UMKM Berpeluang Jadi Kekuatan Baru
Usaha mikro, kecil, dan menengah berpeluang menjadi kekuatan baru perekonomian di era digital. Namun, ada sejumlah tantangan yang perlu dituntaskan di tengah pandemi Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membawa perubahan pola belanja dan perilaku konsumen yang menjadi semakin digital. Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM berpeluang menjangkau pasar lebih luas dengan bertransformasi ke sistem pemasaran digital.
Pameran Karya Kreatif Indonesia ke-5 dinilai menjadi salah satu cara UMKM untuk memperkuat pasar secara digital. Pameran digelar secara virtual di tengah pandemi Covid-19 dengan menampilkan 377 produk UMKM. Produk ditampikan dalam katalog elektronik (e-katalog) produk UMKM binaan Bank Indonesia (BI).
Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, upaya memajukan UMKM sebagai kekuatan baru ekonomi Indonesia dinilai penting di tengah pandemi Covid-19. Penyelenggaraan Karya Kreatif Indonesia (KKI) dilaksanakan dengan konsep baru, yakni digelar secara berseri dengan melibatkan kementerian dan lembaga untuk beradaptasi dengan kondisi dan tantangan baru.
”KKI diselenggarakan tidak saja untuk mengangkat karya kreatif, tetapi juga perluasan akses UMKM terhadap pasar global dan pemanfaatan teknologi digital. UMKM adalah kekuatan baru perekonomian nasional di era digital,” katanya, dalam Pembukaan KKI 2020 Seri I ”Mendorong UMKM Sebagai Kekuatan Baru Perekonomian Nasional di Era Digital”, secara virtual, Jumat (28/8/2020).
Kunci untuk mendorong UMKM sebagai kekuatan baru perekonomian nasional di era digital, antara lain, adalah kreativitas, digitalisasi, dan sinergi untuk memajukan UMKM. Kreativitas menjadi kunci meningkatkan nilai tambah. Sementara itu, digitalisasi sistem pembayaran terus dilakukan dengan mengintegrasikan ekonomi dan keuangan digital.
Saat ini, terdata 4,3 juta pelaku UMKM sudah tersambung ke akses pembayaran digital (QR) dan diangkat ke platform digital. Upaya pemasaran digital, lanjut Perry, tidak harus melalui platform e-dagang. Pemasaran digital bisa dilakukan melalui media sosial, seperti Instagram dan Youtube, sehingga konsumen bisa langsung memesan ke masing-masing UMKM.
”Beberapa UMKM yang kami masukkan ke platform e-commerce besar desainnya kemudian didigitalisasi dan menjadi produksi massal. Akibatnya, nilai tambah berkurang,” katanya.
Baca juga: UMKM Terpukul Dampak Pandemi
Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia Budi Hanoto mengemukakan, produk UMKM yang ditampilkan dalam ajang pameran KKI telah mengalami lompatan perbaikan kualitas. Dari temu bisnis hingga akhir Juli 2020, sebanyak 328 UMKM telah menghasilkan kesepakatan bisnis dengan mitra bisnis senilai Rp 113,2 miliar atau meningkat 54 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Hingga Agustus 2020, Bank Indonesia telah memiliki 960 UMKM binaan dan mitra yang tersebar di 46 kantor perwakilan BI atau meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya 898 UMKM binaan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio mengemukakan, era digital terakselerasi sangat cepat di tengah pandemi Covid-19. Hal ini menjadi momentum bagi pelaku industri kreatif agar bisa mengakses digital, antara lain dengan memanfaatkan platform e-dagang. Sejak diluncurkannya gerakan nasional ”Bangga Buatan Indonesia” pada Mei 2020, terdapat penambahan 1,6 juta UMKM yang masuk ke platform digital.
Meski demikian, ada beberapa tantangan UMKM dan sektor ekonomi kreatif untuk masuk pasar global, antara lain terkait logistik, kendala pengurusan dokumen dan administrasi, serta tingginya biaya ekspor. Pelaku ekonomi kreatif yang didominasi UMKM tidak paham mekanisme ekspor, serta produknya bukan produk massal.
