Dorong Pemulihan Ekonomi, Pemerintah Salurkan Pembiayaan Ekspor untuk UKM
Pemerintah kembali memberikan fasilitas bagi pelaku UKM agar tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19. Kini, dukungan difokuskan membantu pelaku usaha berorientasi ekspor melalui program Penugasan Khusus Ekspor.
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai upaya meningkatkan produktivitas usaha kecil dan menengah atau UKM di tengah pandemi Covid-19, pemerintah kembali memfasilitasi pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk menunjang proyek usaha. Kali ini, dukungan difokuskan membantu pelaku usaha yang berorientasi ekspor.
Dukungan diberikan melalui program Penugasan Khusus Ekspor (PKE) yang ditugaskan pemerintah kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Program berdasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.08/2017 tentang Penugasan Khusus kepada LPEI.
Pelaksanaan program PKE didasarkan pada kondisi ekspor yang menurun akibat pandemi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada triwulan II-2020, ekspor barang dan jasa terkontraksi sebesar negatif 11,66 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) pun mencatat, per Juni 2020, dampak terbesar akibat pandemi didominasi oleh penjualan dan permintaan yang menurun (22,9 persen). Selain itu, iklim usaha masih tersandung produksi yang terhambat (18,83 persen) sebagai implikasi dari kurangnya permodalan (19,39 persen) dan sulitnya bahan baku (18,87 persen).
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan, penugasan khusus yang diberikan pemerintah kepada LPEI bertujuan menyediakan pembiayaan, penjaminan, dan asuransi. Fasilitas diberikan untuk transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor nasional.
Dalam pelaksanaannya, Kemenkeu bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta Kemenkop dan UKM. Secara formal, sudah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 372/KMK.08/2020.
”Melalui program PKE, kami ingin menyisir UKM yang memiliki usaha produktif berorientasi ekspor. Kami berharap LPEI terus berinovasi dalam membantu UKM agar bisa menjangkau semua (pelaku UKM) yang terdampak, melakukan pembinaan, dan menjalin hubungan baik dengan kementerian serta lembaga terkait,” tutur Luky, Selasa (8/9/2020).
Diskusi dibahas dalam webinar bertajuk ”Program Penugasan Khusus Ekspor untuk Mendukung UKM Berorientasi Ekspor”. Pada kesempatan ini, dilakukan juga penandatanganan perjanjian kerja sama antara LPEI dan PT Askrindo serta LPEI dengan pelaku usaha.
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Kemenkeu Heri Setiawan menyampaikan, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi pelaku UKM untuk memperoleh fasilitas PKE. Beberapa di antaranya adalah termasuk kategori usaha kecil dan menengah, berbadan usaha, sudah berjalan minimal dua tahun, dan memiliki usaha produktif yang berorientasi ekspor.
Program PKE bagi UKM, kata Heri, ditujukan untuk semua sektor usaha, baik jasa maupun barang, serta seluruh negara tujuan ekspor, kecuali negara yang mendapat perhatian khusus. Jangka waktu penugasan diberikan hingga 31 Desember 2025.
Total dana yang dianggarkan untuk program PKE bagi UKM mencapai Rp 500 miliar dengan imbalan pembiayaan maksimal 6 persen. Pembiayaan dilakukan dengan dua plafon, untuk usaha kecil Rp 500 juta-Rp 2 miliar, sementara untuk usaha menengah Rp 2 miliar-Rp 15 miliar.
”Tenor pembiayaan untuk kredit investasi maksimal 5 tahun dan untuk kredit modal kerja maksimal 3 tahun. Kami akan terus lakukan evaluasi dan kalau memang dibutuhkan kami bisa meminta dana tambahan (untuk PKE UKM),” kata Heri.
Direktur Eksekutif LPEI Daniel James Rompas mengatakan, untuk mengakses fasilitas pembiayaan, pelaku usaha minimal menyediakan agunan 30 persen dari plafon pembiayaan. Sementara 70 persennya akan mendapat penjaminan dari LPEI dan PT Askrindo.
