Tak Henti Berinovasi untuk Menghadapi Perubahan
Industri berinovasi tiada henti karena berhadapan dengan perubahan. Langkah serupa dilakukan PT Merck Tbk, yang mengembangkan layanan digital.
Pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan bagi perusahaan di berbagai sektor, termasuk farmasi. PT Merck Tbk, yang hadir di Indonesia sejak 1970, berinovasi dan beradaptasi untuk menghadapi tantangan zaman, termasuk masa pandemi Covid-19.
Apa saja langkah adaptasi dan inovasi perusahaan yang 74 persen sahamnya dimiliki Merck Holding GmBH dan melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 1981? Berikut ini perbincangan Kompas dengan Presiden Direktur Merck, Evie Yulin, beberapa waktu lalu.
Apa tantangan memimpin perusahaan farmasi?
Industri farmasi sangat berkaitan dengan kesehatan dan edukasi. Ini hal mulia yang dilakukan industri. Kami bisa memberi kebaikan, meningkatkan produktivitas, dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Selama 50 tahun Merck Indonesia hadir di negeri ini, kami akan tetap melanjutkan fokus bertransformasi menjadi perusahaan sains dan teknologi yang bersemangat mendukung kemajuan pemangku kepentingan. Secara umum, dari tahun ke tahun, perusahaan atau industri pasti menghadapi tantangan, baik eksternal maupun internal. Kiat-kiat kami dalam mengatasi tantangan dan dinamika adalah selalu berinovasi menghadapi perubahan.
Kami mengembangkan infrastruktur dan platform digital jauh-jauh hari sebelum pandemi Covid-19. Tujuannya adalah memberikan yang terbaik untuk pasien, dokter, dan masyarakat. Sejak Maret 2020, kita menghadapi pandemi Covid-19. Sebelumnya, hampir semua tenaga lapangan berkunjung ke rumah sakit. Jadi, risiko cukup tinggi bagi mereka yang harus berkunjung ke rumah sakit, bertemu dokter, direktur rumah sakit, bagian pembelian rumah sakit, dan bagian farmasi atau apotek. Akhirnya kami alihkan ke pemasaran digital, tanpa mengurangi interaksi menjelaskan produk kami kepada dokter, pasien, dan masyarakat. Merck tidak melulu berpikir dari sisi bisnis, tetapi juga menjaga keselamatan dan kesejahteraan karyawan.
Bisa dijelaskan lebih lanjut digitalisasi di masa pandemi?
Selain di pemasaran, kami melakukan digitalisasi di sisi manajemen hubungan konsumen (customer relationship management/CRM). Semua tenaga lapangan mempunyai komputer sabak untuk memudahkan mereka mengedukasi dokter secara digital karena sudah dilengkapi perangkat pemasaran digital. Platform sudah ada serta tim sudah siap dan terbiasa melakukannya. Saat terjadi pandemi Covid-19, kami meningkatkan frekuensi penggunaan digital dan mengoptimalkan fasilitas di CRM. Dulu tidak ada telepon virtual karena tim kami datang ke rumah sakit dan bertatap muka dengan dokter. Selama pandemi, kami melakukan telepon digital untuk berinteraksi dengan dokter.
Merck tidak melulu berpikir dari sisi bisnis, tetapi juga menjaga keselamatan dan kesejahteraan karyawan.
Bagaimana kondisi pasar dan bisnis saat ini?
Kami bergerak di bidang kesehatan dan pengobatan. Kami fokus di area atau bidang yang kami kuasai, seperti produk diabetes, produk untuk bayi tabung, produk untuk kanker, hormon, dan multiple sclerosis. Indonesia termasuk negara berpopulasi besar dengan prevalensi diabetes dan hipertensi cukup tinggi. Namun, harus dikaitkan pula dengan kemampuan beli pasien dan kemampuan pasien mengakses pengobatan.
Merck berinisiatif terlibat pada proses Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Beberapa produk kami masuk dalam JKN untuk memastikan semua pasien di Indonesia memiliki akses terhadap produk kami. Apabila ditanya apakah farmasi termasuk sektor yang memiliki permintaan tinggi, hal itu relatif karena kompetisinya juga tinggi. Pandemi Covid-19 belum pernah ada sebelumnya. Kita sulit mencari rujukan untuk memperkirakan kira-kira ke depan akan seperti apa.
Namun, yang terjadi saat ini, hampir semua lini bisnis kami turun. Dari data yang kami dapatkan dari sumber tepercaya dan survei internal, jumlah pasien, terutama di rumah sakit pemerintah, turun sekitar 40 persen. Menurut kami, hal ini wajar karena pasien takut atau khawatir. Kunjungan ke rumah sakit swasta juga turun sekitar 20 persen. Kami menyurvei, ternyata kunjungan ke apotek juga turun. Jadi, bisnis turun sejak Covid-19. Mulai Agustus 2020, terjadi peningkatan di beberapa lini bisnis kami.
