Kemitraan Diperkuat, RCEP Ditargetkan Tuntas November 2020
Para menteri ekonomi ASEAN bersepakat untuk tetap membuka diri terhadap perdagangan regional, khususnya untuk arus barang dan jasa yang esensial seperti pangan, serta saling berkolaborasi untuk melawan Covid-19.
Oleh
Agnes Theodora/M Pascalia Judith
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN berkomitmen memperkuat kemitraan untuk mengatasi imbas pandemi Covid-19 terhadap kondisi perekonomian regional dan dunia. ASEAN dan sejumlah negara mitra juga sepakat untuk menandatangani perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP pada November 2020.
Sebagai tuan rumah Pertemuan Para Menteri Bidang Ekonomi ASEAN (AEM) ke-52 pada 22-29 Agustus 2020, Vietnam mengusung 13 prioritas. Prioritas itu didasarkan pada tiga orientasi utama, yaitu mempromosikan konektivitas ekonomi di ASEAN, meningkatkan kemitraan untuk perdamaian dan pembangunan berkelanjutan, serta meningkatkan kapasitas adaptasi dan efektivitas operasional ASEAN.
Di tengah pandemi Covid-19, delegasi Vietnam juga mengusulkan agar ASEAN bekerja sama untuk menjaga rantai pasokan berbasis kluster. Hal ini guna menciptakan kondisi positif atas ketersediaan pangan dan untuk mendukung sumber pasokan bahan baku untuk bisnis atau industri, terutama bagi perusahaan kecil dan menengah. Untuk itu, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bisa dioptimalkan.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis (27/8/2020), mengatakan, tantangan yang dihadapi negara-negara ASEAN semakin berat karena dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian global. Di sisi lain, persaingan dagang antara negara-negara ekonomi utama juga belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, yang berimbas pada iklim perdagangan regional maupun global.
Kendati demikian, negara-negara ASEAN harus memperkuat keberlanjutan rantai pasokan regional, mempertahankan arus barang dan jasa, serta digitalisasi perdagangan untuk bersama menghadapi dampak ekonomi Covid-19.
”ASEAN juga harus bekerja sama dan berkomitmen menjaga kawasan tetap terbuka bagi investasi global, meningkatkan kerja sama intra-ASEAN, dan menghindari penerapan tindakan pembatasan investasi dan perdagangan yang tidak perlu,” ujarnya melalui siaran pers.
Untuk Indonesia, kemitraan dagang dengan ASEAN masih terhitung strategis. Negara anggota ASEAN merupakan mitra dagang utama Indonesia, khususnya sebagai negara tujuan ekspor. Total nilai perdagangan barang Indonesia-ASEAN pada 2019 tercatat senilai 55,72 miliar dollar AS atau turun sebesar 1,22 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
Nilai ekspor Indonesia ke ASEAN pada 2019 sebesar 41,79 miliar dollar AS atau meningkat 6,42 persen dibandingkan tahun 2018. Sementara nilai impor Indonesia dari ASEAN pada 2019 sebesar 13,93 miliar atau turun 3,87 persen dibandingkan 2018.
Sepanjang Januari-Juli 2020, ekspor nonmigas Indonesia ke ASEAN senilai 18,06 miliar dollar AS dan pangsanya berkisar 21,14 persen.
Selain itu, ada pula dua prioritas capaian yang menjadi agenda dalam forum AEM tahun ini. Pertama, finalisasi ASEAN Indeks Integrasi Digital (Digital Integration Index) atau pemetaan atas kesiapan integrasi ekonomi digital antarnegara-negara ASEAN. Kedua, finalisasi atas rencana menghubungkan pusat-pusat inovasi di seluruh negara ASEAN sebagai upaya dukungan terhadap ekosistem usaha rintisan (startup).
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengapresiasi rekomendasi terkait integrasi ekonomi digital dan peningkatan konektivitas logistik antarnegara ASEAN itu. ”Upaya peningkatan fasilitasi perdagangan penting dilakukan untuk mempertahankan kelancaran arus barang untuk memulihkan ekonomi akibat Covid-19,” katanya.
Salah satu usulan Indonesia untuk menjamin kelancaran arus perdagangan ASEAN adalah penanganan hambatan nontarif dan fasilitsai akses perjalanan lintas negara di ASEAN untuk mendorong pemulihan ekonomi di era pandemi.
RCEP
Staf Khusus Wakil Menteri Perdagangan Sioewardi Esiandy mengatakan, di tengah pandemi, forum AEM mendapat tambahan ujian berupa penguatan hubungan dan solidaritas antarnegara anggota ASEAN. Tidak hanya kaitannya dengan kepentingan ekonomi, tetapi penanganan bersama di aspek kesehatan untuk melawan Covid-19, termasuk perihal produksi dan distribusi obat dan vaksin.
