Ekosistem Agrobisnis Bisa Topang Pertumbuhan Ekonomi
Sektor pertanian tetap tumbuh positif ketika pertumbuhan ekonomi nasional terkontraksi 5,32 persen pada triwulan II-2020. Ekosistem agrobisnis berpotensi menopang pertumbuhan ekonomi asal ada stimulus yang tepat sasaran.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah kontraksi perekonomian akibat pandemi Covid-19, sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan beserta industri yang berkaitan mencatatkan kinerja positif. Oleh sebab itu, ekosistem agrobisnis ini berprospek menopang pertumbuhan ekonomi asalkan mendapatkan stimulus yang tepat sasaran.
Berdasarkan data yang dihimpun, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi menyebutkan, kontribusi sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan di hulu atau on-farm pada perekonomian nasional berkisar belasan persen.
”Namun, jika sektor di tataran hulu itu digabungkan dengan industri dan jasa yang bersangkutan dengan pertanian, kontribusinya dapat mencapai 40 persen. Paduan ini bisa disebut sebagai sistem dan usaha agrobisnis,” tuturnya saat dihubungi, Minggu (30/8/2020).
Data pertumbuhan ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor pertanian tumbuh 2,19 persen pada triwulan-II 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam struktur pertumbuhan domestik bruto triwulan-II 2020, sektor ini berkontribusi sebesar 15,46 persen.
Komoditas berbasis pertanian, baik bersifat mentah maupun olahan, masih menjadi salah satu unggulan ekspor nonmigas. Contohnya, kelompok produk lemak dan minyak hewani/nabati yang kontribusinya mencapai 12,43 persen dan menempati posisi kedua dalam 10 golongan barang utama. Kelompok ini didominasi oleh produk berbasis minyak kelapa sawit.
Bayu mengatakan, karakteristik pertumbuhan aktivitas ekonomi pertanian di lahan produksi berbeda dengan di industri dan jasa. Karakteristik lahan produksi cenderung stabil, sedangkan industri dan jasa pertanian berfluktuasi. Keduanya mesti dikembangkan sekaligus.
Kebijakan pengembangan lahan produksi, menurut Bayu, mesti bersifat intensifikasi, seperti penggunaan teknologi dan peningkatan produktivitas. ”Untuk industri dan jasa pertanian membutuhkan kebijakan makro yang terdiri dari infrastruktur, finansial, dan kemudahan investasi. Dengan demikian, industri dan jasa pertanian ini semakin berdaya saing dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Di tengah pandemi Covid-19, Wakil Ketua Umum Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Juan P Adoe menilai, saat ini menjadi momentum untuk substitusi impor, khususnya komoditas pertanian yang dapat diproduksi di dalam negeri. Optimalisasi momentum ini membutuhkan pendanaan dari perbankan dan pemerintah yang menyasar sektor hulu pertanian.
Selain itu, industri pengolahan juga membutuhkan insentif sebagai sumber pendanaan. Menurut dia, stimulus perpajakan tidak berdampak signifikan. Secara keseluruhan, insentif dari hulu ke hilir ini penting untuk memastikan ketersediaan pasokan di dalam negeri.
Dengan demikian, Juan menilai, Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya terhadap impor, salah satunya di ekosistem agrobisnis. Menurut dia, Indonesia tidak bisa mengandalkan impor secara terus-menerus karena tidak berdaya tahan ketika ada tekanan ekonomi secara global, seperti pandemi Covid-19 yang memukul logistik dan perdagangan dunia.
Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya terhadap impor, salah satunya di ekosistem agrobisnis.
Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja menilai, sektor pertanian dan pangan dapat menjadi motor perekonomian nasional di tengah pandemi Covid-19, salah satunya dengan meningkatkan bahan baku lokal di tingkat industri.
”Dalam hal ini, pemerintah pusat dan daerah mesti menjembatani antara petani dan industri di wilayah setempat. Tak hanya menyoal penyerapan, tetapi petani juga dibantu agar mampu memenuhi pasokan industri secara kontinu setiap bulannya,” tuturnya.
Agar dapat memenuhi kebutuhan industri, kelembagaan petani menjadi krusial agar dapat memproduksi secara efektif dan efisien. Menurut Guntur, saat ini organisasinya tengah menyimulasikan kelembagaan petani dengan lahan seluas 1.000 hektar di Sukabumi, Jawa Barat.
Tak hanya untuk kebutuhan industri, konsumsi pangan langsung oleh masyarakat juga mesti menjadi sorotan. Kebutuhan pasar domestik ini harus dipenuhi oleh produk-produk pertanian dan pangan dari dalam negeri.