Situasi yang dihadapi pelaku UMKM dinilai kompleks di tengah pandemi Covid-19. Stimulus dan bantuan modal saja tidak cukup untuk membuat mereka bertahan.
Oleh
Karina Isna Irawan/M Paschalia Judith
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan kontribusi mencapai 61,1 persen terhadap produk domestik bruto nasional, pemulihan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah mendesak di tengah tekanan pandemi Covid-19. Namun, problem yang dihadapi pelaku usaha kompleks sehingga stimulus dan bantuan modal saja dinilai belum cukup.
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) membutuhkan pendampingan, antara lain, untuk masuk ke ekosistem digital, membuka pasar baru, dan meningkatkan daya saing produk. Di sisi lain, sejumlah stimulus dan bantuan yang digelontorkan pemerintah belum optimal menjangkau sasaran.
Peneliti senior SMERU Institute Palmira Permata Bachtiar menyatakan, pemulihan ekonomi nasional dimulai dengan memulihkan sektor usaha, terutama UMKM. Dengan kontribusi yang cukup besar, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian. Pemulihannya mesti menjadi prioritas.
Survei denyut bisnis yang dilakukan Bank Dunia terhadap 850 perusahaan di Indonesia pada Mei-Juni 2020 menunjukkan, sektor usaha mikro, kecil, dan sedang paling terdampak Covid-19. Pelaku UMKM kesulitan membayar listrik dan air, kredit, sewa, dan gaji pegawai. Sebagian pelaku UMKM bahkan bangkrut.
”Pemerintah sudah menggulirkan stimulus dan bantuan modal untuk memulihkan UMKM. Masalahnya saat ini bagaimana menjangkau UMKM,” kata Palmira dalam webinar prospek pemulihan ekonomi sektor industri kecil dan menengah, Selasa (8/9/2020).
Beragam stimulus dikucurkan pemerintah untuk membantu pemulihan UMKM. Stimulus itu mulai dari subsidi bunga, insentif pajak, restrukturisasi kredit, imbal jasa penjaminan, hingga bantuan pembiayaan melalui koperasi. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 123,46 triliun untuk program pemulihan UMKM.
Akan tetapi, kata Palmira, ada masalah komunikasi antara pemerintah dan pelaku UMKM. Mayoritas pelaku UMKM belum tahu ada bantuan dan stimulus dari pemerintah. Survei denyut bisnis oleh Bank Dunia itu mengungkapkan, sekitar 61 persen pelaku UMKM tidak tahu bahwa mereka berhak mendapatkan bantuan.
Palmira menekankan, pemulihan UMKM tidak cukup dengan stimulus dan bantuan modal. Komunikasi dan sosialisasi perlu diperbaiki untuk menjangkau UMKM. Pemerintah juga harus memberikan solusi atas masalah bahan baku dan peningkatan kapasitas UMKM secara konsisten.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, secara umum pencairan stimulus UMKM cukup baik. Namun, dalam perkembangan, ada stimulus yang dinilai kurang sehingga butuh perbaikan, seperti bantuan presiden bagi 15 juta usaha mikro.
Anggaran program pemulihan untuk UMKM per 3 September 2020 terealisasi Rp 52,09 triliun atau 36,6 persen dari pagu. Penyerapan anggaran dipercepat dengan memperluas penempatan dana restrukturisasi kredit UMKM, selain di bank Himpunan Bank Pemerintah dan bank pembangunan daerah, serta mendorong penyaluran subsidi bunga.
Ekosistem digital
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menyatakan, pemulihan UMKM tidak lepas dari pemanfaatan teknologi informasi. Oleh karena itu, pembinaan dan pelatihan UMKM diarahkan ke pemanfaatan teknologi dan digitalisasi.
Pemerintah membangun e-smart industri kecil menengah (IKM) yang dikolaborasikan dengan program Bangga Buatan Indonesia untuk pemasaran digital. Sejauh ini, ada 516 IKM yang memasarkan produknya dalam katalog digital di laman e-smart IKM. ”Di laman e-smart IKM tersaji data profil usaha, sentra, dan produk yang terintegrasi dalam platform e-dagang,” kata Gati.
Ketua Perkumpulan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif Rosalina Faried menambahkan, dukungan pendampingan yang berjenjang dan berkelanjutan sangat dibutuhkan IKM di masa pandemi. Pendampingan mesti dibarengi temu bisnis dengan korporasi besar, terutama investor asing.
Temu bisnis dengan investor asing dibutuhkan untuk transfer teknologi. Beberapa perusahaan asing tertarik bermitra dengan IKM di Indonesia, tetapi kerap terkendala prosedur birokrasi. Oleh karena itu, IKM membutuhkan dukungan pihak lain.
Keroyokan BUMN
Sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) membantu UMKM binaannya membuka akses ke pasar dan modal. PT Pertamina (Persero), misalnya, menggelar pameran virtual produk UMKM, menyediakan layanan penerjemah untuk memperlancar komunikasi dan transaksi dengan calon pembeli, serta menyiapkan agen untuk membantu UMKM memenuhi kelengkapan dokumen dan perizinan ekspor.
Tak hanya domestik, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, perusahaan membuka akses ke pasar global melalui pameran virtual itu. ”Berdasarkan survei kami, pendapatan 57 persen UMKM binaan turun. Lewat pameran ini, kami ingin memperluas jangkauan pemasaran UMKM,” ujarnya.
Pameran virtual bernama Pertamina SMEXPO 2020 itu digelar 9-11 September 2020. Konsumen yang ingin berkunjung dapat mengunjungi laman http://www.pertaminasmexpo.com. Pembelian, transaksi, dan pemilihan jasa pengiriman barang juga melalui laman itu.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Fintek Karya Nusantara, dan Telkomsel bekerja sama dalam menyalurkan kredit mikro. Menurut Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Hery Gunadi, kolaborasi ini penting untuk menguatkan langkah perusahaan dalam menerapkan sistem perbankan terbuka yang memungkinkan kerja sama dengan perusahaan teknologi, termasuk teknologi finansial.