JAKARTA, KOMPAS — Komitmen pemerintah merampungkan daftar isian pelaksanaan anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional mesti dibarengi eksekusi penyerapan yang optimal. Prioritas penyerapan anggaran bukan hanya menopang fundamen ekonomi masyarakat, mengendalikan penyebaran virus.
Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya, Minggu (6/9/2020), mengatakan, Indonesia menjadi satu-satunya negara kawasan Asia Timur yang tren penyebaran Covid-19 dan kasus infeksi barunya terus meningkat. Ironisnya, peningkatan kasus dibarengi pemburukan kondisi ekonomi.
Komitmen pemerintah menyelesaikan seluruh proses pengisian daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) baru langkah awal. Selanjutnya, memastikan eksekusi penyerapan anggaran berjalan optimal, terutama di bidang kesehatan untuk pengetesan, pelacakan, dan pengobatan Covid-19.
”Ancaman resesi tidak perlu dikhawatirkan karena hampir pasti terjadi. Fokus masalah saat ini adalah kesehatan,” kata Berly.
Baca juga: Realisasi Anggaran Dipercepat, Uang Muka Vaksin Rp 3,3 Triliun Disiapkan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, akhir pekan lalu, menyatakan, proses pengisian DIPA program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional rampung minggu ini. Dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun, sekitar Rp 679 triliun sudah teralokasi dalam DIPA.
Selama ini proses pengisian DIPA yang lambat merupakan salah satu persoalan yang membuat penyaluran anggaran di beberapa program terkendala, termasuk kesehatan. Anggaran PEN per 31 Agustus 2020 terealisasi 30,4 persen atau senilai Rp 211,6 triliun, sementara bidang kesehatan baru terserap 15,9 persen Rp 13,9 triliun.
Pemerintah telah menganggarkan Rp 3,3 triliun untuk pembayaran uang muka pengadaan vaksin. Jumlah tersebut mencakup 10 persen dari total anggaran Rp 37 triliun yang dialokasikan pemerintah untuk pengadaan vaksin secara tahun berganda.
Baca juga: Kesehatan, Bukan yang Lain!
Menurut Berly, penyerapan anggaran kesehatan—sebagai tulang punggung penanganan Covid-19- yang rendah menjadi perhatian serius. Apalagi, alokasi anggaran penanganan Covid-19 juga jauh lebih rendah dibandingkan program pemulihan ekonomi nasional. Keseriusan pemerintah dalam mengatasi Covid-19 menentukan proses pemulihan ekonomi.
”Semakin tinggi peningkatan kasus, kontraksi terhadap pertumbuhan ekonomi semakin panjang ketimbang yang respons kesehatannya cepat,” kata Berly.
Harapan tumpul
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono mengatakan, harapan pelaku usaha semakin tumpul dari hari ke hari melihat tren peningkatan kasus infeksi baru beberapa minggu terakhir. Respons dan komunikasi pemerintah penting untuk kembali menumbuhkan harapan.
”Pelaku usaha yang awalnya punya harapan, saat ini kian hari kian tumpul. Belum ada keyakinan untuk melakukan investasi atau apa pun karena inti persoalan bukan di ekonomi, melainkan virus itu sendiri,” kata Sutrisno.
Pelaku usaha menilai langkah-langah penanganan Covid-19 oleh pemerintah cenderung lamban. Fokus utama kini ke aspek ekonomi yang merupakan dampak, bukan sumber permasalahan. Jangan sampai persoalan kesehatan seperti puncak gunung es yang justru akan membuat ekonomi semakin terperosok.
Sutrisno berpendapat, belakangan ini pemerintah terkesan terlepas dari situasi krisis Covid-19. Beredar foto pemerintah tidak menggunakan masker dan menerapkan protokol kesehatan saat rapat kerja di Bali. Perilaku tersebut jelas tidak memberikan contoh yang baik ke publik dan banyak mendapat kritik pedas.
Baca juga: Jangan Jatuh Tertimpa Tangga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR menekankan, proses pemulihan ekonomi sangat bergantung pada pengendalian penyebaran Covid-19. Pemerintah memilih mengendalikan Covid-19 dan memulihkan ekonomi secara bersamaan.
Pertumbuhan ekonomi RI pada akhir tahun ini diproyeksikan minus 1,1 persen sampai dengan 0,2 persen. Berdasarkan perkembangan sejumlah indikator hingga akhir Agustus, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masuk skenario batas bawah yang berarti tumbuh negatif.
”Kemenkeu memproyeksi pada 2020 pertumbuhan negatif 1,1 persen sampai positif 0,2 persen, (tetapi) lower end triwulan III mungkin tumbuh negatif,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, kunci utama pemulihan ekonomi pada triwulan III dan IV-2020 adalah pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi. Saat ini, konsumsi rumah tangga masih tertahan di kelompok kelas menengah dan atas. Mereka mempertimbangkan progres penanganan Covid-19 untuk kembali berbelanja secara normal.