Investasi asing untuk industri hijau terus berkembang di Indonesia. Pemanfaatannya diharapkan berkontribusi menyejahterakan masyarakat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan industri bijih besi asal Australia, Fortescue Metals Group, berinvestasi untuk pengembangan industri hijau di Indonesia. Nilai investasi ditaksir mencapai 50 miliar dollar AS.
Penandatanganan akta perjanjian terkait dengan pengembangan industri hijau dilakukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan pendiri Fortescue Metals Group (FMG) Australia, Andrew Forrest, di Jakarta, Jumat (4/9/2020).
Selain itu, penandatanganan komitmen (letter of intent) antara FMG dengan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti guna mengurangi secara substansial kebocoran plastik laut ke perairan Indonesia.
Luhut mengemukakan, perjanjian itu menandai langkah penting pengembangan energi terbarukan untuk mendukung industri hijau yang memiliki nilai tambah. Sebagai dua negara dengan potensi mineral dan energi terbarukan yang cukup besar, Indonesia dan Australia dapat berkolaborasi dan menjadi pemain kunci energi terbarukan dan industri hijau di arena global.
Perjanjian itu bertujuan memberikan kerangka koordinasi melalui tim satuan tugas gabungan untuk memfasilitasi, mempercepat, dan menerapkan investasi FMG pada industri hijau berbasis pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) kapasitas 60 gigawatt (GW) dan energi terbarukan 25 GW dari tenaga panas bumi di seluruh Nusantara. ”Ini adalah investasi besar yang harus menciptakan dampak positif bagi Indonesia,” katanya.
Ia menilai, kolaborasi sangat penting di tengah pandemi Covid-19 yang mendatangkan malapetaka bagi kesehatan global dan ekonomi. Indonesia berkomitmen mengembangkan investasi di sektor ekonomi hijau sebagai alat untuk pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan teknologi, pelatihan dan transfer teknologi, pelestarian lingkungan, serta memastikan hak masyarakat untuk pembangunan sosial.
Industri Hilir
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Maritim dan Investasi Purbaya Yudhi Sadewa mengemukakan, pembangunan PLTA dan energi terbarukan itu akan diikuti dengan pembangunan industri hilir, seperti green steel, green amonia, green fertilizer, dan produksi hidrogen. Pengembangan industri diutamakan di Kalimantan Utara, Papua, dan Kalimantan Timur.
Purbaya menambahkan, proyek diperkirakan mulai berjalan pada 2022 atau 2023, dan FMG optimistis proyek itu dapat selesai dalam kurun 10 tahun. Nilai investasi proyek diperkirakan 50 miliar dollar AS. Komposisi pendanaan terbuka untuk kolaborasi FMG dengan Indonesia ialah 85 persen berbanding 15 persen. ”Strukturnya mungkin 85:15. Akan tetapi, FMG siap investasi seluruhnya,” ujarnya.
Pembangunan PLTA dan geotermal itu nantinya diperuntukkan bagi kebutuhan umum ataupun keperluan lain, termasuk industri hilir. Saat ini telah dibentuk satuan tugas untuk memastikan kelancaran proyek tersebut.
Pendiri Fortescue Metals Group, Andrew Forrest, mengemukakan, pembangunan industri hijau di Indonesia akan melalui beberapa tahap. Dalam tahapan itu, pihaknya berkomitmen membantu pemberdayaan ekonomi dan sumber daya manusia di Indonesia dengan memberikan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat setempat sehingga memiliki peningkatan keterampilan dan kemandirian untuk mengakses peluang kerja, bahkan menciptakan lapangan kerja.
”Masyarakat melakukan pelatihan sehingga lebih mandiri dan terampil. Ini juga terjadi di Australia, di mana masyarakat bisa memulai sendiri bisnisnya," kata Andrew.