Besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian negara dinilai mampu turut memulihkan perekonomian nasional akibat pandemi. Pendampingan menjadi syarat mutlak membantu UMKM untuk bangkit guna membangkitkan ekonomi.
Oleh
SHARON PATRICIA
·5 menit baca
Sebagai kontributor ekonomi terbesar, usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM tentu berperan besar memulihkan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Dukungan dan pendampingan pun dibutuhkan bagi pelaku usaha untuk bertahan dan beradaptasi dengan ekonomi yang serba digital.
Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan UKM) yang dikutip pada Minggu (6/9/2020) menunjukkan, dengan total jumlah usaha mencapai 64,19 juta unit, UMKM mampu berkontribusi hingga 57,8 persen total produk domestik bruto. Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 116,98 juta orang atau 97 persen dari total pekerja di Indonesia.
Namun, akibat pandemi, 50 persen UMKM tercatat terpaksa menutup usaha karena kondisi omzet menurun drastis pada Maret dan April 2020. Sebesar 88 persen usaha mikro pun dilaporkan tidak memiliki tabungan dan kehabisan uang pada masa pandemi.
Karena akses pada pembiayaan formal terbatas, 39 persen UMKM menggantungkan keuangannya dari pinjaman saudara. Banyak UMKM yang terpaksa melakukan pengurangan pekerja, terutama pada sektor bisnis manufaktur.
Pujiono (35), penjual es cincau di daerah Empang, Kota Bogor, merasakan langsung dampak pandemi Covid-19. Selama enam tahun berjualan, baru kali ini omzet harian menurun drastis dari Rp 400.000 menjadi hanya Rp 80.000, bahkan tak jarang kurang dari itu.
”Sekarang, meski orang-orang sudah mulai keluar (rumah), penjualan masih sepi, belum kembali normal. Saya harap korona segera berakhir supaya penjualan bisa meningkat lagi,” ucapnya.
Sebagai upaya bertahan, warga asli Cianjur ini ingin berjualan es cincau secara dalam jaringan (daring). Ia berharap pemerintah turut membina dan memberdayakan pelaku usaha seperti dirinya agar bisa memperluas pasar.
Salmi Sufraini (43), pelaku usaha cangcomak (kacang coklat emak) di Jakarta Barat juga menghadapi tantangan penjualan akibat Covid-19. Belum genap setahun merintis usaha, ia sudah harus beradaptasi dengan lapak digital.
”Sekarang saya coba berbagai cara, misalnya gratis ongkir (ongkos kirim), jual dengan harga paket, dan juga ikut berbagai pelatihan, yang penting produknya dikenal dulu. Alhamdulillah, walau belum banyak, sekarang bisa jual 20 bungkus per bulan,” ucapnya.
Stimulus
Deputi Restrukturisasi Usaha Kemenkop dan UKM Eddy Satria menyampaikan, sebagai upaya membangkitkan usaha, stimulus yang diberikan tergantung dari fase hidup UMKM. Dalam masa pandemi, bagi usaha yang bangkrut diberikan bantuan langsung tunai (BLT) berbasis by name by address (nama dan alamat).
Sementara usaha yang berada pada fase bertahan dan menurun, bantuan yang diberikan, antara lain, insentif pajak, relaksasi dan restrukturisasi kredit, perluasan pembiayaan, serta digitalisasi. Pelatihan dan pendampingan pun diberikan agar usaha dapat berkelanjutan, bahkan membuat UMKM naik kelas.
”Kita harus tetap optimis dengan situasi sekarang dan fokus bagaimana mengatasi setiap hambatan yang ada. Kita harus bergandengan tangan membantu pelaku UMKM agar lebih cepat loncat ke digital,” kata Eddy.
Hingga 2 September 2020, realisasi anggaran pemulihan ekonomi mencapai Rp 190,5 triliun atau sekitar 39 persen dari total Rp 488,06 triliun. Rinciannya, realisasi program perlindungan sosial mencapai Rp 114,11 triliun dari total pagu Rp 204,95 triliun (Kompas, 5 September 2020).
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Kemenkop dan UKM Rully Indrawan menyampaikan, di luar dana tersebut, pemerintah menganggarkan Rp 28 triliun untuk Bantuan Presiden Produktif serta dana sekitar Rp 7,6 triliun untuk stimulus produk UMKM. Program untuk meningkatkan gairah produksi sementara ini dinamakan ”Rakyat Memproduksi, Pemerintah Membeli Produk”.
”Peraturan Menkop dan UKM-nya sudah disusun dan sekarang sedang diperbaiki. Rencananya melalui program ini, bagi yang membeli produk UMKM akan mendapatkan voucer sehingga sebagian harga ditanggung oleh pemerintah,” tutur Rully.
Misalnya, produsen sandal menjual sepasang sandal dengan harga Rp 10.000. Namun, melalui program ini, sandal tersebut akan dijual seharga Rp 6.000 kepada konsumen dan sisanya dibayarkan oleh pemerintah.
”Jadi, dalam program ini, konsumen dibantu dengan mendapatkan diskon, tetapi produsen juga tidak rugi karena dibayar oleh pemerintah. Program ini bertujuan agar produk UMKM bisa terjangkau dan menarik bagi konsumen,” ucapnya.
Bantuan lain bagi pelaku UMKM ialah dengan menanggung biaya pengurusan sertifikasi usaha. Misalnya, untuk sertifikat hak kekayaan intelektual, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta halal.
”Semua ini kami lakukan untuk menggerakkan perekonomian masyarakat bawah. Upaya ini juga sebagai momentum membangkitkan produksi usaha mikro dan memperkuat daya beli masyarakat, khususnya melalui dukungan usaha agar mereka tetap berproduksi,” kata Rully.
Peta jalan UMKM
Dalam laporan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) berjudul Langkah Pemberdayaan UMKM dalam Menghadapi Covid-19, yang terbit pada 4 September 2020, dituliskan, reformasi ekonomi di Indonesia mengikuti pola ”Hukum Sadli”, yaitu masa-masa sulit mengarah pada kebijakan yang baik. Krisis harus bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan reformasi nyata yang berorientasi jangka menengah dan panjang sebagai kelanjutan respons jangka pendek.
Perlu ada kebijakan dan upaya perbaikan di lima bidang, yaitu penguatan sistem keuangan UMKM, bantuan dan dukungan untuk UMKM, perbaikan iklim bisnis UMKM, percepatan adopsi teknologi yang tepat guna untuk UMKM, dan penyiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkecimpung di UMKM. Kelima bidang ini perlu dikembangkan sesuai dengan tahapan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Yose Rizal Damuri, salah satu penulis laporan serta Kepala Departemen Ekonomi CSIS Indonesia, menyoroti, peningkatan keterampilan SDM menjadi krusial untuk UMKM dalam jangka menengah dan panjang. Potensi terbesar yang dapat segera dimanfaatkan ialah penerapan teknologi digital dalam mempertemukan konsumen dan produsen barang dan jasa melalui platform e-dagang (e-commerce).
”Seiring peningkatan keterampilan berproduksi barang dan jasa, platform e-commerce bisa menjadi sarana UMKM menembus pasar dunia, baik di sektor barang maupun jasa. Sebab, dalam jangka panjang, kita memerlukan UMKM yang tidak hanya ’jago kandang’, tetapi UMKM yang kompetitif, lincah, dan adaptif secara global,” ujar Yose.