Kasus Covid-19 Terus Meningkat, Penyelenggaraan Acara Virtual Jadi Pilihan
Dengan semakin tingginya pertambahan kasus Covid-19 di Indonesia, penyelenggaraan acara virtual masih menjadi solusi terbaik.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara acara pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran atau MICE di dalam negeri menghadapi tantangan dalam mengaplikasikan adaptasi kebiasaan baru yang mengolaborasikan pertemuan fisik dan virtual. Dengan semakin tingginya pertambahan kasus Covid-19 di Indonesia, penyelenggaraan acara virtual masih menjadi solusi terbaik.
Penyelenggara ekshibisi dan acara profesional seperti PT Dyandra Promosindo baru-baru ini mengumumkan penundaan pelaksanaan acara bertema Dyandra New Adventure (DNA) yang semula dijadwalkan pada 2, 3, dan 4 Oktober 2020 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Empat acara terkait properti, furnitur, otomotif, dan musik menurut rencana akan digelar sekaligus dengan memenuhi protokol kesehatan.
Tren peningkatan kasus positif Covid-19 di DKI Jakarta dalam beberapa periode kebelakang, diikuti status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi yang diperpanjang oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi pertimbangan untuk menunda penyelenggaraan acara.
Menurut data Gugus Tugas Provinsi DKI Jakarta, penambahan kasus positif Covid-19 beberapa hari terakhir telah mencapai 1.000 per hari. Sampai Jumat (4/9/2020), jumlah kasus aktif Covid-19 di ibu kota Jakarta mencapai 10.084. Dari 7.491 orang yang dites PCR, 895 positif dan 6.596 negatif Covid-19.
”Mewakili Dyandra Promosindo, saya menyampaikan permintaan maaf dan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi para exhibitors, sponsor, partner, teman-teman media dan stakeholder lainnya yang telah mendukung penyelenggaraan DNA. Kita berharap dan berdoa bersama agar situasi membaik dan penyelenggaraan DNA dapat segera berjalan,” ujar Hendra Noor Saleh, Presiden Direktur Dyandra Promosindo.
Sebelumnya, Dyandra Promosindo mempromosikan konsep bisnis hibrida, sebagai strategi menekan penularan Covid-19. Praktik hibrida dilakukan seperti menggunakan sistem pembayaran nontunai dan Near Field Communications (NFC) untuk tiket masuk. Lalu, penyediaan e-directory atau e-catalogue serta menayangkan siaran langsung acara pameran dan konser yang sedang berlangsung.
Deputi Pengembangan Produk dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Rizki Handayani, saat dihubungi Kompas, Jumat (9/4/2020), mengatakan, pemulihan kesehatan tetap harus menjadi prioritas dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan massa.
Namun, aktivitas bisnis, kreatif, atau sosial yang biasanya melibatkan industri MICE tidak boleh menyerah dengan keadaan. Kendati tidak memberi keuntungan besar dan tidak memberi pengalaman lebih baik dari penyelenggaraan acara luar jaringan (offline), acara virtual atau dalam jaringan (daring/online) paling memungkinkan untuk dilakukan. Strategi ini juga menjadi peluang baru, khususnya bagi pelaku industri MICE.
”Aktivitas online penting untuk menunjukkan kepada pasar bahwa kita tetap ada dan bisa menyelenggarakan acara. Apalagi melalui online kita bisa mengundang lebih banyak orang,”tutur Rizki.
Adaptasi penyelenggaraan acara daring tersebut pada akhirnya akan menuntut kreativitas penyelenggara kegiatan MICE. Mereka harus bisa membuat konsep dan menyajikan konten digital yang menarik peserta acara. Untuk itu, pelaku industri MICE juga perlu mendapat pelatihan atau kolaborasi dengan talenta digital yang ada.
”Kami sudah melakukan pelatihan, tapi kami akan terus kembangkan pelatihannya. Pelaku industri MICE kita juga sudah mulai berkolaborasi dengan talenta digital, mulai dari perguruan tinggi hingga pengembang digital yang ada. Jadi, memang perlu kolaborasi,”katanya.
Panduan
Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenparekraf dan pemangku kepentingan lainnya, seperti pelaku industri dan asosiasi MICE, juga tengah menyiapkan panduan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan (cleanliness, health, safety, environment friendly/CHSE) pada penyelenggaraan MICE.
Menurut Rizki, panduan itu akan memberikan aturan mendetil mengenai standar penyelenggaraan MICE di luar jaringan (offline) di tengah situasi pandemi saat ini. Panduan tersebut akan dirilis minggu depan dan akan segera disosialisasikan ke 14 destinasi MICE di seluruh Indonesia.
Christina L Rudatin, Ketua Forum Studi MICE Indonesia, yang juga terlibat dalam perumusan pandemi tersebut, berharap panduan tersebut dapat disosialisasikan kepada pihak-pihak. Dengan adanya panduan standar, pelaku industri MICE diharapkan tidak gegabah dalam menginisiasi penyelenggaraan acara. Demikian juga dengan pemerintah daerah agar bisa menyesuaikan perizinan penyelenggaraan acara dengan situasi di daerahnya.
Untuk sampai ke sana, menurut dia, perlu ada bukti nyata atau praktik terbaik dari penyelenggaraan acara yang sesuai panduan dan tidak menambah buruk penyebaran Covid-19. Praktik itu bisa dimulai dengan mengadakan acara MICE di luar jaringan berskala kecil. Agar mudah, praktik itu bisa dicontohkan melalui kegiatan-kegiatan yang diadakan pemerintah.
”Penyelenggaraan acara yang sesuai panduan ini bisa dimotori acara pemerintahan dulu. Bisa dari pertemuan di hotel, lalu pameran kecil-kecilan. Kalau kita sudah terbiasa dengan pola itu dan ada buktinya, kita akan nyaman dengan cara tersebut,” katanya saat dihubungi terpisah.
Sementara itu, adaptasi penyelenggaraan MICE sesuai panduan standar juga harus tetap diawasi oleh satuan tugas (satgas) terlatih. Satgas tersebut, menurut dia, harus dilatih secara terstandar agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam menerapkan pola CHSE.