Kendala lain, pelaku UMKM kesulitan memperoleh informasi pasar terkait pasar yang berpotensi untuk ekspor serta masih kurangnya platform e-dagang untuk ekspor. Di sisi lain, terdapatnya kesulitan modal dan distribusi bahan baku, khususnya komponen bahan baku impor, di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Pandemi Percepat Transformasi Digital UMKM
Untuk menjawab tantangan pasar, pihaknya mengikutsertakan UMKM terpilih untuk promosi secara daring di luar negeri melalui kantor perwakilan RI di luar negeri. Selain itu, pihaknya mengajak pemilik jenama untuk melakukan transformasi penjualan digital melalui kerja sama dengan pengelola platform e-dagang dalam dan luar negeri.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menambahkan, pandemi Covid-19 memunculkan dampak cukup besar terhadap UMKM, baik dari sisi suplai maupun permintaan. Kondisi itu bertolak belakang dengan krisis finansial tahun 1998 saat UMKM tampil sebagai penyelamat ekonomi ketika banyak usaha besar berguguran. ”Saat pandemi Covid-19, UMKM justru paling terdampak, baik dari sisi suplai dan permintaan,” katanya.
Meski bisnis terpukul, sejumlah pelaku UMKM bisa bertahan dan tumbuh, antara lain UMKM yang mampu berinovasi dan beradaptasi sesuai kondisi pasar, seperti dengan cara masuk ke pasar e-dagang. Hingga saat ini, jumlah UMKM yang masuk lewat e-dagang baru 8 juta atau 13 persen dari total UMKM.
Sebanyak 97 persen dari total pelaku usaha di Tanah Air merupakan koperasi dan UMKM yang menyerap 97 persen tenaga kerja dan berkontribusi hingga 60 persen terhadap produk domestik bruto. Namun, kontribusi ekspor nonmigas dari sektor ini masih 14,7 persen. ”Ini tantangan kita untuk meningkatkan ekspor ke depan, terutama ekspor produk pakaian, makanan, dan kerajinan,” katanya.
Terkait pembiayaan, pemerintah telah menggulirkan program pemulihan ekonomi nasional (PEN), restrukturisasi pinjaman, subsidi kredit, subsidi pajak, dan pinjaman baru yang lebih murah. Adapun untuk UMKM ultramikro yang belum terhubung ke lembaga pembiayaan (unbankable), pemerintah meluncurkan Bantuan Presiden Produktif usaha mikro untuk 123 juta pelaku usaha mikro dengan hibah 2,4 juta rupiah.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Kembali Kredit Lunak untuk Pelaku Usaha Mikro
”Bantuan presiden itu diharapkan, selain membantu UMKM yang modalnya tergerus untuk konsumsi, kita juga ingin juga semua UMKM terhubung ke lembaga pembiayaan dan terintegrasi dengan sistem keuangan inklusif,” kata Teten.
Dari sisi permintaan yang turun, pemerintah berupaya membantu pemasaran produk koperasi dan UMKM dengan pasar terbesar pos belanja pemerintah, lembaga pemerintah, serta BUMN. Untuk memudahkan pengadaan barang dan jasa agar bisa menyerap produk UMKM, pemerintah membuat e-katalog di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Sehari sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai, dana Bantuan Presiden Produktif UMKM untuk 12 juta UMKM dengan total anggaran Rp 22 triliun atau senilai Rp 2,4 juta per UMKM dinilai sulit efektif untuk mendorong modal kerja. ”Dana tersebut dikhawatirkan habis sekali pakai dan tidak bisa diputar lagi,” katanya.
Tantangannya, tidak mudah usaha baru muncul di tengah pandemi, apalagi pasar turun untuk beberapa jenis komoditas. Sementara itu, kredit bermasalah (NPL) UMKM saat ini cenderung meningkat, terutama usaha kecil, yakni dari 3,97 pada September 2019 menjadi 4,27 pada Mei 2020.