Sepanjang Agustus, Pelaku Perjalanan di Kota Kupang Mencapai 13.755 Orang
Pelaku perjalanan di Kota Kupang selama Agustus 2020 sebanyak 13.755 orang atau naik 564 orang. Mereka sebagian besar datang dari zona merah di luar Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pelaku perjalanan di Kota Kupang selama Agustus 2020 sebanyak 13.755 orang atau naik 564 orang. Mereka ini sebagian besar datang dari zona merah di luar Nusa Tenggara Timur.
Untuk itu, perlu terus dibangun kesadaran kedaruratan sampai di tingkat akar rumput untuk mencegah dan memutus rantai penyebaran Covid-19. Forum komunikasi pimpinan daerah menjadi motivator membangun kesadaran kedaruratan ini.
Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Kota Kupang Ernest Ludji, di Kupang, Minggu (6/8/2020), mengatakan, total kasus Covid-19 di Kota Kupang 46 orang, sembuh 38, dan meninggal 1 orang. Pasien kontak erat dengan pasien Covid-19 sebanyak 488 orang dan telah dipantau.
”Pelaku perjalanan selama bulan Agustus mencapai 13.755 orang. Jumlah ini naik 564 orang dibandingkan dengan Juli 2020, yakni 13.013 orang. Mereka adalah warga Kota Kupang dan kabupaten lain di NTT yang singgah di Kota Kupang sebelum melanjutkan perjalanan ke kabupaten asal. Sebagian besar mereka datang dari provinsi zona merah Covid-19, seperti Surabaya, Denpasar, Jakarta, dan Makassar,” papar Ludji.
Sepasang suami-istri, Selasa (1/9/2020), misalnya, pelaku perjalanan dari Malang, Jawa Timur, seusai berobat. Setelah menjalani pemeriksaan spesimen Covid-19 di Kota Kupang, sebelum ke Larantuka, Flores Timur, mereka ternyata positif Covid-19. Pasangan suami-istri ini akhirnya dirawat di ruang isolasi Covid-19 RSUD WZ Yohannes Kupang sampai hari ini.
Sebagian besar pelaku perjalanan melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing selama 14 hari sambil dipantau petugas kesehatan dan mendapat pengawasan dari ketua RT setempat. Kebanyakan dari mereka cukup serius menjalankan protokol kesehatan selama di wilayah zona merah, di bandara, dan di dalam perjalanan pesawat menuju Kupang.
Isolasi mandiri
Isolasi mandiri dijalankan secara ketat kebanyakan oleh mereka yang paham tentang sistem penyebaran Covid-19 dan menghargai kesehatan orang lain. Akan tetapi, mereka yang tidak menghormati kesehatan pribadi dan orang lain jarang menjalani isolasi mandiri di rumah. Kelompok ini mendapat pengawalan dari ketua RT dan tetangga setempat.
Dua kasus Covid-19 yang ditemukan terakhir di Kota Kupang adalah satu orang dan merupakan transmisi lokal, bukan pelaku perjalanan, serta tidak pernah melakukan kontak erat dengan pasien Covid-19. Pasien ini belum memiliki pekerjaan tetap. Itu berarti masyarakat perlu mewaspadai virus ini selama berada di luar rumah, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Satu kasus positif Covid-19 lagi merupakan pelaku perjalanan Surabaya-Makassar.
Kasus Covid-19 di NTT saat ini sebanyak 206, dengan rincian 34 orang dirawat, 2 orang meninggal, dan 70 orang sembuh. Kasus ini bakal terus bertambah selama virus itu masih ada dan tidak ada kesadaran masyarakat untuk memutus rantai penyebaran virus korona.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Wilayah NTT dr Hyronimus Fernandes mengatakan, perlu dibangun kesadaran kedaruratan secara massif untuk mencegah dan memutus rantai penyebaran virus korona. Masyarakat memang mengenakan masker, tetapi masih banyak yang tidak serius dalam cara mengenakan itu. Paling memprihatinkan adalah dalam hal menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Hal ini sama sekali tidak ditaati.
Memberi contoh
”Kesadaran itu dibangun dari tingkat akar rumput sampai ke tingkat pimpinan daerah untuk mencegah dan memutus rantai penularan Covid-19. Pemimpin daerah harus memberi contoh kepada masyarakat di setiap kesempatan mengenai bagaimana menjalankan protokol kesehatan itu,” katanya.
Ia menilai, saat ini kepala daerah lebih mengejar peningkatan ekonomi masyarakat atau pendapatan asli daerah dan cenderung mengabaikan kampanye pencegahan serta penghentian rantai penularan Covid-19. Setiap menerima tamu-tamu dari luar, kepala daerah tidak mengenakan masker dan menjaga jarak, padahal tamu-tamu itu datang dari zona merah dan baru turun dari pesawat.
Virus korona tidak berjalan sendiri, tetapi melalui perbuatan atau perilaku orang di sekitar. Memutus rantai penularan Covid-19 itu sederhana, tetapi harus terstruktur, terorganisir, masif, dan melibatkan semua elemen masyarakat. Semua pihak harus bergerak, membangun kesadaran kedaruratan itu, serta forum komunikasi pimpinan daerah menjadi motivator dan ujung tombak untuk itu.
Spanduk dan baliho kampanye pencegahan Covid-19 mestinya jauh lebih banyak disebar di berbagai tempat di dalam masyarakat ketimbang spanduk atau baliho wajah calon kepala daerah. Kesadaran masyarakat soal protokol kesehatan memang ada, tetapi harus selalu diingatkan dengan berbagai cara, kapan saja, dan di mana saja.
Salah satu cara mengetahui penyebaran Covid-19 di NTT adalah dengan pemeriksaan sampel populasi. Misalnya, pelaku perjalanan dari Surabaya dinyatakan positif Covid-19, masyarakat di sekitar kediaman orang itu diperiksa semua. Atau pemeriksaan uji usap atau tes cepat sesuai RT tertentu yang dinilai zona merah.
Kerja sama dengan ketua RT/RW dibangun secara ketat. Masyarakat yang tidak tertib menjalankan protokol kesehatan diberi sanksi tegas, sampai mereka benar-benar sadar dan menjalankan protokol kesehatan sebagai pola hidup sehari-hari.