Kerja Sama Multipihak Garap Elektrifikasi Desa Terpencil
Oleh karena anggaran negara terbatas, dukungan multipihak dibutuhkan untuk melanjutkan program elektrifikasi di wilayah terpencil. Kerja sama Indonesia, Timor Leste, UNDP, dan Koica jadi salah satu contohnya.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia, Timor Leste, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), serta Korea International Cooperation Agency menggalang kerja sama untuk melistriki 20.000 warga perdesaan di wilayah terpencil di Indonesia dan Timor Leste. Dalam proyek senilai 18 juta dollar AS ini akan dibangun pembangkit listrik tenaga surya komunal dengan kapasitas hingga 1,2 megawatt.
Dalam peluncuran proyek bertajuk Acceleration Clean Energy Access for Rural Electrification (ACCESS), Kamis (10/9/2020), Country Director Korea International Cooperation Agency (Koica) Indonesia Jeong Hoe Jin menyatakan, program ini untuk mengurangi kesenjangan akses energi di wilayah terpencil. Koica berkomitmen memastikan program ini memiliki kemajuan yang berarti.
Proyek akan berlangsung hingga empat tahun ke depan. Selain penyediaan listrik dari energi terbarukan, proyek ini juga memastikan penyediaan air bersih di wilayah sasaran. ”Koica siap bekerja sama dalam kemitraan ACCESS untuk memastikan akses terhadap energi bersih dan mengatasi masalah kesenjangan energi,” kata Jeong Hoe Jin.
Penasihat Senior untuk Energi Berkelanjutan pada UNDP Indonesia Verania Andria menambahkan, program elektrifikasi di Indonesia dan Timor Leste menghadapi sejumlah tantangan, seperti pendanaan negara yang terbatas, kondisi geografis yang sulit dan berat, permukiman yang berpola tersebar, serta tingginya investasi untuk elektrifikasi di wilayah terpencil. Ia mengatakan bahwa program ini untuk melengkapi program sejenis yang sudah dilakukan pemerintah.
Secara keseluruhan, program ACCESS akan memberi akses listrik bagi 20.000 jiwa dan akses terhadap air bersih untuk 3.500 jiwa. Program ini juga memberi pelatihan pengoperasian PLTS bagi 80 orang lokal.
”Di Indonesia, program ini menyasar 23 desa di empat provinsi, yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah. Di desa-desa tersebut akan dibangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) komunal dengan kapasitas hingga 1,2 megawatt,” kata Verania.
Untuk di Timor Leste, lanjut Verania, program ini meliputi pembagian lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) sebanyak 1.000 unit dan pembangunan pompa air bertenaga surya sebanyak 11 unit. Secara keseluruhan, program ACCESS akan memberi akses listrik bagi 20.000 jiwa dan akses terhadap air bersih untuk 3.500 jiwa. Program ini juga memberi pelatihan pengoperasian PLTS bagi 80 orang lokal.
Sementara itu, Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Haryanto mengungkapkan, program ACCESS sejalan dengan program yang sudah dijalankan Pemerintah Indonesia. Proyek ini cukup strategis untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 23 persen dalam bauran energi Indonesia pada 2025 mendatang. Pemerintah Indonesia berkomitmen bekerja sama secara teknis dengan para pihak yang terlibat dalam program ACCESS.
”Program ini akan mengubah kehidupan banyak orang di Indonesia dan di Timor Leste yang sebelumnya sama sekali tak pernah mengakses listrik. Program ini cukup efektif untuk mengurangi kesenjangan terhadap akses energi,” kata Haryanto.
Pola permukiman yang tersebar di wilayah terpencil akan menyulitkan untuk membangun sebuah pembangkit listrik berikut jaringan listriknya.
Di Indonesia, tercatat masih ada 433 desa yang sama sekali belum teraliri listrik. Mayoritas desa-desa tersebut ada di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pemerintah menargetkan seluruh desa tersebut sudah berlistrik pada tahun ini.
Program yang diandalkan pemerintah untuk melistriki ratusan desa tersebut adalah pembagian tabung listrik, yaitu perangkat penyimpan daya listrik untuk sumber penerangan lampu bohlam. Daya dari tabung listrik diperoleh dari stasiun pengisian listrik menggunakan panel tenaga surya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan alasan tabung listrik sebagai pilihan elektrifikasi di wilayah terpencil. Menurut dia, pola permukiman yang tersebar di wilayah terpencil akan menyulitkan untuk membangun sebuah pembangkit listrik berikut jaringan listriknya. Tabung listrik dipandang sebagai solusi yang tepat untuk melistriki rumah-rumah di wilayah terpencil itu.
”Pengadaan tabung listrik akan dianggarkan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi mulai tahun depan. Sebenarnya akan dianggarkan tahun ini, tetapi disebabkan pandemi Covid-19, pendistribusian tabung listrik diundur menjadi tahun depan,” ucap Rida.
Hingga semester I-2020, rasio desa berlistrik di Indonesia mencapai 99,51 persen. Adapun rasio elektrifikasi nasional hingga triwulan I-2020 sebesar 98,93 persen. Rasio elektrifikasi adalah perbandingan jumlah penduduk yang mengakses listrik dengan jumlah populasi di suatu wilayah.