Kinerja industri properti yang merosot sejak 2015 belum pulih, bahkan dihantam pandemi Covid-19. Pengembang memanfaatkan peluang menggarap pasar.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
Kebangkitan industri properti yang diprediksi berlangsung tahun ini tertahan akibat pandemi Covid-19. Kinerja industri properti yang melambat sejak 2015 kian tergerus tahun ini.
Namun, selama enam bulan pandemi, pasar properti berangsur-angsur mulai bergerak.
Pandemi Covid-19 telah mengubah pola belanja. Sebagian masyarakat cenderung menyimpan dana di bank ketimbang membelanjakan uang mereka untuk investasi properti. Di sisi lain, terjadi pelemahan daya beli untuk rumah segmen menengah bawah. Koreksi pasar tidak hanya terjadi di subsektor residensial, tetapi juga di subsektor properti lain, seperti perkantoran, hotel, mal, dan apartemen.
Transaksi yang tertunda turut memicu pengembang properti menahan diri. Proyek-proyek baru ditunda pembangunannya. Pengembang fokus memasarkan proyek-proyek properti yang sedang berjalan dengan berbagai cara. Daya tarik bagi konsumsen ditambah, antara lain melalui fleksibilitas pembayaran, pemberian insentif, dan penyesuaian luas unit.
Memasuki Agustus 2020, pergerakan pasar mulai terlihat. Beberapa pengembang besar mencatat peningkatan transaksi untuk rumah segmen menengah dengan harga Rp 500 juta-Rp 2 miliar per unit. Peningkatan penjualan didorong pengguna dan investor. Di samping itu, penjualan rumah segmen menengah bawah dan rumah subsidi juga relatif meningkat.
Namun, pergerakan pasar berlangsung di tengah kenaikan harga properti yang melambat. Dari survei harga properti residensial Bank Indonesia, kenaikan indeks harga properti residensial pada triwulan II-2020 sebesar 1,59 persen secara tahunan atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2020 yang sebesar 1,68 persen dan triwulan II-2019 yang 1,71 persen secara tahunan.
Perlambatan kenaikan indeks harga properti residensial terutama pada rumah tipe kecil dan menengah.
Penjualan properti residensial primer pada triwulan II-2020 terkontraksi 25,6 persen secara tahunan, tetapi lebih baik dibandingkan dengan triwulan I-2020 yang minus 43,19 persen secara tahunan. Secara triwulanan, penjualan properti residensial pada triwulan II-2020 tumbuh 10,14 persen, meningkat dibandingkan dengan triwulan I-2020 yang minus 30,52 persen.
Bagi konsumen, kenaikan harga properti yang melambat menjadi momentum untuk mencari rumah tinggal atau instrumen investasi. Apalagi, pengembang berlomba-lomba menyediakan daya tarik agar konsumen memanfaatkan situasi ini untuk membeli rumah. Konsumen juga didorong membelanjakan dana mereka menjadi properti, bukan hanya disimpan di bank.
Bagi konsumen, kenaikan harga properti yang melambat menjadi momentum untuk mencari rumah tinggal atau instrumen investasi.
Kendala yang masih muncul adalah kesulitan konsumen untuk menyurvei rumah incaran di tengah pandemi Covid-19 dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pemasaran properti secara virtual pun dibidik sebagai alternatif solusi menjembatani pengembang dan konsumen di tengah situasi yang mengharuskan penerapan protokol kesehatan dan jaga jarak fisik.
Momentum digital
Pergeseran perilaku konsumen yang semakin terbiasa dengan layanan dan transaksi digital ditangkap sejumlah pengembang dengan mengadopsi pemasaran properti secara dalam jaringan (daring). Kanal-kanal pemasaran properti jeli melihat peluang dengan memasarkan produk menggunakan teknik 3 dimensi atau 4 dimensi, video, dan fasilitas foto 360 derajat untuk memudahkan konsumen memperoleh gambaran unit rumah yang dibidik.
Setiap detail properti yang tertangkap kamera dimanfaatkan untuk menggantikan kehadiran fisik konsumen. Dengan cara digital, konsumen disuguhi banyak pilihan dan bisa membandingkan produk properti seluas-luasnya sebelum menentukan pilihan. Konsumen bahkan bisa mencari dan mempelajari produk rumah yang berlokasi di luar kota, tanpa harus bolak-balik ke lokasi.
Pola pencarian properti secara daring terlihat dari peningkatan pencarian rumah melalui laman jual-beli properti. Pameran properti secara virtual mulai diinisasi perbankan. Meskipun tren pameran virtual diprediksi berlanjut setelah pandemi Covid-19, pembelian properti tetap tidak bisa terlepas dari pola konvensional. Untuk membeli produk rumah dengan harga ratusan juta hingga miliaran rupiah, konsumen tetap memerlukan interaksi fisi serta merasakan dan melihat lingkungan properti yang akan dibeli.
Serta, yang tak kalah penting, konsumen wajib mengetahui rekam jejak pengembang dan legalitas pembangunan agar tidak sampai salah pilih. Jual-beli properti dengan pola yang lebih fleksibel dan keringanan pembayaran turut berkontribusi menggerakkan pasar properti. (BM Lukita Grahadyarini)