Memopulerkan Animasi Anak Indonesia di Kancah Internasional
Majunya industri animasi anak di luar negeri jadi ladang bagi produsen animasi nasional untuk meningkatkan daya saing dan mencari pasar untuk bisa berkembang.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majunya industri animasi anak di luar negeri jadi ladang bagi produsen animasi nasional guna meningkatkan daya saing dan mencari pasar untuk bisa berkembang. Sementara itu, industri animasi di dalam negeri masih perlu dibangun agar memiliki ekosistem yang lebih baik.
Unit bisnis Universitas Multimedia Nusantara (UMN), UMN Pictures, yang aktif memproduksi film animasi, misalnya, mencoba menjajal potensi tersebut dengan mengikutsertakan film animasi pendek buatan mereka dalam beberapa festival internasional tahun ini. Salah satunya adalah film animasi anak tiga dimensi berjudul Candy Monster.
Manager UMN Pictures Kemal Hasan saat diwawancarai Kompas, Minggu (6/9/2020), mengatakan, film berdurasi sekitar 9 menit itu diikutsertakan pada festival film anak bergengsi, yakni Zlin Film Festival di Ceko pada 4-10 September, kemudian Chaniartoon International Comic & Animation Festival di Yunani pada 11-20 September.
Film animasi Candy Monster menceritakan kisah seorang anak berusia 6 tahun bernama Chloe yang tinggal bersama neneknya. Setiap Chloe melakukan sesuatu yang dilarang oleh sang nenek, muncullah monster yang merebut permen dalam toples milik Chloe.
”Kami ikutkan film ini di festival anak internasional untuk melihat pasar, terutama pasar internasional. Kalau pasar internasional merespons baik produk kami, kami akan ekspansi dalam bentuk lain, bukan sekadar film pendek,” tuturnya.
Sejauh ini, film Candy Monster sudah mendapat tawaran untuk diputar oleh salah satu kanal anak televisi nasional Ceko. Film itu juga diputar secara daring untuk peminat film animasi anak yang tidak bisa berkunjung ke festival karena pandemi.
Selain agar bisa diterima penikmat animasi asing, karya itu diharapkan bisa menarik pelaku industri animasi lain untuk berkolaborasi dalam bentuk produksi lain, seperti serial animasi dan gim. Jika penerimaan pasar dari luar positif, UMN Pictures baru akan mempromosikan film itu di dalam negeri.
Hal yang sama dilakukan pada film animasi dua dimensi berjudul Ahasveros yang diproduksi tahun 2018-2019. Film berdurasi 7 menit 40 detik itu mengangkat sekelumit kisah penyair Chairil Anwar. Film itu pada tahun ini diikutsertakan pada festival film di Jepang yang berlangsung November mendatang.
”Rata-rata kami lempar ke pasar internasional. Jadi, kami mulai dari produk untuk luar, bukan domestik, karena konsumsi animasi dunia cukup besar. Sementara di dalam negeri daya belinya enggak sekuat di luar,” ujarnya.
Terkait kemajuan pasar animasi di luar negeri, lembaga riset global Statista pada 2019 melaporkan, pasar animasi global pada 2018 mencapai 259 miliar dollar AS. Pada 2020, pasar itu diprediksi tumbuh sampai 270 miliar dollar AS, didukung kebutuhan konsumen pada kualitas grafis yang lebih baik pada gim dan efek visual film.
Di Eropa, pada 2019, total nilai industri animasi dan efek visual (VFX) mencapai 45,9 miliar dollar AS, dengan pertumbuhan rata-rata 2-3 persen secara tahunan. Sementara itu, di Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif mencatat, industri film dan digital animasi berkontribusi hanya 0,16 persen terhadap produk domestik bruto pada 2017 (Kompas, 17/2/2018).
Rendahnya kontribusi film dan digital animasi dalam negeri tidak lepas dari belum terhubungnya ekosistem industri. Anggota staf Direktorat Industri Film, TV, dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Adzania, yang dihubungi secara terpisah mengatakan, hal itu terjadi kendati kualitas produksi anak negeri sudah mampu bersaing dengan produksi sekelas Hollywood.
”Terkait industri film, aspek penting bukan hanya dari sisi teknis pembuatan film. Namun, ada aspek pemasaran, permodalan, distribusi, jaringan, dan lainnya yang memang belum kuat di Indonesia,” katanya.
Untuk mendukung penguatan industri animasi di Tanah Air, ia menyebutkan, Kemenparekraf melalui Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif berfokus pada beberapa program. Program itu meliputi penciptaan program inkubasi guna meningkatkan kualitas produk animasi.
Lalu, penciptaan program peningkatan angka pertumbuhan pelaku kreatif subsektor animasi serta penciptaan regulasi dalam hal pengembangan karya dan dukungan kegiatan yang terkait dalam subsektor animasi.