Keberadaan satelit multifungsi Satria diharapkan meningkatkan konektivitas, khususnya wilayah terdepan, terpencil, dan terluar, sekaligus menopang ekonomi digital nasional.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses pembangunan satelit multifungsi yang diberi nama Satria dimulai seiring penandatanganan kerja sama antara PT Satelit Nusantara Tiga, bagian dari konsorsium Pasifik Satelit Nusantara, dengan Thales Alenia Space dari Perancis, Kamis (3/9/2020). Selain meningkatkan konektivitas daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, keberadaannya diharapkan menopang ekonomi digital nasional.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang A Latif menyaksikan penandatanganan itu.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, ketersediaan infrastruktur telekomunikasi menjadi syarat mutlak untuk menopang inklusivitas digitalisasi nasional, terutama di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). ”Pada saat operasional, aspek pengguna menjadi penting. Oleh sebab itu, siapkan kesepakatan dengan calon pengguna agar bisnis ini berjalan secara berkelanjutan,” katanya.
Jangkauan dari Satria diperkirakan mencapai 150.000 titik di seluruh wilayah Indonesia, terdiri dari 93.900 titik sekolah dan pesantren; 47.900 titik kantor desa, kelurahan, dan pemerintah daerah; 3.700 titik fasilitas kesehatan; serta 4.500 titik layanan publik lain. Konektivitasnya berupa akses Wi-Fi gratis dengan kapasitas 1 megabit per detik di tiap titik.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai, proses konstruksi Satria sejalan dengan cetak biru digitalisasi sistem pembayaran digital Indonesia yang jangka waktunya hingga tahun 2025. Konstruksi ini penting untuk menopang cita-cita keuangan dan ekonomi digital nasional, seperti elektronifikasi penyaluran bantuan sosial pemerintah dan transaksi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Di tengah pandemi Covid-19, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, prioritas diplomasi internasional saat ini berorientasi untuk menarik investasi asing sehingga dapat menyokong pemulihan perekonomian nasional. Oleh sebab itu, dia berpendapat, penandatanganan proses konstruksi menjadi angin segar. ”Infrastruktur digital yang kuat menjadi daya tarik bagi investasi asing,” ujarnya.
Johnny mengatakan, Indonesia masih membutuhkan investasi untuk memenuhi kebutuhan kapasitas satelit yang diperkirakan mencapai 900 gigabit per detik pada 2030. Kapasitas total dari sembilan satelit yang dimiliki Indonesia saat ini berkisar 50 gigabit per detik, sedangkan kapasitas Satria sekitar 150 gigabit per detik.
Kehadiran Satria melengkapi Palapa Ring yang sudah dibangun dalam melayani daerah 3T. Satria akan melayani wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh infrastruktur telekomunikasi terestrial.
Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara Adi Rahman Adiwoso memaparkan, total pendanaan untuk konstruksi Satria mencapai 550 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau kira-kira setara dengan Rp 8 triliun. Sebanyak 425 juta dollar AS di antaranya bersumber dari sindikasi pembiayaan internasional dan sisanya ekuitas perusahaan.
Dia menuturkan, pada saat lelang pengadaan secara internasional, terdapat 5 pabrik yang diundang. Perusahaan memilih Thales Alenia Space karena sesuai dengan kebutuhan, baik dari sisi jadwal, spesifikasi, maupun keuangan.
Satria direncanakan akan diluncurkan oleh roket Falcon 9-5500 yang diproduksi oleh Space-X, perusahaan asal Amerika Serikat. Peluncuran ditargetkan pada 2023 ke slot orbit Indonesia di lintasan 146 derajat bujur timur.
Proyek penting
Southeast Asia Sales Director of Thales Alenia Space Oliver Guilbert menyatakan, produksi Satria merupakan proyek penting karena konektivitas merupakan kebutuhan esensial bagi Indonesia. ”Pandemi saat ini meningkatkan kebutuhan ini,” katanya.
Agar proses produksi dan peluncuran dapat selesai tepat waktu, Anang mengatakan akan menempatkan pemantau di Perancis. Meskipun pengangkutan satelit ke tempat peluncuran di AS menjadi tantangan, dia optimistis Satria dapat meluncur pada 2023.
Selama proses pembuatan satelit, Anang menggarisbawahi partisipasi dari pelaku usaha dan bisnis nasional untuk memproduksi komponen-komponen yang melengkapi segmen darat. Hal ini penting untuk menonjolkan tingkat komponen dalam negeri.