Daya Beli Masyarakat Tertekan, Indonesia Deflasi Lagi
Deflasi pada Juli-Agustus 2020 dinilai menggambarkan suplai yang cukup, tetapi sekaligus menunjukkan daya beli masyarakat yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Sejak awal tahun ini, inflasi ” hanya” 0,93 persen.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama dua bulan berturut-turut, laju indeks harga konsumen menurun atau deflasi, salah satunya pada komponen barang dengan harga bergejolak atau volatile food. Kondisi ini menggambarkan suplai yang cukup, tetapi daya beli masyarakat masih rendah.
Pada Agustus 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,05 persen secara bulanan. Sepanjang tahun kalender hingga Agustus 2020, inflasinya mencapai 0,93 persen.
Indeks harga konsumen juga mengalami deflasi pada Juli 2020, yakni sebesar 0,1 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. ”Ini merupakan deflasi kedua pada tahun 2020. Jika melihat tren di negara-negara lain, terjadi perlambatan inflasi, bahkan deflasi. Hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang menghantam sisi permintaan dan penawaran,” kata Kepala BPS Suhariyanto saat konferensi pers dalam jaringan, Selasa (1/9/2020).
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada bulan yang sama, inflasi pada Agustus 2020 mencapai 1,32 persen. Suhariyanto menyebutkan, angka ini merupakan capaian inflasi tahunan terendah sejak Mei 2000 yang senilai 1,2 persen.
Dari strukturnya, kelompok barang dengan harga bergejolak atau volatile food mengalami deflasi bulanan sebesar 1,44 persen pada Agustus 2020. Andil deflasinya mencapai 0,24 persen. Suhariyanto berpendapat, suplai barang cukup, tetapi daya beli masyarakat belum pulih.
Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok bahan makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi bulanan sebesar 0,86 persen pada Agustus 2020. Andil kelompok ini pada deflasi secara keseluruhan sebesar 0,22 persen.
Selain itu, kelompok transportasi juga mengalami deflasi sebesar 0,14 persen. Andilnya pada deflasi bulanan Agustus 2020 mencapai 0,02 persen. Komoditas yang dominan menyumbang deflasi ialah tarif angkutan udara.
Peternak tertekan
Daging ayam ras menjadi komoditas yang paling dominan menyumbang deflasi pada kelompok bahan makanan, minuman, dan tembakau. Andil deflasi daging ayam ras mencapai 0,09 persen. Telur ayam ras juga menyumbang deflasi dengan andil 0,01 persen.
Sementara itu, nilai tukar petani atau NTP peternakan pada Agustus 2020 juga merosot 1,31 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya menjadi 98,64. Indeks harga yang dibayarkan peternak menurun 0,08 persen, tetapi indeks harga yang diterima peternak anjlok 1,39 persen.
Karena ada pukulan pada peternak, Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) menggelar aksi damai, Selasa. Melalui siaran pers, Ketua PPRN Alvino Antonio menilai, pemerintah abai pada tekanan yang dialami peternak rakyat mandiri yang menjadi korban dari liarnya praktik bisnis pelaku usaha besar peternakan terintegrasi atau integrator yang perang harga antarkompetitor.
Selain itu, Alvino berpendapat, pemerintah lalai dalam mengatur keseimbangan permintaan dan penawaran daging ayam ras sehingga berimbas pada kerugian yang dialami peternak. Oleh sebab itu, PPRN menuntut pemerintah untuk menentukan penawaran dan permintaan serta memperkuat pengawasan terhadap persaingan usaha antarintegrator.
Sebagai upaya stabilisasi suplai dan harga ayam hidup di tingkat peternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Dirjen PKH Nomor 09246T/SE/PK/230./F/08/2020 tentang Pengurangan DOC FS Melalui Cutting Hatching Egg (HE) Umur 18 Hari, Penyesuaian Setting HE dan Afkir Dini PS Tahun 2020. Pemotongan HE umur 18 hari akan mengurangi suplai ayam umur sehari yang akan dipotong (DOC FS) pada September-Oktober 2020.