Jika Ketahanan Pangan Tak Bisa Ditingkatkan, Warga Miskin Bisa Bertambah
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan tingkat kemiskinan berpotensi naik bila ketahanan pangan di Indonesia tidak ditingkatkan.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
SEKRETARIAT WAPRES
Wakil Presiden Ma\'ruf Amin didampingi Kepala Sekretariat Wapres M Oemar menghadiri pembukaan Simposium Nasional yang diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis Ke-64 Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa (1/9/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah menaikkan jumlah warga miskin di Indonesia. Jika penanganan Covid-19 tidak berjalan sesuai dengan harapan, kondisi Indonesia bisa mundur seperti tahun 2011. Kondisi ini bisa diperburuk jika ketahanan pangan tidak ditingkatkan.
Saat pandemi Covid-19, jumlah warga miskin Indonesia per Maret 2020 sudah meningkat menjadi 26,42 juta orang atau 9,78 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini meningkat 1,6 juta dari angka kemiskinan September 2019, yakni 24,79 juta orang.
Jumlah warga miskin masih bisa naik menjadi 11,5 persen dari total penduduk pada akhir 2020 bila penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi tidak berjalan sesuai dengan harapan. Jumlah tersebut akan sama seperti jumlah warga miskin Indonesia pada 2011.
Warga miskin juga rentan pada ketersediaan dan harga bahan pangan pokok. Sebab, lebih dari 60 persen konsumsi rumah tangga miskin digunakan untuk membeli bahan makanan dan setidaknya 30 persen dari konsumsi itu untuk membeli beras.
Kompas/AGUS SUSANTO
Foto udara hamparan areal persawahan yang menghijau di Desa Cilalawi, Kecamatan Sukatani, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (25/7/2020).
Peningkatan harga beras sekecil apa pun akan berpengaruh pada konsumsi rumah tangga miskin. Karena itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga menyebutkan tingkat kemiskinan berpotensi naik bila ketahanan pangan di Indonesia tidak ditingkatkan.
Kewaspadaan pada jumlah warga miskin ini disampaikan Wapres Amin dalam sambutannya di pembukaan Simposium Nasional Kesehatan, Ketahanan Pangan, dan Kemiskinan dalam rangka Dies Natalis ke-64 Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa (1/9/2020). Dalam simposium yang diselenggarakan secara virtual ini, hadir pula Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Untuk mengatasi kemiskinan ini, beragam skema program perlindungan sosial dijalankan. Saat ini setidaknya terdapat Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Program Jaminan Kesehatan Nasional, bantuan langsung tunai dana desa, dan subsidi tagihan listrik, serta Banpres Produktif Usaha Mikro dan subsidi upah.
Cakupan penerima bantuannya pun diperluas. Bila sebelumnya bantuan diberikan untuk 25 persen rumah tangga dengan kondisi ekonomi sosial terbawah, kini penerima bantuan adalah 40 persen rumah tangga termiskin. Anggaran perlindungan sosial yang disiapkan untuk mengatasi Covid-19 tak kurang dari Rp 203,9 triliun.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga menyiapkan kartu untuk menerima bantuan sembako di e-Warung Kementerian Sosial di kompleks Kantor Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (26/8/2020).
”Anggaran bantuan sosial yang sangat besar ini diharapkan akan jauh berkurang setelah pandemi Covid-19 mereda. Pemerintah selanjutnya akan lebih menekankan pada program pemberdayaan dalam rangka menanggulangi kemiskinan,” tutur Wapres.
Terkait ketahanan pangan, Wapres juga menyebutkan pemerintah menyiapkan langkah-langkah seperti upaya intensifikasi, diversifikasi, penguatan Cadangan Beras Pemeritah Daerah (CBPD), serta membangun Lumbung Pangan Masyarakat (LPM).
Untuk intensifikasi pertanian, disiapkan program Panca Usaha Tani yang dilanjutkan dengan program Sapta Usaha Tani. Program pertama meliputi pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit tanaman, dan pengairan atau irigasi yang baik.
Adapun Sapta Usaha Tani meliputi pengolahan tanah yang baik, mekanisasi dan pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, pengolahan pasca panen dan pemasaran.
Kompas
Petani merontokkan padi dalam mesin penggilingan di Ciasem, Subang, Jawa Barat, Senin (23/9/2013). Jawa Barat diharapkan bisa mempertahankan sebagai lumbung beras nasional.
Untuk mengurangi ketergantungan pada konsumsi beras, kata Wapres, diperlukan kampanye penganekaragaman pangan. Banyak komoditas yang bisa menjadi sumber pangan pokok di Indonesia. Saat ini terdapat sekitar 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan yang tersebar di Tanah Air.
Untuk menambah luas lahan sawah dilakukan pengembangan pangan skala luas (food estate). Selain itu, pemerintah juga secara konsisten akan menjaga kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian khususnya pangan.
Adapun penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi secara umum tetap memprioritaskan upaya mengantisipasi Covid-19 dari sektor kesehatan. Pemerintah menganggap masalah kesehatan sebagai prioritas. Penuntasan penanganan Covid-19 adalah prasyarat meningkatkan keyakinan masyarakat.
”Tanpa ada keyakinan masyarakat bahwa pemerintah serius untuk memecahkan masalah pandemi Covid-19, akan terus terjadi semacam ketakutan untuk memulai kegiatan ekonomi termasuk untuk melakukan aktivitas belanja atau konsumsi,” tutur Wapres Amin.
Karena itu, disiapkan alokasi lebih dari Rp 87 triliun untuk belanja kesehatan dari total anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional senilai Rp 695,2 triliun tahun 2020. Tahun 2021, telah dianggarkan tidak kurang dari Rp 356,5 triliun untuk penanganan kesehatan, termasuk untuk pengadaan vaksin pencegahan Covid-19.
Tri Dharma
Rektor Unhas Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu mengakui pandemi akan berdampak buruk pada program-program pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Pandemi juga paling berdampak pada sektor kesehatan. Karena hal-hal ini, topik simposium sesuai dengan semangat Unhas untuk mengedepankan tridarma perguruan tinggi untuk aksi-aksi kemanusiaan.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas Aminuddin Syam menambahkan, dalam simposium yang diikuti tak kurang dari 315 peserta ini diharap kebijakan maupun kesiapan negara, baik pemerintah pusat maupun daerah terkait adaptasi kebiasaan baru serta kebijakan dan upaya pemerintah dalam menjamin ketersediaan pangan pada kelompok rentan bisa dibahas.
Selain itu, para peserta simposium diharapkan mampu merumuskan masukan untuk memutus penularan virus korona baru dan mendorong ketahanan pangan.