Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan marikultur. Namun, pengembangan marikultur masih belum tergarap. Dari potensi 24 juta hektar perairan, baru 1,23 persen di antaranya yang sudah tergarap.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi perairan Indonesia untuk marikultur atau budidaya organisme laut dalam air laut mencapai 24 juta hektar. Namun, baru 1,23 persen di antaranya yang sudah dimanfaatkan pada 2018. Peluang pengembangannya dinilai sangat besar.
Terkait hal itu, pemerintah berencana mengembangkan beberapa komoditas marikultur prioritas selama kurun 2020-2024, yakni kakap putih, rumput laut, kerapu, bawal bintang, dan lobster.
Menurut Koordinator Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, tak hanya sumber protein, marikultur juga menghasilkan bahan baku farmasi, perhiasan, bioenergi, bahan kertas, serta industri pangan lain. ”Kita punya ruang yang besar untuk ekspansi (marikultur),” katanya dalam Webinar Maritim Internasional Seri 5, Rabu (26/8/2020).
Hingga saat ini, komoditas yang mendominasi usaha marikultur adalah rumput laut. Masih terbuka potensi besar untuk pengembangan komoditas lainnya, seperti budidaya lobster. Pasar lobster terbuka untuk China, Hong Kong, Singapura, Korea Selatan, Jepang, Uni Eropa, dan Timur Tengah.
Menurut Rokhmin, potensi area budidaya lobster di Indonesia mencapai 12,3 juta hektar. Pada 2019, baru 2,25 persen di antaranya yang termanfaatkan. Potensi penangkapan lestari (MSY) benih lobster mencapai 12,5 miliar benih per tahun. Apabila 50 persen dari potensi lestari tangkapan benih lobster itu dibudidayakan, nilai produksi yang dihasilkan dari proses budidaya ditaksir mencapai 30 miliar dollar AS per tahun dan menyerap 9,2 juta tenaga kerja.
Peneliti The Earth Institute Columbia University, Joaquim I Goes, mengemukakan, wilayah geografis Indonesia dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan perairan yang produktif sangat cocok untuk pengembangan usaha marikultur. Akan tetapi, pengembangan marikultur di Indonesia masih dalam tahap sangat awal.
”Marikultur Indonesia masih belum tergali. Masih banyak yang perlu dilakukan dan banyak peluang terbuka dan diharapkan teknologi marikultur bisa dikembangkan,” katanya.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja mengemukakan, masalah utama yang masih menghadang usaha budidaya antara lain problem pakan, manajemen penyakit ikan, manajemen produksi dan bisnis, serta aspek lain, seperti listrik dan infrastruktur air bersih. Di sisi hilir, kendala muncul dalam hal logistik.
Salah satu upaya mengurai masalah logistik adalah melalui pengembangan sistem digital yang mendorong efisiensi untuk rantai pasok. Selain itu, manajemen produksi, pengembangan infrastruktur, sumber daya manusia dan teknologi, pengembangan bisnis, dan akses pasar perlu pembenahan.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin, mengemukakan, potensi perikanan budidaya lebih besar daripada perikanan tangkap. Namun, realitasnya, ekspor perikanan Indonesia masih lebih didominasi perikanan tangkap, yakni 65 persen. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih besar untuk pengembangan budidaya.
Realitasnya, ekspor perikanan Indonesia masih lebih didominasi perikanan tangkap, yakni 65 persen.
”Pengembangan potensi marikultur membutuhkan aksi. Kita butuh aksi dan kurangi terlalu banyak diskusi,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo) Effendy Wong mengemukakan, sulit mengharapkan budidaya lobster akan berkembang jika pemerintah terus membuka keran ekspor benih lobster ke Vietnam. Meskipun pasar lobster saat ini melemah sebagai dampak pandemi Covid-19, Vietnam masih terus menyerap ekspor benih lobster dengan harga benih yang terus ditekan.
”Dengan menjual benih dalam jumlah besar dan harganya semakin murah, sama saja memberikan amunisi ke Vietnam untuk membesarkan usaha budidaya dan menguasai pasar lobster tahun depan,” katanya.
Ia menambahkan, jika pemerintah serius menggarap usaha budidaya lobster, seharusnya ekspor benih lobster dihentikan jika harga jualnya terus turun dan tidak memberikan devisa yang signifikan. Pengembangan budidaya lobster, meski memakan waktu produksi satu tahun, menghasilkan nilai tambah lebih besar.