Pemerintah Berkomitmen Naikkan Daya Saing Panas Bumi
Harga tenaga listrik panas bumi yang relatif lebih mahal dari batubara menjadi kendala pengembangan potensi panas bumi di Indonesia. Pemerintah memberikan sejumlah insentif fiskal sebagai jalan keluarnya.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berkomitmen menaikkan daya saing energi dari panas bumi di Indonesia. Persoalan harga tenaga listrik panas bumi yang lebih mahal dibandingkan energi dari sumber lain masih menjadi isu utama. Sejumlah skema fiskal dan nonfiskal disiapkan agar investor makin tertarik mengembangkan tenaga panas bumi di Indonesia.
Dalam pidato sambutannya di ajang Digital Indonesia International Geothermal Convention 2020, Rabu (9/9/2020), Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk pengembangan potensi panas bumi di Indonesia, antara lain, berupa taxallowance, taxholiday, dan pembebasan bea masuk impor.
Pemerintah juga bisa memberikan jaminan dalam skema pembiayaan pengembangan panas bumi. Strategi tersebut diharapkan dapat menghasilkan tarif tenaga panas bumi yang lebih murah.
”Kami sadar bahwa harga listrik tenaga panas bumi harus bisa bersaing dengan listrik yang dihasilkan dari batubara. Mekanisme insentif dan penetapan tarif listrik energi terbarukan panas bumi menjadi faktor krusial dalam usaha menaikkan daya saing panas bumi. Insentif yang diberikan pemerintah itu diharapkan dapat menaikkan daya saing panas bumi dan menjaga ketertarikan investor,” kata Febrio.
Harga listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia yang masih terlampau mahal dianggap sebagai salah satu kendala. Dalam skala besar pengembangan PLTP, harga tenaga listrik panas bumi di atas 10 sen dollar AS per kilowatt jam (kWh). Padahal, tenaga listrik dari pembakaran batubara (pembangkit listrik tenaga uap/PLTU) hanya sekitar 6 sen dollar AS per kWh.
Dalam skala besar pengembangan PLTP, harga tenaga listrik panas bumi di atas 10 sen dollar AS per kilowatt jam (kWh). Padahal, tenaga listrik dari pembakaran batubara hanya sekitar 6 sen dollar AS per kWh.
Febrio melanjutkan, sebagai bentuk komitmen pemerintah mendukung pengembangan sumber energi bersih, khususnya panas bumi, Kementerian Keuangan telah menandatangani kerja sama pembiayaan dengan Bank Dunia pada 28 Agustus 2020, yang disebut sebagai proyek Geothermal Resource Risk Mitigation Facility (Grem). Nilai komitmen pembiayaan tersebut mencapai 190 juta dollar AS yang terdiri dari 150 juta dollar AS dari International Bank for Reconstruction and Development dan 40 juta dollar AS dari Clean Technology Fund.
”Proyek Grem ini, apabila terjadi kegagalan di tahap eksplorasi, pengembang tidak sepenuhnya menanggung risiko tersebut,” kata Febrio.
Sementara itu, Direktur Panas Bumi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ida Nuryatin Finahari mengungkapkan sejumlah kendala yang menyebabkan pengembangan energi terbarukan di Indonesia berjalan lamban. Penyebab tersebut, antara lain, harga tenaga listrik energi terbarukan yang lebih mahal dibandingkan dari pembakaran batubara, pengembangan kapasitas terpasang energi terbarukan masih di bawah skala keekonomian, dan lokasi sumber panas bumi yang ada di wilayah konservasi.
”Karena letak sumber panas bumi di Indonesia banyak di wilayah konservasi, selain kondisi medan yang sulit dan berat, masalah lainnya adalah membutuhkan banyak perizinan untuk pengembangannya,” ujarnya.
Di masa mendatang seiring meningkatkan kebutuhan energi di Indonesia, sumber energi terbarukan akan kian diandalkan.
Namun, lanjut Ida, di masa mendatang seiring meningkatkan kebutuhan energi di Indonesia, sumber energi terbarukan akan kian diandalkan. Hal itu disebabkan potensi energi terbarukan di Indonesia sangat melimpah dengan pemanfaatan yang masih sangat minim. Apalagi, sumber energi terbarukan tidak terpengaruh oleh pergerakan dinamis harga minyak mentah dunia atau harga batubara.
Sebelumnya, Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi mengungkapkan, usaha pemerintah mendorong optimalisasi energi terbarukan harus dibarengi dengan perbaikan iklim investasi. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan pengembangan panas bumi di Indonesia belum terlalu menggembirakan. Masih ada persoalan harga listrik panas bumi antara pengembangan dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku pembeli tunggal tenaga listrik yang dihasilkan swasta.
”PLN tidak bisa dipaksa membeli tenaga listrik panas bumi sesuai dengan keekonomiannya tanpa campur tangan pemerintah. Persoalan harga tersebut menjadi kata kunci dalam proses bisnis pengembangan panas bumi di Indonesia,” ujar Prijandaru.
Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa potensi sumber energi terbarukan di Indonesia mencapai 417.800 megawatt dengan pemanfaatan sangat minim, yaitu 10.400 megawatt. Khusus untuk panas bumi, dari total potensi 24.000 megawat, baru termanfaatkan 2.200 megawatt.