Itu menjadi salah satu poin utama yang dicapai dalam agenda finalisasi perundingan perjanjian RCEP, Kamis.
”Percuma membicarakan ekonomi jauh-jauh, tetapi pandeminya belum selesai. Solidaritas ini penting agar tidak ada negara di ASEAN yang terpuruk karena Covid-19. Upaya kemajuan dalam perdagangan juga tetap didorong, khususnya terkait rantai pasok global,” katanya.
Para menteri ekonomi ASEAN bersepakat untuk tetap membuka diri terhadap perdagangan regional, khususnya untuk arus barang dan jasa yang esensial seperti pangan, serta saling berkolaborasi untuk melawan Covid-19. ”Jadi, tidak ada lockdown total, proteksionisme dagang total. Tetap harus berjualan, tetap saling membantu, termasuk sepakat untuk tidak mengambil keuntungan di tengah kesempitan, seperti menaikkan tarif,” kata Sioewardi.
Para menteri ekonomi ASEAN bersepakat untuk tetap membuka diri terhadap perdagangan regional, khususnya untuk arus barang dan jasa yang esensial seperti pangan, serta saling berkolaborasi untuk melawan Covid-19.
Dalam finalisasi perundingan RCEP tersebut, para menteri membahas perkembangan perundingan RCEP dan mengonsolidasikan posisi ASEAN atas sejumlah isu perundingan yang tersisa.
Targetnya, mandat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2019 agar perjanjian RCEP ditandatangani pada November 2020 bisa tercapai. Kamis kemarin, persiapan RCEP dibahas meskipun India tidak terlibat setelah resmi menarik diri pada 2019. India menilai RCEP merugikan industri serta sektor agrikultur India.
India mengalami defisit besar dari hubungan perdagangan dengan negara-negara ASEAN. Kekhawatiran utama India adalah terhadap arus impor barang manufaktur dari China dan produk susu dan turunannya dari Selandia Baru.
Kendati demikian, hasil pembahasan para menteri ekonomi ASEAN menyepakati untuk tetap membuka peluang bagi India. Selain karena telah berpartisipasi dalam rangkaian negosiasi RCEP sejak 2012, India juga dianggap memiliki kontribusi besar terhadap kemajuan ekonomi di kawasan ASEAN.
Harapan pengusaha
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berharap, AEM 2020 membuahkan kerja sama ekonomi yang konkret dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu pendek. Tujuannya ialah untuk meningkat kegiatan ekonomi kita dengan negara-negara anggota ASEAN, baik dalam ekspor maupun investasi.
Pelaku usaha dan industri ingin hambatan perdagangan dan investasi di antara negara anggota ASEAN dapat ditekan. Dampaknya, pelaku usaha dan industri Indonesia pun dapat memperoleh arus modal dan menggenjot ekspor guna menopang perekonomian nasional.
”Selain itu, negara-negara anggota ASEAN perlu bekerja sama dalam mengendalikan pandemi Covid-19 di tingkat regional. Kolaborasi ini dapat meningkatkan kepercayaan pasar dunia terhadap ASEAN,” katanya.
Negara-negara anggota ASEAN perlu bekerja sama dalam mengendalikan pandemi Covid-19 di tingkat regional. Kolaborasi ini dapat meningkatkan kepercayaan pasar dunia terhadap ASEAN.
Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai, pertemuan AEM dapat menjadi momentum perdagangan Indonesia yang trennya sedang bertumbuh di tengah pandemi Covid-19. ASEAN perlu menguatkan posisinya sebagai kawasan ekonomi regional di peta perdagangan dunia.
”Dengan demikian, ASEAN dapat menjadi hub atau kutub perekonomian, selain Amerika Serikat dan China,” katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, nilai ekspor Indonesia pada Juli 2020 mencapai 13,73 miliar dollar Amerika Serikat atau AS. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kinerja pada Mei dan Juni 2020 yang masing-masing sebesar 10,45 miliar dollar AS dan 12,01 miliar dollar AS.
Untuk mengoptimalkan momentum itu, Fithra berpendapat, hambatan nontarif di antara negara anggota ASEAN mesti dikurangi agar arus perdagangan dan tenaga kerja dapat lebih lancar. Penghapusan hambatan tarif saja tak cukup. Hal ini terlihat dari pangsa ekspor Indonesia ke ASEAN belum mencapai 30 persen.