Petambak garam membiarkan sebagian lahannya tak tergarap karena harga garam yang terus merosot. Produksi garam yang berkurang pada tahun ini belum bisa mengerek harga garam.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Ladang garam prisma milik Arifin Jami’an dilihat dari udara di Desa Sedayulawas, Kecamatan Brondong, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Jumat (3/7/2020). Pengolahan garam dengan metode rumah prisma tersebut memungkinkan Arifin panen sepanjang tahun. Garam hasil olahannya dijual Rp 900 per kilogram.
JAKARTA, KOMPAS — Panen raya garam pada tahun ini yang mestinya dimulai sejak akhir Juni mundur menjadi pada awal September. Selain itu, panen raya terjadi di tengah kondisi pandemi Covid-19.
Akibatnya, PT Garam mengoreksi target produksi, dari 440.000 ton menjadi 340.000-350.000 ton. Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merevisi target produksi garam dari 2,5 juta ton menjadi 1,5 juta ton.
Direktur Utama PT Garam Achmad Didi Ardianto memaparkan, PT Garam mendorong perbaikan kualitas garam, antara lain, dengan membangun pabrik pengolahan garam bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
”Dengan (pabrik pengolahan) ini, kualitas garam tidak berbeda dengan garam impor. Kami harap industri, termasuk industri pangan, bisa mengambil (bahan baku olahan) garam dari kami,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Didi menambahkan, pengolahan garam merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas garam rakyat dan harga jual garam. Saat ini, harga garam di tingkat petambak garam terus anjlok.
Kendati produksi garam nasional berkurang, tetap tidak mampu mengerek harga garam. Sebab, stok garam sisa tahun lalu masih melimpah, antara lain dari garam impor dan hasil panen garam rakyat.
Menurut data KKP, stok garam rakyat per 26 agustus 2020 sebanyak 778.136 ton. Dari jumlah itu, stok dari hasil produksi tahun ini sebanyak 105.036 ton, sedangkan 673.100 ton merupakan stok garam sisa produksi tahun lalu.
Sementara produksi PT Garam sebanyak 38.789 ton.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Petani memanen garam di lahan yang sedang ditawarkan untuk dijual di Kecamatan Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (7/8/2020). Pandemi membuat produksi garam yang seharusnya dimulai pada bulan Mei baru berlangsung pada Juli. Saat ini, beberapa ladang garam mulai panen dan garam yang dihasilkan dijual Rp 30.000 per 50 kilogram.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhamad Hasan menyampaikan, kondisi cuaca untuk musim produksi tidak sebagus pada tahun lalu. Di sisi lain, harga panen garam rakyat anjlok sehingga ongkos produksi tidak tertutup.
Harga jual panen garam saat ini berkisar Rp 250-Rp 350 per kilogram (kg) di tingkat petambak. Adapun rata-rata ongkos produksi garam Rp 450-Rp 550 per kg. Ongkos produksi semakin mahal jika lokasi tambak jauh dari jalan raya karena harus memperhitungkan biaya angkut.
”Harga yang jatuh membuat petambak berhenti produksi. Banyak lahan saat ini tidak digarap,” kata Hasan.
Kondisi itu diperparah stok garam sisa produksi tahun lalu yang masih menumpuk karena belum terserap. Beberapa industri masih menyerap, tetapi kapasitasnya sangat rendah.
Sejumlah petambak khawatir penumpukan stok garam konsumsi yang dibiarkan akan membuat harga panen garam pada tahun ini semakin anjlok.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Carka (40), petani garam, menyiapkan lahan untuk memproduksi garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (30/6/2020).
Asmuni, petambak garam di Desa Karanganyar, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengungkapkan, ia memiliki lahan tambak garam seluas 24 hektar. Dari luas itu, sekitar 6 hektar tak lagi digarap pada tahun ini. Sebab, biaya produksi garam yang semakin tinggi, termasuk upah tenaga kerja, melampaui harga jual garam yang terus anjlok.
”Baru tahun ini sebagian tambak saya berhenti produksi karena (harga garam) enggak menutup ongkos (produksi). Petambak sekarang susah. Harga ambruk, kerja enggak dapat apa-apa,” katanya.
Mesin pengolah
Direktur Jasa Kelautan KKP Miftahul Huda mengemukakan, KKP sedang membangun mesin pengolahan garam di Karawang dan Indramayu (Jawa Barat), Brebes dan Pati (Jawa Tengah), serta di Gresik, Sampang, dan Pamekasan (Jawa Timur).
Pembangunan mesin pengolahan ini untuk meningkatkan kualitas garam rakyat agar mencapai standar kebutuhan garam industri, yaitu kadar NaCl minimal 97 persen. Mesin pengolahan ditargetkan beroperasi mulai Desember 2020.
Huda menambahkan, kualitas garam yang meningkat diharapkan turut meningkatkan harga jual garam rakyat. Harga garam yang telah dicuci dan diolah diperkirakan bisa mencapai Rp 1.700 per kg. Nilai ini lebih dari tiga kali lipat daripada harga garam krosok yang Rp 400-Rp 550 per kg.
Pemerintah, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, berkomitmen mendorong penyerapan 1,5 juta ton garam rakyat. ”Kami berharap komitmen tersebut bisa dilaksanakan,” katanya.
Data KKP menunjukkan, produksi garam sebanyak 105.036 ton per 26 Agustus, terdiri dari 30.201 ton garam kualitas I (KW1), 56.316 ton garam kualitas II (KW 2), dan 18.518 ton garam kualitas III (KW 3).
Pada 2019, realisasi produksi garam nasional sebanyak 2,9 juta ton, terdiri dari 2,5 juta ton garam rakyat dan 400.000 ton garam dari PT Garam.
Tahun ini, produksi garam rakyat diproyeksikan turun menjadi 2,3 juta-2,5 juta ton, yang terdiri dari 1,8 juta ton garam rakyat dan 500.000 garam dari PT Garam.
Huda mengakui, stok garam rakyat sisa produksi pada tahun lalu masih melimpah, sedangkan harga garam di tingkat petambak anjlok. (LKT)