Untuk menjaga keterbukaan pasar di tengah pandemi, negara-negara yang hadir dalam pertemuan AEM bersepakat menghindari kebijakan yang bisa mengganggu arus perdagangan regional, seperti persoalan hambatan nontarif.
Oleh
Agnes Theodora/Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap negara tanpa terkecuali merasakan imbas pandemi Covid-19. Kendati demikian, perdagangan antarnegara tetap harus terbuka, khususnya untuk arus barang dan jasa yang esensial. Pembatasan aktivitas perdagangan harus dijalankan secara selektif, transparan, temporer, dan proporsional, tanpa mendisrupsi rantai pasok global dan regional.
Demikian benang merah dari hasil pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) dengan negara-negara mitra dialog yang digelar secara virtual pada 22-29 Agustus 2020. Selain 10 negara anggota ASEAN, rangkaian pertemuan juga diadakan dengan negara mitra lainnya, seperti China, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Kanada.
Direktur Perundingan ASEAN Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Antonius Yudi Triantoro, Senin (31/8/2020), mengatakan, akibat kondisi ekonomi yang terpuruk terimbas Covid-19, negara-negara memiliki kecenderungan menutup diri dari negara lain demi melindungi industri dan ekonominya masing-masing. Berbagai kebijakan untuk membatasi aktivitas perdagangan pun dibuat.
Di tengah kondisi seperti itu, perlu ada komitmen lintas negara bahwa saat ini hal paling krusial adalah menjamin keterbukaan pasar. ”Jika semua negara menurunkan aktivitas dagang dan menutup pintunya, rantai pasok regional maupun global pasti akan terganggu, terutama untuk ekonomi negara-negara ASEAN yang sudah sangat bergantung satu sama lain,” kata Yudi saat dihubungi di Jakarta.
Untuk menjaga keterbukaan pasar di tengah pandemi, negara-negara yang hadir dalam pertemuan AEM bersepakat menghindari kebijakan yang bisa mengganggu arus perdagangan regional, seperti persoalan hambatan nontarif.
Hal ini termuat dalam sejumlah kesimpulan resmi pertemuan, seperti dengan Korea Selatan (Konsultasi AEM-ROK Ke-17), Amerika Serikat (Konsultasi AEM-USTR), serta pertemuan East Asia Summit Economic Ministers’ Meeting (EAS-EMM Ke-8) dengan Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, AS, dan Rusia.
Untuk menjaga keterbukaan pasar di tengah pandemi, negara-negara yang hadir dalam pertemuan AEM bersepakat menghindari kebijakan yang bisa mengganggu arus perdagangan regional, seperti persoalan hambatan nontarif.
Dalam pertemuan-pertemuan itu, para menteri berkomitmen mengambil langkah kolektif dalam upaya mitigasi dampak Covid-19 terhadap ekonomi. Stabilitas keuangan dan makroekonomi perlu dipertahankan dengan cara menjaga perdagangan serta investasi tetap terbuka, khususnya terkait dengan barang-barang esensial seperti obat-obatan, persediaan medis, vaksin, dan pangan.
Para menteri sepakat untuk segera menangani persoalan hambatan nontarif yang tidak sejalan dengan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) demi menjaga kelancaran arus perdagangan barang dan jasa saat pandemi.
Yudi mengatakan, penyelesaian persoalan hambatan nontarif merupakan isu yang secara khusus diangkat oleh delegasi Indonesia. Pasar yang terbuka tidak cukup hanya ditunjukkan lewat tarif perdagangan yang rendah, tetapi juga kebijakan nontarif yang bisa mempermulus arus dagang dan investasi.
”Pemerintah mendapat masukan dari pelaku usaha swasta untuk mengangkat persoalan hambatan nontarif ini. Sebab, tidak ada gunanya pasar terbuka, tarif rendah, tapi kebijakan nontarif lainnya banyak hambatan,” kata Yudi.
Distribusi vaksin
Poin kesepakatan penting lainnya yang dicapai dalam pertemuan-pertemuan itu adalah kemitraan lintas negara dalam penanganan Covid-19, termasuk untuk urusan produksi dan distribusi vaksin.
Dalam pertemuan EAS-EMM dengan Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, AS, dan Rusia, para menteri bersepakat memunculkan sejumlah inisiatif program mitigasi dampak pandemi. Salah satu inisiatif itu ditujukan untuk menjamin distribusi vaksin secara aman, efektif, dan merata.
Menurut Staf Khusus Wakil Menteri Perdagangan Sioewardi Esiandy, penanganan pandemi dari sisi kesehatan harus teratasi terlebih dahulu sebelum membicarakan kemitraan dagang dan pemulihan ekonomi secara jangka panjang pasca Covid-19.
”Solidaritas ini penting agar tidak ada negara di ASEAN yang terpuruk karena Covid-19, baik dari aspek ekonomi maupun kesehatan,” katanya.
Solidaritas ini penting agar tidak ada negara di ASEAN yang terpuruk karena Covid-19, baik dari aspek ekonomi maupun kesehatan.
Adapun komitmen lain yang disampaikan para menteri adalah bersama-sama memajukan perekonomian di kawasan melalui pemanfaatan teknologi dan perdagangan digital, khususnya untuk memajukan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta kelompok rentan lainnya.
Pelaku industri di Indonesia belum mendapatkan manfaat optimal dari pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang sudah berjalan sejak diluncurkan pada 31 Desember 2015. Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono, Senin, mengatakan, pelaku industri bahan baku plastik dan turunannya di Indonesia tidak terlalu banyak mendapat manfaat dari MEA.
Negara tetangga Indonesia di ASEAN yang dinilai justru lebih banyak mendapat manfaat karena pasar Indonesia yang besar. ”Produk-produk kita jarang yang diekspor. Di sisi lain, kita banyak mengimpor,” ujarnya.
Fajar mencontohkan, impor bahan baku plastik berasal dari Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam. Impor kemasan setengah jadi dan kemasan jadi berasal dari Malaysia dan Thailand. Adapun impor produk jadi plastik dari Malaysia dan Filipina.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi S Lukman menuturkan, awalnya MEA memang sangat membantu. Tiap negara berusaha bekerja sama dan memiliki semangat menghilangkan hambatan perdagangan dan investasi.
”Namun, akhir-akhir ini spirit ASEAN mulai luntur. Setiap negara mengutamakan kepentingan dalam negeri, bahkan ada yang menerapkan tarif khusus untuk melindungi industri di dalam negeri,” katanya.