Bagi pelaku UKM yang ingin mendapatkan fasilitas pembiayaan dapat langsung datang, baik ke Kantor LPEI maupun Kantor PT Askrindo. Fasilitas dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha setelah dilakukan proses analisis surat permohonan dari calon debitor sekitar 20 hari kerja.
Baca juga: Pemerintah Menjaga Napas Koperasi dan UMKM di Masa Adaptasi Pandemi Covid-19
”Analisis termasuk laporan keuangan yang sudah diaudit, khususnya untuk pinjaman di atas Rp 10 miliar. Progam ini mengantar (pembiayaan) UKM sampai Rp 15 miliar. Setelah di atas itu, kami berharap UKM menjadi lebih kuat sehingga mampu melakukan pembiayaan atau pinjaman dengan skema komersial biasa,” ujar Daniel.
Kerja sama
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Kasan mengapresiasi program PKE dalam upaya perbaikan ekonomi, khususnya dari sisi ekspor oleh UKM. Sebab, meski jumlah UMKM mencapai 64 juta unit, kontribusi terhadap ekspor hanya sekitar 14 persen terhadap total ekspor.
”Terkait dengan pembiayaan yang menjadi salah satu tantangan UKM, kami juga sering kali menemukan UKM yang menghadapi tantangan kualitas. Tentunya kami dari Kemendag turut memfasilitasi dan mendukung pelaku usaha dalam konteks pendampingan, promosi, dan, sertifikasi,” tutur Kasan.
Meski di tengah pandemi, kata Kasan, Kemendag tetap memfasilitasi pertemuan antara pelaku usaha dan konsumen yang dilakukan secara virtual. Upaya ini bertujuan untuk menguatkan akses pasar.
Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop dan UKM Hanung Harimba Rachman juga menyampaikan, di samping membantu dengan memberikan fasilitas pembiayaan, pelaku UKM juga membutuhkan fasilitas pendukung lain agar berdaya saing. Sebab, setidaknya ada dua hambatan dari sisi internal dan eksternal yang menjadi tantangan UKM melakukan ekspor.
Hambatan internal adalah minimnya kapasitas produksi, masalah distribusi dan logistik, promosi, serta sertifikasi, sedangkan hambatan eksternal, antara lain, adalah informasi pasar, kompetisi, dan hambatan tarif dan nontarif di negara tujuan ekspor.
Untuk menjawab tantangan dan meningkatkan daya saing, Kemenkop dan UKM melakukan pengembangan program factory sharing (rumah produksi bersama), bimbingan teknis, standardisasi global, digitalisasi pasar, serta promosi produk di luar negeri.
”Target utamanya, meningkatkan produk substitusi impor dan mendukung rantai pasok yang kuat. Implementasi upaya tersebut salah satunya sudah dilakukan melalui kerja sama dengan diaspora dan partisipasi dalam beberapa pameran virtual,” ujar Hanung.
Sambutan baik juga datang dari Pelaksana Tugas Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin Yan Sibarang Tandiele. Menurut dia, fasilitas bantuan pembiayaan memang dibutuhkan oleh pelaku UKM agar bisa bertahan, bahkan meningkatkan kapasitas usaha di tengah pandemi.
”Kemenperin selalu bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lain untuk bersama-sama mendukung industri kecil dan menengah kembali produktif meski menghadapi kesulitan. Kami harap PKE dapat benar-benar menyentuh pelaku UKM,” ucap Yan.
Baca juga: Bantuan Modal Saja Tak Cukup Atasi Problem UMKM
Direktur Akses Pembiayaan Kemenparekraf Hanifah Makarim juga berharap program PKE UKM dapat segera dimanfaatkan oleh para pelaku usaha dan terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Sebab, pandemi telah benar-benar memukul sektor pariwisata dan industri kreatif.
Hingga kini, sektor pariwisata masih terdampak pandemi. BPS mencatat, secara kumulatif, Januari-Juli 2020, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman ke Indonesia mencapai 3,25 juta kunjungan atau turun 64,64 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya dengan jumlah 9,18 juta kunjungan.