Prioritaskan Pemulihan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Dengan kontribusi mencapai 61,1 persen terhadap produk domestik bruto, pemulihan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah dinilai urgen. Namun, insentif dan bantuan modal saja tidak cukup, pelaku usaha butuh pendampingan.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan usaha mikro, kecil, dan menengah mesti diprioritaskan karena kontribusinya terhadap produk domestik bruto cukup besar. Dukungan pemulihan melalui pemberian insentif dan bantuan modal saja tidak cukup. Pelaku usaha butuh pendampingan untuk masuk ke ekosistem digital.
Peneliti senior SMERU Institute, Palmira Permata Bachtiar, menyatakan, pemulihan ekonomi nasional dimulai dengan memulihkan sektor usaha, terutama UMKM. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 61,1 persen sehingga menjadi tulang punggung dan pemain utama dalam perekonomian nasional.
Survei denyut bisnis yang dilakukan Bank Dunia terhadap 850 perusahaan pada Mei-Juni 2020 menunjukkan, sektor usaha mikro, kecil, dan sedang paling terdampak pandemi Covid-19. Mereka mengalami kesulitan membayar listrik dan air, kredit, sewa, dan gaji pegawai. Bahkan, sebagian UMKM mengalami kebangkrutan.
”Pemerintah sudah menggulirkan stimulus dan bantuan modal untuk memulihkan UMKM. Namun, masalahnya saat ini bagaimana menjangkau UMKM dalam pemulihan ekonomi nasional,” kata Palmira dalam webinar bertajuk ”Prospek Pemulihan Ekonomi Sektor Industri Kecil dan Menengah, Selasa (8/9/2020).
Beragam stimulus dikucurkan untuk membantu pemulihan UMKM, mulai dari subsidi bunga, insentif pajak, restrukturisasi kredit, imbal jasa penjaminan, hingga bantuan pembiayaan melalui koperasi. Pemerintah mengalokasikan anggaran program pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM sebesar Rp 123,47 triliun.
Namun, menurut Palmira, ada masalah komunikasi antara pemerintah dan pelaku UMKM. Mayoritas UMKM tidak mengetahui adanya bantuan dan stimulus dari pemerintah. Survei denyut bisnis oleh Bank Dunia juga mengungkapkan, sekitar 61 persen pelaku UMKM tidak tahu bahwa mereka berhak mendapatkan bantuan.
Selain itu, definisi UMKM yang dipakai pemerintah juga belum seragam. Dalam UU UMKM, kriteria per sektor usaha dibedakan menurut omzet per tahun, misalnya pengusaha dengan omzet di bawah Rp 300 juta per tahun tergolong usaha mikro. Sementara Direktorat Jenderal Pajak mengategorikan UMKM seragam dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun.
”Definisi belum seragam ini dapat menimbulkan masalah kategorisasi yang menghambat eksekusi penyaluran bantuan,” kata Palmira.
Palmira menekankan, pemulihan UMKM tidak cukup dengan stimulus dan bantuan modal. Komunikasi dan sosialisasi perlu diperbaiki untuk menjangkau UMKM. Pemerintah juga harus memberikan solusi atas masalah bahan baku dan peningkatan kapasitas UMKM secara konsisten.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, secara umum pencairan stimulus UMKM cukup baik. Namun, dalam perkembangannya ada stimulus yang dinilai kurang sehingga butuh perbaikan atau penerbitan program baru, seperti bantuan presiden untuk 15 juta usaha mikro.
Anggaran program pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM per 3 September 2020 terealisasi Rp 52,09 triliun atau 36,6 persen dari pagu. Percepatan penyerapan anggaran dengan memperluas penempatan dana untuk restrukturisasi kredit UMKM selain di bank himbara dan bank pembangunan daerah, serta mendorong penyaluran subsidi bunga.
Ekosistem digital
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menuturkan, pemulihan UMKM tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi informasi. Untuk itu, pembinaan dan pelatihan UMKM saat ini diarahkan ke pemanfaatan teknologi dan digitalisasi.
Pemerintah membangun e-smart industri kecil menengah (IKM) yang dikolaborasikan dengan program Bangga Buatan Indonesia untuk pemasaran digital. Sejauh ini, ada 516 IKM yang memasarkan produknya dalam katalog digital di laman e-smart IKM. Seluruh pelaku UMKM secara bertahap akan masuk ke ekosistem digital.
”Di situs e-smart IKM tersaji data profil usaha, sentra, dan produk yang terintegrasi dalam platform e-dagang,” kata Gati.
Ketua Perkumpulan Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif Rosalina Faried menambahkan, dukungan pendampingan yang berjenjang dan berkelanjutan sangat dibutuhkan IKM di masa pandemi. Pendampingan mesti dibarengi temu bisnis dengan korporasi besar, terutama investor asing.
Temu bisnis dengan investor asing dibutuhkan dalam rangka transfer teknologi. Beberapa perusahaan asing tertarik bermitra dengan IKM di Indonesia, tetapi kerap dipersulit prosedur dan persyaratan birokrasi. IKM akan kesulitan bangkit dan berinovasi tanpa dukungan dari pihak luar.