Bantuan bagi pekerja belum merata. Jika ingin menjaga daya beli, semua kelompok mesti diperhatikan untuk mengoptimalkan daya ungkit terhadap konsumsi rumah tangga.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mesti memberi perhatian yang sama kepada pekerja formal dan informal di Indonesia. Dengan cara itu, kegiatan konsumsi masyarakat dapat kembali aktif di berbagai sektor.
Apalagi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah pekerja informal di Indonesia lebih banyak daripada pekerja formal. Sebanyak 131,03 juta penduduk bekerja di Indonesia per Februari 2020. Dari jumlah tersebut, sekitar 56,5 persen merupakan pekerja informal.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, untuk menggerakkan konsumsi masyarakat, pemerintah perlu lebih memperhatikan sektor informal. Mereka adalah pelaku usaha mikro dan kecil di sektor informal serta karyawan yang bekerja di sektor informal.
”Kalau mau memberi stimulus untuk perekonomian, kelompok informal ini yang harus digerakkan. Kita tidak hanya bicara soal pekerja atau karyawan informal, tetapi juga mereka yang berusaha di skala mikro dan kecil,” kata Faisal.
Bantuan sosial yang merata juga jadi fokus dalam rapat dengar pendapat Komisi IX DPR dengan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Direktur Utama BPJamsostek Agus Susanto, Rabu (26/8/2020).
DPR meminta pemerintah segera mencari solusi bantuan sosial untuk kelompok masyarakat yang belum tersentuh bantuan. Kelompok ini antara lain pekerja bergaji kecil yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek dan pekerja informal.
Bantuan sosial yang lebih merata diyakini akan lebih signifikan mendorong konsumsi masyarakat dan memulihkan kondisi perekonomian.
Pada triwulan II-2020, perekonomian tumbuh minus 5,32 persen secara tahunan. Adapun konsumsi rumah tangga tumbuh minus 5,51 persen.
Pemerintah memberi bantuan atau subsidi gaji bagi pekerja formal yang terdaftar di BPJamsostek dengan gaji bersih di bawah Rp 5 juta per bulan.
Bantuan itu, menurut anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Gerindra, Saleh Daulay, bersifat eksklusif. Ia minta pemerintah memperhatikan keadilan dan kemerataan bantuan.
Ia menyebut kelompok yang juga memerlukan bantuan di antaranya pekerja bergaji rendah tetapi bukan peserta BPJamsostek, pekerja korban pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pekerja informal.
Pekerja informal antara lain orang yang bekerja serabutan, di antaranya sopir angkutan umum dan buruh lepas.
Saleh juga menyinggung bantuan bagi pekerja korban PHK. Kartu Prakerja dinilai tidak menjawab persoalan karena tidak didesain khusus untuk pekerja korban PHK.
”Siapa yang lebih kesulitan, mereka yang masih bekerja atau yang di-PHK? Kenapa yang dikasih bantuan hanya yang masih digaji? Program ini bagus, tetapi jangan sampai mengabaikan yang justru lebih butuh bantuan,” kata Saleh.
Kesimpulan rapat, meminta pemerintah segera mencari solusi bantuan subsidi yang sesuai bagi pekerja informal yang belum mendapat bantuan sosial. DPR juga meminta pemerintah melanjutkan program subsidi kepada pekerja bergaji bersih di bawah Rp 5 juta, dengan memperhatikan pekerja non-anggota BPJamsostek serta pekerja peserta BPJamsostek mandiri atau bukan penerima upah.
Menyeluruh
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah memahami serta menangkap kritik dan kebutuhan bantuan yang merata. Namun, program bantuan sosial tidak bisa dilihat secara terpisah, tetapi mesti menyeluruh.
”Pemerintah juga punya program bansos lain sebelum ini. Subsidi gaji hanya melengkapi program-program yang sudah ada,” kata Ida.
Ida menyebutkan, sudah ada program jaring pengaman sosial lain yang melindungi masyarakat kelompok bawah yang mencari nafkah di sektor informal. Ada pula program Kartu Prakerja yang ditujukan untuk pekerja korban PHK dan dirumahkan akibat pandemi Covid-19.
Ida mengakui masih banyak masyarakat yang belum mendapat bantuan. Akan tetapi, anggaran pemerintah terbatas untuk melindungi semua kalangan. Oleh karena itu, pemerintah harus meyakinkan publik bahwa program-program itu tidak tumpang tindih, tetapi saling melengkapi.
”Apakah program ini mengusik rasa keadilan? Bisa jadi, iya. Akan tetapi, program ini juga menjawab ketidakadilan karena kelompok (pekerja formal bergaji di bawah Rp 5 juta) selama ini tidak berhak mendapat bantuan sosial karena tidak terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial,” katanya.
Ia menambahkan, pemerintah bersedia melengkapi dan memperbaiki kekurangan dari program subsidi gaji saat ini.
Mohammad Faisal menyebutkan, dalam program subsidi upah bagi karyawan di sektor informal, pemerintah tidak bisa hanya bergantung pada data BPJamsostek. Pendataan harus dilakukan terbuka melalui kanal pelaporan sehingga pekerja informal yang tidak terdaftar di BPJamsostek bisa mendaftarkan diri. Cara ini sekaligus untuk memperbaiki data pekerja informal di Indonesia.