Sektor pertanian tumbuh positif 2,19 persen secara tahunan pada triwulan II-2020. Kondisi sektor ini mesti dijaga agar pada triwulan III-2020 tidak berbalik menjadi negatif.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja positif sektor pertanian pada triwulan II-2020 tidak boleh membuat terlena. Tanpa perlindungan terhadap petani, sektor pertanian sebagai fondasi pertumbuhan perekonomian pada triwulan III-2020 dapat ikut terkontraksi.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sektor pertanian tumbuh 2,19 persen pada triwulan II-2020 secara tahunan. Kelompok pertanian tanaman pangan tumbuh 9,23 persen. Padahal, pada triwulan I-2020, pertumbuhan kelompok tersebut negatif 10,31 persen.
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, kinerja tersebut dipengaruhi pergeseran puncak panen raya yang pada 2019 di bulan Maret, sedangkan tahun ini pada April. ”Tidak ada yang istimewa dari kinerja sektor pertanian pada triwulan II-2020,” ujarnya dalam diskusi yang diadakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (2/9/2020).
Panen raya pada Maret 2019 sebanyak 9,17 juta ton gabah, lalu turun pada April 2019 menjadi 8,94 juta ton. Tahun ini, hasil panen pada Maret berkisar 6,27 juta ton dan memuncak menjadi 9,85 juta ton pada April.
Bustanul menambahkan, kinerja sektor pertanian sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2020 patut diwaspadai dan jangan sampai terkontraksi. Dia menilai, hingga kini, kebijakan pemerintah di sektor pertanian baru berorientasi pada menjaga daya beli petani.
Perlindungan terhadap kesehatan petani mesti diprioritaskan. Selain itu, akses keuangan bagi petani harus mudah dan sederhana, terutama terkait kredit usaha rakyat.
Agar sektor pertanian tidak terkontraksi pada triwulan III-2020, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi berpendapat, pola penyerapan dan penyaluran dengan siklus tertutup yang diterapkan di DKI Jakarta dinaikkan skalanya ke tingkat nasional. Pola ini menekankan kesepakatan harga yang sudah memasukkan margin keuntungan antara perusahaan dan kelompok produsen pangan ketika diserap pada saat panen. Jaminan pasokan juga diatur dalam kontrak yang sama.
Perlindungan terhadap kesehatan petani mesti diprioritaskan.
Menurut dia, pola ini dapat meningkatkan kesejahteraan produsen pangan lantaran ada kepastian harga dan penyerapan. Diharapkan, nilai tukar petani (NTP) dapat meningkat di kisaran 105-108. Selain itu, perusahaan juga bermitra dengan penggilingan setempat sehingga dapat memberikan dampak ganda.
Menurut data BPS, NTP pada Agustus 2020 sebesar 100,65 atau naik 0,56 persen dibandingkan dengan Juli 2020. NTP tanaman pangan pada Agustus 2020 sebesar 100,63 atau naik 0,45 persen dari Juli 2020.
Diskusi yang sama juga membahas buku berjudul Strategi Menguatkan Nilai Tukar Rupiah yang ditulis peneliti senior Indef, Didik J Rachbini.
Menurut dia, pemerintah seharusnya menomorsatukan pengendalian pandemi Covid-19 dan menyingkirkan hal lain. ”Pemerintah lebih memilih perekonomian dengan anggaran yang bersumber dari utang. Utang kian menggunung, tetapi kasus Covid-19 (di Indonesia) terus meningkat,” katanya.
Pemerintah seharusnya menomorsatukan pengendalian pandemi Covid-19 dan menyingkirkan hal lain.
Berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia, utang luar negeri Indonesia pada Juni 2020 sebesar 408,59 miliar dollar AS. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan Mei 2020 yang sebesar 403,87 miliar dollar AS dan posisi pada Juni 2019 yang senilai 388,97 miliar dollar AS.