Penyaluran program Pemulihan Ekonomi Nasional dinilai belum optimal menyentuh sektor usaha. Terobosan perlu dilakukan untuk mendorong penyerapan dan mempercepat pemulihan dunia usaha.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah menjadi sektor usaha yang tergolong paling terpukul pandemi Covid-19. Di sisi lain, hingga Juni 2020, sebanyak 95 persen dari 850 perusahaan belum memperoleh insentif dari pemerintah. Oleh karena itu, penyaluran program Pemulihan Ekonomi Nasional perlu diperbaiki.
Demikian hasil survei Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerja sama dengan Bank Dunia terhadap 850 perusahaan pada periode Mei-Juni 2020, yang dipaparkan dalam seminar daring di Jakarta, Senin (1/9/2020).
Survei meliputi kategori usaha sektor manufaktur, jasa bernilai tambah tinggi (high value-added service), dan jasa bernilai tambah rendah (low value-added service). Survei itu juga mencakup perusahaan dengan klasifikasi usaha mikro dengan tenaga kerja berjumlah 5-19 orang, skala usaha menengah (20-99 orang), dan besar lebih dari 100 orang.
Private Sector Specialist Bank Dunia Aufa Doarest mengemukakan, hampir semua sektor usaha mengalami kemerosotan penjualan (86 persen), kecuali sektor usaha bidang informasi dan komunikasi. Penurunan penjualan terbesar, antara lain, ialah penjualan sepeda motor dan makanan minuman.
Persoalan lainnya adalah penurunan permintaan (81 persen), penurunan arus kas (77 persen), kesulitan membayar kredit (27 persen) dan utilitas (22 persen), serta mengalami kebangkrutan (9 persen). Perusahaan juga melakukan pengurangan tenaga kerja (64 persen).
”Dari berbagai skala usaha, yang mengalami dampak paling besar adalah UMKM. Sebagian UMKM mengalami kesulitan membayar gaji,” ujarnya.
Dari berbagai skala usaha, yang mengalami dampak paling besar adalah UMKM. Sebagian UMKM mengalami kesulitan membayar gaji.
Di tengah kesulitan itu, sekitar 790 perusahaan atau 93 persen mengaku tidak menerima bantuan ataupun insentif pemerintah. Sebagian perusahaan menyatakan tidak memperoleh informasi terkait dengan program bantuan pemerintah serta tidak mengetahui alasan tidak memperoleh bantuan. Adapun 7 persen perusahaan penerima bantuan mencakup usaha mikro (4,4 persen), usaha kecil dan menengah (2,4 persen), dan perusahaan besar (0,1 persen).
Sementara itu, sebanyak 81 perusahaan menyatakan kesulitan dalam membayar kebutuhan dalam kurun 6 bulan ke depan, antara lain biaya tenaga kerja, biaya material, pinjaman, utilitas dan sewa. Apabila perusahaan tidak memperoleh bantuan apa-apa, ada proyeksi perusahaan akan mengalami kesulitan membayar unsur biaya produksi yang terkait dengan operasional perusahaan.
”Pemerintah perlu meningkatkan efektivitas dan strategi komunikasi sehingga pelaku usaha mengetahui program bantuan pemerintah. Selain itu, kemudahan akses untuk memperoleh bantuan pemerintah,” kata Doarest.
Pemerintah perlu meningkatkan efektivitas dan strategi komunikasi sehingga pelaku usaha mengetahui program bantuan pemerintah. Selain itu, kemudahan akses untuk memperoleh bantuan pemerintah.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal Sektoral Titik Anas mengakui, masih sedikit pelaku usaha yang memanfaatkan insentif pemerintah. Sejak pandemi, kebijakan fiskal telah direvisi beberapa kali guna merespons kesulitan pemanfaatan insentif di lapangan.
Sosialisasi bantuan telah dilakukan di semua level usaha. ”Mungkin banyak yang belum tahu fasilitas (insentif) tersebut. Ini merupakan masukan bagi kami,” ujarnya.
Wakil Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional Rosan P Roeslani mengatakan, pandemi berdampak besar bagi UMKM. Sebanyak 50 persen dari 60 juta UMKM terdampak dan sebagian usaha sempat terhenti.
Sementara itu, implementasi stimulus pemerintah untuk sektor usaha masih rendah. Per 31 Agustus 2020, penyerapan insentif usaha baru 15,6 persen, padahal UMKM dan dunia usaha sangat membutuhkan insentif tersebut.
Jumlah penyaluran dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM sebesar Rp 47,44 trilun atau 38,4 persen dari pagu Rp 123,46 triliun. Adapun penyaluran PEN untuk pembiayaan korporasi senilai Rp 53,6 triliun belum terealisasi.
Rosan menilai, penyerapan insentif yang rendah disebabkan minimnya sosialisasi. Kebijakan pemerintah harus diikuti sosialisasi secara masif. Di sisi lain, tidak mudah memperoleh insentif karena rangkaian sistem persetujuan.
”Kalau penyerapan (insentif) rendah, ada hal yang perlu dikoreksi. Perlu penyempurnaan dari sistem persetujuan sehingga penyerapan lebih tinggi,” katanya.
Penyerapan insentif yang rendah disebabkan minimnya sosialisasi. Kebijakan pemerintah harus diikuti sosialisasi secara masif. Di sisi lain, tidak mudah memperoleh insentif karena rangkaian sistem persetujuan.
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Bambang Prijambodo mengemukakan, survei akan dilanjutkan hingga 2021 untuk mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor usaha secara menyeluruh. Selain itu, mendukung kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam program penanganan Covid-19.
Ia menyoroti hasil survei pada bulan Mei-Juni 2020 yang menunjukkan dampak Covid-19 terhadap operasional perusahaan, antara lain penurunan penjualan, arus kas terganggu, dan pemutusan hubungan kerja. Namun, sejalan dengan itu, perusahaan melakukan pembaruan untuk bertahan.