Prinsip Baik ”Deddy Bike”
Deddy menjadi teman diskusi bagi banyak pesepeda di Bandung, Jawa Barat. Bengkel perakitan sepedanya laris manis. Namun, bagi dia, hidup tak sekadar mencari untung.
Jauh sebelum pandemi Covid-19, nama Dede Gumilar (44) atau biasa disapa Deddy sudah tenar di kalangan pesepeda. Kemampuannya merakit sepeda membuat pesepeda kepincut. Tidak sedikit pesepeda mancanegara, yang kebetulan gowes di Bandung, ingin merasakan kemampuan Deddy.
Jumat (10/7/2020), suasana di bengkel sepeda milik Deddy ramai seperti biasanya. Bengkel yang berada tepat di pinggir Jalan Naripan, Kota Bandung, Jawa Barat, itu nyaris tidak pernah sepi.
Akan tetapi, semuanya tidak membuat Deddy mengendurkan konsentrasi di bengkel berukuran sekitar 3 meter x 6 meter itu. Tangannya cekatan menyetel kabel rem salah satu sepeda bertipe roadbike. Sesekali ia mengayuhkan pedal untuk memastikan sistem pengereman berjalan dengan baik.
Semuanya dilakukan berulang kali. Deddy inginkan kesempurnaan. Sepeda berbobot ringan, tetapi berharga ratusan juta rupiah itu bisa digenjot dengan mudah hingga kecepatan 70 kilometer per jam oleh ahlinya. Hal itu membuat sistem pengereman menjadi sangat vital dan mesti disetel dengan baik.
Belum usai satu sepeda, seorang pelanggan baru tiba di bengkelnya. ”Kang, sepertinya saya mau mengganti part (komponen sepeda). Teman-teman saya sudah banyak melakukannya,” kata pelanggan itu sembari menyebut salah satu merek komponen ternama.
Deddy bisa saja untung dengan memenuhi permintaan penggantian komponen. Namun, jawaban dia mengejutkan. Setelah melihat kondisi groupset lawas milik konsumen barunya itu, Deddy mengatakan, komponen lama sebaiknya tidak usah diganti dulu. ”Tunggu nanti saja, Kang. Sekarang harga naik. Apalagi groupset-nya yang ada saat ini masih bagus,” kata Deddy.
Mendengar penjelasan tersebut, sang konsumen mengurungkan niat untuk mengganti komponen. Artinya, potensi pemasukan yang bakal diterima Deddy jadi hilang. Namun, dia yakin, pendapat yang obyektif membuat dirinya tidak pernah kehilangan penghasilan dan pelanggan. Bagi Deddy, lebih baik memberikan informasi apa adanya ketimbang sekadar memikirkan untung dari penjualan suku cadang.
”Ada saja yang menanyakan onderdil terbaru. Namun, saya selalu memberi saran (ke konsumen untuk) memilih suku cadang yang bisa di-upgrade (dikembangkan) sesuai kebutuhan. Kadang komponen yang mahal belum tentu dibutuhkan,” ujarnya.
Kepercayaan
Seluk-beluk sepeda dia tekuni sejak tahun 2001. Sempat terpuruk akibat krisis moneter, sepeda membawanya bangkit lagi. ”Saya tidak melanjutkan pekerjaan di pabrik tekstil di Cimahi. Ongkos (pergi-pulang) dari rumah di Bandung ke Cimahi lebih besar dari gaji saya. Daripada rugi, saya memilih keluar,” ujarnya.
Ketika tidak lagi bekerja, salah satu sahabat mengajak Deddy membuka bengkel sepeda di Jalan Veteran, Bandung. Minim pengalaman, dia belajar merakit dan memperbaiki sepeda. Baru pada tahun 2006, dia percaya diri untuk membuka usaha perakitan sepeda sendiri di kawasan Antapani. Di Bandung, banyak pesepeda yang ingin tampil beda dengan merakit sendiri sepedanya.
Baca juga : Menang dengan Bakcang
Akan tetapi, tidak semua usahanya berjalan mulus. Belum setahun berjalan, dia merugi. Konsumennya sedikit. Namanya belum terlalu dikenal. ”Beberapa alat bengkel sempat saya jual untuk membayar angsuran bank. Sempat ingin menyerah, tetapi saya tetap bertahan karena yakin masih ada peluang,” ujarnya.
