Sektor pertanian yang kuat dan andal bisa menjadi modal bagi sebuah negara untuk menjelma menjadi negara maju. Sayangnya, perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian dinilai kian surut di masa pasca-Reformasi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara yang kuat secara ekonomi ditopang sektor pertanian yang kuat dan andal. Indonesia dinilai perlu meletakkan sektor pertanian sebagai sektor penting untuk menggerakkan perekonomian nasional. Apalagi, laju pertumbuhan penduduk menuntut kecukupan ketersediaan pangan.
Hal itu mengemuka dalam peluncuran buku secara daring berjudul Mozaik Pemikiran Perhepi Menuju Pertanian Masa Depan, Sabtu (29/8/2020). Buku yang diterbitkan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) itu berisi pemikiran sejumlah pakar di bidang pertanian. Menurut rencana, buku itu akan diserahkan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan di sektor pertanian.
Dalam pidato sambutannya, Ketua Umum Perhepi Hermanto Siregar menyatakan, ada lima tren utama yang memengaruhi tatanan global dunia. Kelima tren tersebut terkait langsung dengan sektor pertanian. Kelima hal itu adalah populasi penduduk yang terus bertambah, perubahan iklim, pandemi Covid-19, Revolusi Industri 4.0, serta risiko ekonomi.
Menurut Hermanto, penambahan jumlah penduduk menuntut ketersediaan pangan dalam jumlah cukup. Sementara faktor perubahan iklim menyebabkan risiko gangguan terhadap produksi pangan. Adapun pandemi Covid-19 mengubah orientasi kebijakan perdagangan global karena setiap negara mengutamakan kebutuhan dalam negeri ketimbang mengekspor.
”Dalam situasi krisis sebagai akibat risiko ekonomi diperlukan sebuah transformasi untuk memperkuat fundamental ekonomi. Posisi pertanian yang cenderung diabaikan selama ini layak untuk diperjuangkan kembali. Industri manufaktur yang diharapkan menjadi penggerak utama ekonomi di Indonesia pertumbuhannya tidak lebih tinggi dari sektor pertanian. Coba tengok sejumlah negara maju yang perekonomiannya kuat karena ditopang oleh pertanian yang andal,” papar Hermanto.
Penambahan jumlah penduduk menuntut ketersediaan pangan dalam jumlah cukup.
Di bidang teknologi pertanian, lanjut Hermanto, ada kesenjangan lebar antara industri pertanian berskala besar dan bermodal tinggi dengan industri pertanian berskala lebih kecil. Menurut dia, perusahaan-perusahaan besar telah memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan peralatan mutakhir. Kesenjangan ini yang harus dicari jalan keluarnya.
”Perusahaan besar sudah memanfaatkan mahadata di sektor pertanian, termasuk pemakaian drone (pesawat tanpa awak),” kata Hermanto.
Wakil Menteri Pertanian 2010-2011 sekaligus Ketua Dewan Penasihat Perhepi Bayu Krisnamurthi menambahkan, pertanian di Indonesia memiliki sejarah yang amat panjang. Bukti arkeologi menunjukkan, alat-alat pertanian yang ditemukan di Indonesia berusia usia 5.000 tahun. Perguruan tinggi pertanian pertama di Indonesia berdiri sejak 80 tahun lalu.
”Sektor pertanian kita memiliki sejarah teramat panjang. Ibarat kapal, ia adalah kapal tanker yang besar. Untuk berbelok (berubah), tak bisa dilakukan dengan mendadak, tetapi harus secara perlahan,” ujar Bayu.
Meski demikian, menurut Bayu, masa depan pertanian Indonesia harus segera diciptakan di tengah minat generasi muda menjadi petani yang kian rendah. Selain itu, Indonesia menghadapi masalah sumber daya lahan pertanian yang menyusut. Salah satu solusinya adalah menggalakkan urban farming.
Masa depan pertanian Indonesia harus segera diciptakan di tengah minat generasi muda menjadi petani yang kian rendah.
”Buku ini memberikan ide dan sumbangsih pemikiran menarik yang dapat menjawab berbagai masalah di dunia pertanian kita. Bagaimana menciptakan pertanian di masa depan di tengah situasi sekarang ini. Hal ini menjadi tantangan yang besar,” kata Bayu.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) Suryani Sidik Motik, sebagai penanggap isi buku, menyatakan, ada perubahan kebijakan bidang pertanian di era Orde Baru dan pasca-Reformasi di Indonesia. Menurut dia, Orde Baru sangat memperhatikan dan memperkuat sektor pertanian di dalam negeri. Di masa setelah era Reformasi, sektor pertanian mulai terabaikan.
”Secara politik anggaran, Orde Baru lebih besar perhatiannya ketimbang di masa pasca-Reformasi. Di masa sekarang, setiap ganti menteri, kebijakan pertaniannya juga pasti berubah,” ujar Suryani.
Suryani berharap para pakar pertanian turut memperhatikan kebijakan politik pemerintah di sektor pertanian, terutama politik anggaran. Perhatian pemerintah terhadap pengembangan dan penelitian di sektor pertanian harus terus ditingkatkan. Begitu pula dukungan terhadap industri pendukungnya.