Industri Batam Waspadai Penularan dari Orang Tanpa Gejala
Pelonggaran pembatasan mobilitas diyakini membantu pertumbuhan ekspor nonmigas di Batam. Namun, jika tak waspada, penularan dari orang tanpa gejala bisa merebak dan justru akan menghambat kinerja sektor manufaktur.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Selama pandemi, perekonomian Batam, Kepulauan Riau, sangat bergantung kepada industri manufaktur. Pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas diyakini akan mempercepat pertumbuhan ekspor nonmigas. Namun, jika tidak waspada, penularan Covid-19 dari orang tanpa gejala bisa merebak di pabrik dan berpotensi menghambat kinerja sektor manufaktur.
Wakil Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri Tjaw Hioeng, Senin (7/9/2020), mengatakan, sebelumnya ekspor nonmigas memang sempat terhambat kebijakan pembatasan mobilitas yang dilakukan oleh China pada Januari-Februari dan Malaysia pada April-Mei. Namun, keadaan mulai berangsur normal sejak Juni 2020.
”Industri di China dan Malaysia ikut berhenti ketika pemerintah mereka melakukan pembatasan mobilitas. Dampaknya, industri di Batam kesulitan mendapatkan bahan baku. Itu membuat produksi kami juga menurun,” kata Tjaw.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam yang dipublikasikan pada 2 September menunjukkan nilai ekspor kumulatif pada Januari hingga Juli besarnya mencapai 5,27 miliar dollar AS. Jumlah itu naik 14,68 persen dibandingkan dengan periode sama pada tahun sebelumnya. Ekspor nonmigas menyumbang 90,21 persen dari total nilai tersebut.
”Ini artinya industri tetap mampu tumbuh di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang serba sulit. Saat sektor lain melemah, terutama pariwisata, manufaktur menjadi penopang ekonomi yang penting di Batam,” ujar Tjaw.
Data BPS yang sama menunjukkan penurunan kunjungan wisatawan mancanegara di Batam mulai terjadi pada Februari dan terus berlanjut sampai sekarang. Pada tahun-tahun sebelumnya, rata-rata jumlah kunjungan wisman di Batam adalah 150.000 per bulan. Namun, jumlah itu kini anjlok menjadi hanya sekitar 1.000 kunjungan per bulan.
Menurut Tjaw, pertumbuhan industri manufaktur masih rawan terganggu apabila wabah Covid-19 sampai merebak di pabrik. Pada 21 Agustus lalu, dua pekerja di Kawasan Industri Batamindo dinyatakan positif Covid-19. Hal ini kemudian memang dapat diantisipasi, tetapi ancaman belum berlalu.
Sepanjang Agustus, Batam mengalami lonjakan kasus Covid-19 dengan pertambahan 422 pasien yang didominasi orang tanpa gejala. Hingga 7 September tercatat 883 kasus di kota ini. Sebanyak 458 orang sembuh, 392 orang masih menjalani perawatan, dan 33 orang meninggal.
”Protokol kesehatan di tempat kerja selalu ketat. Namun, yang sulit dikontrol itu ketika pekerja berada di rumah. Apalagi sekarang penularan banyak dipicu orang tanpa gejala,” ucap Tjaw.
Apalagi sekarang penularan banyak dipicu orang tanpa gejala.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri Cahya menilai, pemerintah perlu meningkatkan kedisiplinan warga menerapkan protokol kesehatan agar penularan dari orang tanpa gejala bisa diminimalkan. Yang juga tidak kalah penting adalah meningkatkan rasio tes metode reaksi berantai polimerase (PCR) agar orang yang mengidap Covid-19 bisa mendapat penanganan sedini mungkin.
”Minggu ini Peraturan Wali Kota Batam Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum mulai diterapkan. Kami berharap hal ini bisa betul-betul meningkatkan kedisiplinan warga,” kata Cahya.
Sampai saat ini, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Batam masih mengandalkan dua real time PCR Bio-Rad CFX-9. Kapasitas maksimal dua alat itu adalah 186 sampel per hari. Analis yang bertugas menguji sampel jumlahnya 15 orang. Padahal, minimal dibutuhkan 22 analis agar pemeriksaan bisa selesai dalam sehari.
Dengan kemampuan uji 186 spesimen per hari, berarti, dalam satu pekan, ada sekitar 1.400 sampel yang diperiksa. Jumlah itu masih di bawah standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 1 orang per 1.000 penduduk per pekan. Mengacu pada standar itu, dengan jumlah penduduk Kepri 2,14 juta jiwa, seharusnya rata-rata jumlah pasien yang diperiksa menggunakan metode PCR minimal 2.140 orang per pekan.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad menegaskan tidak akan melakukan tes PCR massal bagi 1,3 juta penduduk Batam karena akan menghabiskan biaya terlampau besar. Ia menyarankan warga yang terbilang mampu secara ekonomi melakukan tes PCR mandiri di rumah sakit.