Inovasi Pembiayaan Dukung Pembangunan Infrastruktur Daerah
Pembangunan infrastruktur guna mengungkit pemulihan ekonomi di masa pandemi perlu terus diupayakan. Inovasi pembiayaan pun harus dilakukan, salah satunya melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam situasi pandemi Covid-19, pembiayaan pembangunan infrastruktur daerah tidak dapat hanya mengandalkan anggaran daerah dan pusat yang direalokasi untuk penanganan pandemi. Kerja sama pemerintah dan badan usaha pun harus terus diupayakan sebagai inovasi dari skema pembiayaan infrastruktur daerah.
Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Keuangan Brahmantio Isdijoso, Rabu (2/9/2020), menyampaikan, selama ini pembiayaan proyek infrastruktur, baik di daerah maupun pusat, lebih banyak mengandalkan satu jenis sumber. Misalnya, rupiah murni, pinjaman, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), serta obligasi daerah.
Guna mengoptimalkan skema pembiayaan, dapat dilakukan kombinasi beberapa sumber pendanaan dalam satu proyek yang biasa disebut sebagai blended finance. Kombinasi pembiayaan ini kemudian dilakukan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
”Tentu dengan program pemulihan ekonomi nasional, skema KPBU dibuat lebih progresif. Tujuannya agar dapat lebih mengakomodasi kebutuhan pemerintah daerah dalam pembangunan infrastruktur sekaligus melaksanakan program pemulihan ekonomi nasional,” ujar Brahmantio.
Program pemulihan ekonomi nasional diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah. Pemerintah juga memberikan fasilitas pinjaman daerah yang dikelola Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan dilaksanakan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Paparan ini disampaikan dalam webinar talkshow ”Inovasi Pembiayaan Infrastruktur Daerah untuk Pemulihan Ekonomi”. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil,; Direktur Utama PT SMI Edwin Syahruzad, dan Direktur Utama PT Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) M Wahid Sutopo.
Namun, memang dalam implementasi skema KPBU, kata Brahmantio, masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi. Isu pembebasan lahan dinilai menjadi tantangan utama dan krusial dalam penyediaan layanan infrastruktur.
”Ada juga tantangan terkait kepastian pendapatan badan usaha, tujuan pengadaan proyek, serta sinkronisasi peraturan di pemerintah pusat dan daerah. Namun, ke depan alternatif pembiayaan ini bisa mendorong pemahaman mengenai perlunya inovasi pembiayaan sehingga tidak lagi mengandalkan anggaran daerah dan pusat yang terbatas,” ujar Brahmantio.
Tantangan penerapan skema KPBU dirasakan langsung oleh Ridwan Kamil. Menurut dia, proses KPBU antara pemerintah dan badan usaha biasanya memakan waktu panjang.
”Solusi yang saya lakukan untuk mempercepat KPBU, kepala daerah menugaskan kepada badan usaha milik daerah (BUMD). Setelah itu, BUMD yang akan melakukan business to business dengan badan usaha,” ujar Kamil.
Pemanfaatan
Salah satu pembangunan infrastruktur yang segera dilaksanakan, kata Kamil, adalah proyek pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legok Nangka di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Proyek pengelolaan sampah menjadi energi listrik ini dijalankan dengan skema KPBU.
Proyek di lahan seluas 90 hektar itu mendapat dana dukungan investasi dari swasta sekitar Rp 4 triliun. Adapun dana dukungan kelayakan (viability gap found/VGF) dari Kementerian Keuangan senilai Rp 1,7 triliun.
”Dukungan ini membuat proyek menjadi visible. Beban pemerintah daerah juga tidak menjadi berat. Skema VGF ini sangat saya apresiasi. Mudah-mudahan bisa hadir dengan skema yang sama di proyek lain,” ujar Kamil.
Dalam upaya memanfaatkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN), Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT SMI terkait Pinjaman PEN pada 27 Juli 2020. Kerja sama ini untuk kembali menggerakkan ekonomi dengan membangun infrastruktur lingkungan, perumahan masyarakat berpenghasilan rendah, infrastruktur logistik, dan infrastruktur sosial.
Total pinjaman yang diusulkan, ungkap Kamil, mencapai Rp 4 triliun. Pinjaman akan digunakan untuk melaksanakan 110 kegiatan pada 2020 dengan pinjaman Rp 1,9 triliun serta 73 kegiatan pada 2021 dengan pinjaman Rp 2,1 triliun.
”Secara teori, birokrasi bukan wilayah yang inovatif. Namun, di era Covid-19, kita butuh terobosan untuk membawa perubahan membangun Indonesia. Saya yakin, di mana ada inovasi, di situ ada percepatan dan harga yang paling mahal dari pemimpin daerah adalah political will,” kata Kamil.
Dukungan untuk pemda
Data PT SMI menunjukkan, sejak 2015 hingga Juli 2020, terdapat 23 pemerintah daerah yang memanfaatkan pinjaman dana dari PT SMI. Total pinjaman mencapai Rp 4,43 triliun.
Dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional, Edwin Syahruzad selaku Direktur Utama PT SMI menyampaikan, ada total Rp 27 triliun dukungan dana yang diberikan kepada pemda. Dana tersebut berasal dari realokasi APBN (Rp 10 triliun), PT SMI (Rp 5 triliun), hibah pariwisata (Rp 3,3 triliun), dan Cadangan Dana Alokasi Khusus Fisik (Rp 8,7 triliun).
”Pinjaman dana PEN daerah dapat dikombinasikan dengan sumber pembiayaan lain sehingga menumbuhkan blended finance. Kami berharap ada berbagai inovasi daerah dalam menata keuangan dan meningkatkan akses terhadap sumber pinjaman daerah yang pada akhirnya mempercepat ekonomi di daerah,” kata Edwin.
Pembangunan infrastruktur, kata M Wahid Sutopo, merupakan pembangunan jangka panjang yang bahkan bisa sampai 40 tahun. Untuk itu, perlu ada kepastian bagi badan usaha agar mau terlibat dalam proyek pembangunan daerah.
Sebagai pelaksana pemberi jaminan, PT PII menyediakan penjaminan, baik terhadap proyek KPBU maupun non-KPBU. Jaminan yang bertujuan meningkatkan kelayakan kredit proyek tersebut bermanfaat untuk memastikan transparansi proses serta risiko menjadi terkelola.