Bagaimana soal kemandirian industri farmasi nasional?
Bicara industri farmasi, mayoritas bahan baku masih impor. Hal yang dilakukan secara lokal saat ini adalah dari sisi produksi dan kemasan. Saran pemerintah adalah agar bahan baku juga diproduksi secara lokal. Itu tantangan terbesar dan masuk peta jalan Kementerian Kesehatan.
International Pharmaceutical Manufacturer Group (IPMG), di mana saya kebetulan Vice Chairman di situ, memberikan saran kepada pemerintah. Fokusnya adalah bagaimana memberi kesempatan kepada investor asing di Indonesia dan juga memperluas kesempatan Indonesia menjadi destinasi, baik untuk clinical study yang saat ini masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain.
Bicara bahan baku, menurut kami, sangat kompleks karena harus bersaing dengan China dan India yang dari sisi harga sudah sangat rendah karena volumenya sangat tinggi. Pertanyaannya, apakah industri petrokimia di Indonesia siap dan juga siap dengan harga yang rendah? Merck mempunyai investasi besar di Indonesia dengan memiliki pabrik di Pasar Rebo dan tidak henti-hentinya memperbarui fasilitas di pabrik kami. Kami secara gradual juga melakukan transfer teknologi agar tidak semua impor. Jadi walaupun kami perusahaan asing, produksi mayoritas produk kami dilakukan di Indonesia. Bukan hanya produksinya, orang-orang yang mengerjakan semuanya juga orang Indonesia. Di perusahaan kami hanya ada satu ekspatriat.
Hal-hal menarik apa selama berkecimpung di industri farmasi?
Sebenarnya tergantung cara kita melihat. Kebetulan saya tipe orang yang mencoba berpola pikir positif. Kami melihat semua problem dan kesempatan dari sisi positif. Industri farmasi menarik karena berkaitan dengan dokter dan pasien. Pada akhirnya kami membantu dokter dan pasien agar mendapatkan kesembuhan. Dan menariknya di Merck, kami itu punya tujuan yang sifatnya fokus kepada pasien.
Kami sudah 50 tahun di Indonesia. Sense of belonging (rasa memiliki) karyawan kami tingkatkan dengan cara mengajak mereka membayangkan dampak positif apa yang didapat pasien saat memakai produk kami. Maka kami sering melakukan aktivitas internal, misalnya dengan mengundang pasien memberikan testimoni mengenai dampak positif yang mereka dapatkan saat memakai produk kami. Sehingga, diharapkan dengan hal seperti itu akan menumbuhkan nilai tambah bagi karyawan dan meningkatkan semangat kerja.
Di tengah pandemi Covid-19, bagaimana optimisme memandang kondisi ke depan?
Kita harus selalu siap. Meski melihat skenario terburuk, pola pikir positif dibutuhkan untuk persiapan menghadapi masalah cukup besar. Pandemi Covid-19 sebenarnya tidak ada yang siap. Tetapi saya punya keyakinan tinggi karena memiliki tim solid dengan kolaborasi kuat. Dan kami bekerja di perusahaan yang sangat memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan karyawan. Walaupun ada pandemi seperti ini, secara perlahan dan pasti, kami bisa melakukan switching (peralihan) dalam menjalankan bisnis.
Pandemi Covid-19 sebenarnya tidak ada yang siap. Tetapi saya punya keyakinan tinggi karena memiliki tim solid dengan kolaborasi kuat.
Melihat contoh beberapa bulan ke belakang membuat kami semakin yakin bahwa ke depan, secara natural, dengan kekuatan, kolaborasi, dan dukungan besar dari manajemen dan perusahaan akan mendapatkan jalan untuk mengatasi ini semua. Bukan berarti hanya menunggu, banyak sekali proses dan penyesuaian internal yang kami lakukan. Bahkan kami melakukan workshop untuk menentukan model go to market yang baik seperti apa dengan memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan karyawan.
Melihat dinamika seperti saat ini kami malahan semakin positif karena hal terburuk sudah berhasil kami lewati. Kami sudah menemukan celah-celah bagaimana cara bekerja yang baik, bagaimana memberikan hasil baik buat perusahaan, dan mengelola berbagai tekanan. Kita tidak akan menyesal kalau sudah melakukan yang terbaik.
Saran saya juga, refleksi dari diri sendiri, kadang kita berada pada posisi down. Cuma, bagaimana caranya kita memiliki cara pandang mengubah kondisi down itu menjadi positif. Biasanya kalau pada posisi seperti itu saya agak mundur sedikit dengan melakukan aktivitas yang saya senangi, misalnya yoga dan bercocok tanam. Saya suka menanam tanaman organik dan hidroponik. Melihat tanaman bertumbuh, memetik, dan memasaknya itu dapat menyegarkan kita dari tekanan untuk kembali bekerja dengan baik. Jadi ada keseimbangan.