Sibuk Utak-atik Organisasi, Penanganan Covid-19 Tak Optimal
Sepanjang cara mengatasi pandemi Covid-19 tidak berubah, perekonomian dinilai akan semakin sulit pulih. Pengendalian virus mesti jadi prioritas utama.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai terlalu sibuk mengotak-atik struktur organisasi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional atau Komite PC-PEN ketimbang mengatasi masalah kesehatan. Akibatnya, problem kesehatan kasus tak segera teratasi, perekonomian pun sulit untuk pulih lagi.
Dalam rapat pleno Komite PC-PEN, Rabu (26/8/2020), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan akan mengubah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite PC-PEN. Perubahan pertama terkait dengan struktur organisasi dan susunan keanggotaan.
Perubahan Perpres No 82/2020 menyangkut penyederhanaan hierarki dan alur pelaksanaan tugas komite. Nanti hanya ada dua tingkatan, yaitu perumusan kebijakan dan pelaksanaan program. Tingkat perumusan kebijakan diketuai Menko Perekonomian dengan tujuh wakil ketua. Sementara pelaksanaan program meliputi tim pelaksana yang mengoordinasikan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dan satuan tugas pemulihan ekonomi nasional.
Semua kebijakan dan program hanya akan dibahas dan diputuskan di tingkat ketua dan wakil ketua komite, sementara tim pelaksana fokus menangani operasional.
Rencana itu menuai pro dan kontra. Sejumlah pihak menilai pemerintah terlalu sibuk mengotak-atik struktur organisasi dan urusan birokrasi. Padahal, faktanya tren kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat dari hari ke hari, bahkan muncul kluster-kluster penyebaran baru.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, menilai, kinerja komite PC-PEN senyap setelah dibentuk. Anggota komite dan pemerintah sibuk membenahi organisasi di tengah peningkatan kasus Covid-19 dan pemburukan kondisi ekonomi.
”Sekarang anggota komite mayoritas dari (latar belakang) ekonomi, peran kesehatan semakin dieliminir,” kata Faisal dalam diskusi tentang bagaimana meminimalisasi kerusakan ekonomi akibat pandemi dan membangkitkan perekonomian nasional, Kamis (27/8/2020).
Kendalikan virus
Pencegahan dan pengendalian pandemi seharusnya menjadi prioritas. Banyak negara membuka kegiatan ekonomi setelah tren kasus Covid-19 menurun. Kondisi berbeda terjadi di Indonesia, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi mengedepankan prinsip gas dan rem.
Menurut Faisal, pemerintah idealnya mengendalikan virus terlebih dulu melalui intervensi sosial. Setelah itu, ekonomi akan secara otomatis naik kembali. Sepanjang cara mengatasi pandemi tidak berubah seperti saat ini, perekonomian akan semakin sulit dan lama untuk pulih.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup periode 1978-1993 Emil Salim menuturkan, orientasi penanganan Covid-19 harus jangka panjang. Semakin lamban penanganan Covid-19, target pembangunan nasional akan terganggu.
Pemerintah harus mengambil langkah cepat dan tepat. Pengembangan vaksin dilakukan sembari mencegah dan mengendalikan virus. Jalan keluar agar Indonesia mampu menyelamatkan perekonomian dan target pembangunan adalah melakukan tes Covid-19 sebanyak mungkin dan menjamin pemerataan layanan dasar.
Emil menuturkan, perilaku penduduk berubah semasa pandemi. Misalnya, kegiatan belajar mengajar yang tidak lagi dilakukan tatap muka. Pemerintah tetap berkewajiban menjamin akses pendidikan bagi generasi penerus bangsa dengan ketersediaan listrik dan akses internet di seluruh daerah.
”Covid-19 membunuh pendidikan. Jika dibiarkan, pemerintah berarti membunuh masa depan generasi muda. Padahal, mereka adalah aset untuk Indonesia lepas landas pada 2045,” kata Emil.
Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Sofian Effendi menambahkan, pangkal dari semua permasalahan negeri adalah ketidakmampuan melaksanakan kebijakan dengan baik. Berbagai kebijakan dengan target positif sudah dirumuskan, tetapi hasilnya belum terlihat karena terkendala implementasi.