Jejaring diaspora bisa dimanfaatkan untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah memperluas pasar.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah selama ini menghadapi berbagai tantangan, terutama dampak dari pandemi Covid-19. Berbagai upaya dilakukan untuk mendukung mereka agar mampu bertahan, bahkan terus tumbuh.
Jejaring diaspora Indonesia, misalnya, dinilai potensial dimanfaatkan untuk mendukung penggarapan pasar ekspor di beberapa negara tujuan. Digitalisasi dapat digunakan untuk membantu memberikan solusi berbagai permasalahan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Menurut saya, kita memang harus terus memperluas networking (jejaring) diaspora yang selama ini belum terlalu diketahui,” kata Senior Partner ARRBEY Glenn Sompie pada Zoom Business & Innovation Talk bertema ”Re-Booting”. Acara digelar Learn Business Anywhere bekerja sama dengan Sekolah Ekspor dan ARRBEY, Sabtu (29/8/2020).
Glenn menuturkan, sebenarnya banyak diaspora Indonesia yang memiliki toko di berbagai belahan dunia. Apabila mampu mengoptimalkan potensi itu, pelaku usaha di Indonesia tinggal mengisi toko-toko tersebut.
Terkait dengan hal tersebut, peserta dalam ekosistem di Sekolah Ekspor diajak saling berbagi seandainya mempunyai informasi jejaring diaspora yang potensial. Basis data diaspora Indonesia harus dikumpulkan dan dipetakan, termasuk untuk mendeteksi mereka yang berpotensi dapat membantu memasarkan produk UMKM.
Kepala Sekolah Ekspor Handito Joewono mengatakan, perlu kolaborasi untuk menggarap potensi bisnis di berbagai tempat di dunia. Perwakilan Indonesia di negara lain, misalnya, dapat membantu memfasilitasi pelaku usaha Indonesia yang ingin membuka toko di negara tersebut.
”Kami sudah melakukan dengan beberapa kedutaan maupun atase Indonesia di luar negeri. Mau membuka toko di luar negeri, izinnya tidak sama dengan kalau sekadar mengekspor barang ke sana. Proses itu perlu pendekatan,” kata Handito.
Perlu kolaborasi untuk menggarap potensi bisnis di berbagai tempat di dunia.
Solusi digital
Secara terpisah, CEO Catapa Stefanie Suanita menyatakan telah mempelajari bahwa solusi penggajian berbasis teknologi merupakan salah satu kebutuhan perusahaan di Indonesia.
Selama ini tidak semua orang paham mengenai seluk-beluk penggajian karena di dalamnya banyak komponen aturan pemerintah seperti BPJS Ketenagakerjaan, PPh 21, aturan cuti serta lembur, dan lainnya. Selain itu, masih banyak proses manual yang menyita banyak waktu dan memiliki potensi kesalahan manusia yang tinggi.
Sering kali ada ketergantungan pada seseorang untuk mengeksekusi sistem penggajian. Kondisi ini memungkinkan perusahaan kelabakan ketika orang yang mengetahui skema dan nilai gaji tersebut mengundurkan diri.
”Kami ingin mengisi gap yang ada sehingga semoga Catapa bisa menjadi sebuah solusi,” kata Stefanie pada program Pahlawan Digital UKM bertajuk ”Solusi Digital Bantu UMKM” yang ditayangkan langsung di akun Youtube Kementerian Koperasi dan UKM, Sabtu (29/8/2020).
Sementara CEO Justika Melvin Sumapung menuturkan, Justika menyediakan cara yang ramah, mudah, dan efisien untuk mengakses layanan legal melalui teknologi.
Seandainya kasusnya berlanjut, dia tinggal balik lagi ke laman, dapat melihat histori percakapan, dan diberikan layanan-layanan lebih lanjut yang dibutuhkan
”Di pandemi ini kami kemarin kebetulan mendapat kesempatan luar biasa untuk memberikan konsultasi hukum gratis ke UKM-UKM. Paling banyak itu, pertama, masalah utang-piutang karena arus kas terganggu. Kedua, masalah bisnis, misalnya perjanjian-perjanjian dengan vendor. Dan ketiga, masalah ketenagakerjaan,” ujar Melvin. (CAS)