Pemprov NTT Budidayakan Jutaan Benih Ikan di Empat Kabupaten
Nusa Tenggara Timur membudidayakan jutaan ikan kerapu dan kakap putih di empat kabupaten untuk kebutuhan ekspor dengan melibatkan masyarakat di keempat daerah itu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Nusa Tenggara Timur membudidayakan jutaan ikan kerapu dan kakap putih di empat kabupaten untuk kebutuhan ekspor. Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan ini. Satu keramba dikelola satu kelompok nelayan selama delapan bulan dengan upah bagi setiap orang Rp 2,5 juta per bulan. Pemerintah provinsi telah mengajukan pinjaman kepada pihak ketiga senilai Rp 152 miliar untuk usaha ini.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Timur Ganef Wurgiyanto di Kupang, Selasa (8/9/2020) mengatakan, empat lokasi budidaya ikan kerapu dan kakap putih adalah perairan Labuan Kalambu di Riuang, Kabupaten Ngada; Mulut Seribu di Kabupaten Rote Ndao; Hadakewa di Lembata; dan perairan Pulau Kambing, Kabupaten Kupang. Empat lokasi budidaya ikan kerapu dan kakap putih ini sudah disurvei tim ahli dari Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang.
Penebaran menggunakan budidaya keramba jaring apung, berbentuk segi empat, meski jenis keramba ini hasilnya kurang maksimal, setelah delapan bulan.
Dua jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi khusus ekspor. Di Labuan Kalambu, Ngada, ditebarkan 1 juta benih ikan kerapu sejak 2019. Di Mulut Seribu, benih ikan kerapu dan kakap putih yang ditebarkan sekitar 10.000 ekor sejak 2019. ”Penebaran menggunakan budidaya keramba jaring apung, berbentuk segi empat, meski jenis keramba ini hasilnya kurang maksimal, setelah delapan bulan,” kata Ganef.
Berbentuk bulat
Karena itu, tahun 2021 akan digunakan keramba jaring apung berbentuk bulat berdiameter 10 meter untuk mengurangi saling kanibal antara sesama ikan di dalam keramba. Dalam satu keramba akan dilepas 25.000 benih kerapu atau kakap putih. Setelah delapan bulan diharapkan ada 20.000 ikan yang siap dipanen di dalam keramba dengan bobot 800 gram. Satu keramba berpotensi menghasilkan 16 ton ikan.
Tahun ini ditebarkan 50.000 kerapu dan kakap putih di Pulau Kambing, Kabupaten Kupang, dengan sistem keramba. Ini merupakan proyek percontohan budidaya ikan karena lokasi itu dekat dengan Kota Kupang sehingga memudahkan distribusi pakan dari Kota Kupang ke lokasi budidaya. Satu keramba dikelola satu kelompok dengan anggota 10 orang. Mereka diupah Rp 2,5 juta per bulan selama delapan bulan.
Pihak ketiga sebagai pelaku ekonomi yang profesional untuk mendampingi nelayan dalam hal teknis sampai pemasaran adalah mahasiswa Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang.
Pemprov telah mengajukan pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk pengembangan budidaya ikan laut senilai Rp 152 miliar. Dana akan digunakan untuk budidaya ikan dalam jumlah cukup besar di empat lokasi tersebut. Jika proyek rintisan ini berhasil, proses pinjaman ke depan dari PT SMI tentu akan lebih cepat.
”Dalam hitungan kami, kesempatan mengembalikan pinjaman secara cicil, Rp 112 juta mulai 2022, dari hasil penjualan ikan. Jadi, pengembalian pinjaman bukan dari dana APBD,” kata Ganef.
Untuk meningkatkan potensi perikanan tangkap, pemprov memberi bantuan kapal nelayan 3 GT kepada kelompok nelayan sebanyak 65 unit untuk 22 kabupaten/kota se-NTT. Bantuan ini diprioritaskan pada kawasan perairan dengan potensi besar, sumber daya manusia yang cukup, dan mudah diakses pengusaha.
Ia mengatakan, NTT sudah mengekspor ikan anggoli sejak 2018 ke Singapura dan Honolulu, tetapi melalui Surabaya, Jawa Timur. Ke depan, ekspor seperti ini diupayakan agar langsung dari Pelabuhan Tenau, Kupang, ke negara tujuan sehingga devisa ekspor langsung masuk ke daerah.
Selain ikan, NTT juga punya potensi rumput laut seluas 54.000 hektar dengan potensi produksi 15 juta ton per tahun yang tersebar di 22 kabupaten/kota. Kualitas karagenannya di atas 90 persen sehingga bisa langsung dibuat gel atau makanan dan non-makanan. Namun, selama ini yang bisa dieksploitasi baru sekitar 2 juta ton atau 13,2 persen saja.
Pemprov NTT pada 2019-2020 memberi bantuan stimulan kepada 8.050 pembudidaya rumput laut di seluruh NTT. Pemprov juga mengajak pengusaha melakukan investasi di sektor rumput laut. Sesuai hitungan, dibutuhkan dana sekitar Rp 1,2 triliun untuk mengeksploitasi seluruh potensi rumput laut di NTT.
Mengatasi penyakit rumput laut
Hawu Haba (54), petani rumput laut di Desa Tablolong, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, mengatakan, pemerintah tidak hanya membagi bibit rumput laut, tetapi juga mencarikan jalan bagaimana mengatasi penyakit rumput laut yang disebut ais-ais. Hama ini selalu menyerang rumput laut saat hendak dipanen.
”Ribuan pembudidaya menyerah terhadap penyakit ais-ais ini sehingga tidak mau lagi melakukan pengembangan di bidang rumput laut. Mereka beralasan, sebaiknya mencari usaha lain dibandingkan budidaya rumput laut. Saat kita sedang hitung keuntungan yang bakal diperoleh, tiba-tiba penyakit itu datang, pupus semua harapan dan rencana,” kata Haba.
Ia mengatakan, ais-ais itu saat ini masih mewabah di Tablolong dan Rote Ndao sehingga sebagian pembudidaya enggan bekerja. Mereka telah menggantungkan tali di rumah masing-masing, pertanda tidak ingin membudidayakan rumput laut, selama hama ais-ais tidak dapat diatasi pemerintah.