Penanganan pandemi Covid-19 menjadi ajang pembuktian kepemimpinan kepala daerah. Mereka dituntut melaksanakan tiga hal mendasar dalam penanganan wabah, yakni tes, pelacakan kontak, dan pengobatan.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Penanganan pandemi Covid-19 menjadi ajang pembuktian kepemimpinan kepala daerah. Mereka dituntut melaksanakan tiga hal mendasar dalam penanganan wabah, yakni tes, pelacakan kontak, dan pengobatan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko seusai bertemu Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Jumat (4/9/2020), mengatakan, pelaksanaan tes, pelacakan kontak, dan pengobatan yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya cukup baik.
Dia menilai tes massal yang dilakukan oleh Surabaya sangat tinggi. Pelacakan kontak pun menggunakan aplikasi khusus sehingga semua suspek bisa terdeteksi.
Kalau 3M dan 3T berjalan baik, saya yakin Covid-19 bisa segera diatasi dengan cepat, dan itu sangat bergantung pada manajemen kepemimpinan. (Moeldoko)
Menurut Moeldoko, 3T, yakni tes, pelacakan kontak, dan pengobatan, merupakan kewajiban pemerintah dalam penanggulangan wabah Covid-19. Sementara kewajiban masyarakat adalah 3M, yaitu mencuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak.
”Kalau 3M dan 3T berjalan baik, saya yakin Covid-19 bisa segera diatasi dengan cepat, dan itu sangat bergantung dari manajemen kepemimpinan,” kata Moeldoko.
Dia mencontohkan, hal-hal yang dilakukan Risma dalam mengatasi pandemi Covid-19 sudah baik. Dari sisi manajemen, langkah yang diambil sudah tertata dengan baik. Sementara dari sisi kepemimpinan, Risma mengambil langkah tegas untuk menghentikan penularan, seperti penutupan pasar tradisional saat ada pedagang yang terkonfirmasi positif agar masyarakat terbiasa disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Risma mengklaim kasus di Surabaya sudah membaik dan cenderung bisa dikendalikan. Indikatornya, penambahan kasus menurun dibandingkan dengan beberapa bulan lalu dan tingkat kesembuhan tinggi. Dalam beberapa minggu terakhir, jumlah kasus baru harian selalu lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang telah sembuh.
”Tes massal masih terus dilakukan untuk menemukan warga yang telah terpapar agar segera dirawat sekaligus memutus rantai penularan,” ujar Risma.
Data hingga Kamis (4/9/2020) menunjukkan kasus kumulatif di Surabaya mencapai 12.436 orang. Sebanyak 9.989 orang sembuh, 946 orang meninggal, dan 1.501 orang masih dirawat.
Meningkatkan disiplin
Risma menuturkan, pihaknya terus meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan 3M. Langkah yang dilakukan antara lain membentuk kampung tangguh, pasar tangguh, mal tangguh, dan tempat ibadah tangguh. Setiap pengurus diminta memastikan semua orang yang beraktivitas menerapkan protokol kesehatan.
”Kampanye 3M tak henti dilakukan, melalui sukarelawan dan saya sendiri turun langsung ke lapangan,” ujarnya.
Selain bertemu Risma, Moeldoko yang berada di Surabaya selama dua hari sejak Kamis (3/9/2020) juga bertemu dengan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan pimpinan media di Jatim. Selama berada di Surabaya, Moeldoko juga mengajak seniman ludruk Cak Kartolo (74) untuk menyosialisasikan protokol kesehatan, terutama wajib pakai masker.
Salah satu tugas Kantor Staf Presiden adalah membangun komunikasi dan mengelola isu strategis. Untuk itu Moeldoko mencoba mengangkat dari sisi budayawan sebagai upaya pendekatan untuk menyadarkan masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan, karena penyebaran virus korona belum bisa dikendalikan. ”Memakai masker menjadi sesuatu yang sangat penting dalam menjaga diri sendiri dan orang lain,” katanya.
Bahkan, dampak memakai masker bisa mengurangi perkembangan Covid-19, khususnya di Jatim. Di samping itu, menggunakan masker bisa menekan penyebaran Covid-19 hingga sebesar 60 persen. Untuk mengajak warga agar patuh terhadap protokol kesehatan, khusus di Surabaya, Moeldoko mengajak Cak Kartolo untuk menyosialisasikan penggunaan masker dalam rangka menekan penyebaran Covid-19.
Dalam pertemuan dengan pimpinan media, Moeldoko mendapat masukan tentang bantuan sosial yang begitu beragam dan disalurkan bagi banyak pihak, termasuk keluarga miskin, lanjut usia, pekerja dengan upah di bawah Rp 5 juta sebulan, serta masyarakat berpenghasilan rendah.
Berbagai insentif tujuannya agar roda perekonomian segera bergerak di tengah pandemi Covid-19. Dari semua penerima bantuan sosial, baik berupa uang maupun barang, ada kelompok yang juga kesulitan di tengah badai Covid-19, yakni tenaga honorer yang bekerja di kantor pemerintahan.
Kelompok tenaga honorer yang dikaryakan pemerintah daerah umumnya menerima honor di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK) setempat meski ada beberapa daerah seperti Kota Surabaya tenaga honorer menerima penghasilan sesuai UMK, yakni Rp 4,4 juta per bulan.