banking, Jumat (11/9/2020), mengatakan, konsumen Indonesia sangat terbuka pada inovasi perbankan digital.
Mengutip riset McKinsey, dalam tiga tahun terakhir, pengguna kanal perbankan digital bulanan di Indonesia meningkat dua kali lipat dari pasar digital di Asia. Indonesia merupakan negara kedua yang paling cepat beradaptasi setelah Myanmar karena 56 persen responden nondigital mengaku ingin memanfaatkan perbankan digital dalam enam bulan ke depan.
Cepatnya adaptasi perbankan digital juga didukung penetrasi ponsel pintar dan internet yang masing-masing mencapai 63 persen dan 64 persen penduduk Indonesia.
”Digitalisasi pada produk perbankan dapat memberi solusi karena lebih cepat dan nyaman. Misalnya, kita bisa pakai aplikasi ponsel untuk membuat rekening, transfer uang ke rekening bank, melakukan transaksi pembayaran, dan transfer uang elektronik dengan teknologi NFC,” ujarnya.
Pengembangan teknologi digital oleh perbankan juga membantu selama situasi pandemi sehingga kontak langsung dan transaksi di luar jaringan atau offline dapat dihindari nasabah. Untuk menyesuaikan kebutuhan tersebut, bank seperti Maybank pun menghadirkan solusi perbankan digital.
Dalam aplikasi yang dikembangkannya sejak tahun lalu, yakni M2U Mobile Banking, Maybank meningkatkan kemudahan dan kenyamanan digital. Aplikasi itu bisa digunakan untuk mengontrol berbagai portofolio keuangan, seperti tabungan, deposito, kartu kredit, dan investasi. Pembayaran berbagai tagihan, seperti listrik, telepon, internet, dan asuransi, juga dapat dilakukan.
Di sisi lain, Michel juga menyoroti tantangan dalam pengaplikasian perbankan digital, yaitu terkait keamanan siber. Beberapa bentuk gangguan keamanan, yang sering terjadi di Indonesia, di antaranya pencurian data melalui penipuan (phishing) atau penggunaan malware (malicious software).
Pembobolan data nasabah juga banyak dilakukan dengan mengambil alih kartu SIM dengan mencuri kode otentikasi yang dikirim ke nomor nasabah. Modusnya bisa melalui pesan singkat elektronik (SMS) yang dikirimkan atau dengan menelepon nasabah.
”Bisa hanya lewat panggilan telepon dan bisa juga lewat SMS untuk bisa mendapatkan data nasabah agar bisa masuk ke aplikasi perbankan digitalnya,” kata Michel.
Regional Director Southeast Asia Check Point Software Technologies Evan Dumas memprediksi serangan malware akan meningkat pada tahun ini. Pada semester awal 2019 saja, serangan tersebut meningkat 50 persen dibandingkan pada 2018. Malware dapat mencuri data pembayaran, kredensial, dan dana dari rekening bank korban.
”Malware versi baru bahkan bisa didistribusikan secara luas oleh siapa saja yang bersedia membayar pengembang malware. Serangan phishing juga akan menjadi lebih canggih dan efektif untuk menarik pengguna ponsel untuk mengklik tautan situs berbahaya,” kata Evan.