Harapan itu pun terjawab lewat sepeda lowrider yang digemari antara akhir tahun 2006 dan tahun 2009. Tren ini berkembang di Amerika Serikat tahun 1960-an. Rangkanya besar dan panjang mirip dengan rangka sepeda motor besar. Bentuknya ceper dengan ban yang kadang jauh lebih besar dari sepeda motor sekalipun. Deddy kembali belajar dan perlahan piawai membuat sepeda jenis ini.
”Saya sempat mendapat pesanan memasang 288 pasang jari-jari sepeda. Kerja semalam suntuk sampai tangan kebas. Tapi, tidak apa. Lihat hasilnya, saya senang, pelanggan juga sama (senang),” ujarnya.
Pada tahun 2007, Deddy memindahkan bengkelnya ke Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung. Posisi yang strategis semakin menarik minat lebih banyak pelanggan. Dari bengkel ini, Deddy mulai menjalin banyak relasi dengan pelanggan dan rekan-rekan sesama penggiat serta perakit sepeda. Dia kian banyak belajar tentang tren sepeda.
Ketekunan itu berbuah manis. Tidak hanya sepeda asal pakai, sejak tahun 2017 Deddy dipercaya menyetel sepeda dalam beberapa pertandingan balap sepeda gunung profesional yang digelar di wilayah Bandung Raya. ”Saya beberapa kali ikut andil di perlombaan downhill dan enduro yang digelar di Kota Bandung. Saya jadi lebih sering mendukung pebalap sepeda di lomba-lomba kategori itu, seperti service (layanan perbaikan) gratis dan hal yang lain berkaitan dengan sepeda” ujarnya.
Oleh karena percaya, rekan-rekannya kerap merekomendasikan Deddy ke pegiat sepeda dari luar negeri ketika mereka bersepeda di Bandung. Mereka antara lain dari Singapura, India, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Baca juga : Membawa Rendang "Terbang" dari Magelang
Terhadap konsumen asal luar negeri pun Deddy tetap memberikan jasa konsultasi tentang suku cadang sepeda yang cocok dan mendiskusikan setelan sepeda terbaik tanpa memikirkan keuntungan semata.
”Kalau mau cari untung, mah, gampang. Cari kepercayaan orang yang susah. Saya juga tidak ikut komunitas mana pun, independen, karena saya ingin berbagi dengan semua orang,” ujar Deddy yang pada 2012 pindah bengkel ke Jalan Naripan, mendekati pusat kota Bandung.
Teman diskusi
Benih yang ia tanam berbuah lebat saat pandemi Covid-19 saat ini. Kini dalam sehari dia bisa menerima pesanan merakit lebih dari 10 unit sepeda, naik tiga kali lipat dari sebelumnya. Biayanya antara Rp 100.000 dan Rp 250.000 per sepeda.
”Terkadang saya bekerja sampai pukul 12 malam. Memang melelahkan, tetapi kami juga tetap bersyukur karena masih tetap diberi rezeki. Malah semakin banyak orang yang berbagi cerita, banyak silaturahmi,” ujarnya.
Di sela kegiatan di bengkel, Deddy tetap membuka ruang diskusi di media sosial. Dia kerap menerima pesan terkait setelan sepeda dan suku cadang yang cocok digunakan sesuai keperluan masing-masing. Deddy tidak mau pelit dan tetap menjawab satu per satu meski tidak mengenal siapa yang bertanya.
”Saya tetap mengingatkan mereka untuk bersepeda dengan bijak. Jangan hanya tergiur orang lain karena belum tentu berguna. Kadang bisa lebih dari 10 orang sehari yang bertanya terkait sepeda di akun Instagram @deddy_bike. Ini mau dibalas dulu satu per satu,” ujarnya sambil menunjukkan ponsel pintarnya.
Bersepeda tanpa gengsi itu jauh lebih baik daripada berusaha keras membandingkan diri dengan orang lain.
Menurut Deddy, bersepeda itu seharusnya membuat orang-orang sehat dan bahagia, bukan mendapat kesulitan keuangan karena justru ada pengeluaran tambahan yang tidak perlu. Baginya, bersepeda tanpa gengsi itu jauh lebih baik daripada berusaha keras membandingkan diri dengan orang lain.