Di Tengah Pandemi, Kinerja Bank Syariah Relatif Stabil
Kinerja perbankan syariah pada paruh pertama 2020 tidak semuanya babak belur di tengah hantaman pandemi Covid-19. Tantangan selanjutnya bagi perbankan syariah adalah mempertahankan performa positif tersebut.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja perbankan syariah pada semester I-2020 relatif terjaga karena ditopang keberhasilan bank menghimpun dana pihak ketiga. Aset perbankan syariah tetap tumbuh stabil di tengah pandemi Covid-19, tetapi penyaluran pembiayaan tetap bergantung pada kondisi ekonomi dalam negeri.
Direktur Kepatuhan sekaligus Sekretaris Perusahaan PT Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) Syariah Arief Ismail mengatakan, pada semester I-2020 aset BTPN syariah sebesar Rp 15,27 triliun. Aset tersebut tumbuh sebesar 10 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
”Pada 7 Juli 2020, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) memberikan surat penegasan untuk penetapan BTPN Syariah sebagai bank kelompok BUKU III,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (26/8/2020).
Bank yang masuk pada kelompok BUKU III memiliki modal inti yang berkisar antara Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun.
Menurut Arief, kenaikan aset BTPN Syariah ditopang sejumlah hal. Salah satunya adalah pertumbuhan tahunan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada semester I-2020 hingga 6,53 persen menjadi Rp 9,46 triliun. Meski begitu, laba bersih perusahaan tetap merosot 33,16 persen secara tahunan hingga Rp 407 miliar.
Kenaikan aset PT BTPN Syariah ditopang oleh sejumlah hal, salah satunya adalah pertumbuhan tahunan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada semester I-2020 hingga 6,53 persen menjadi Rp 9,46 triliun.
Sebagai bank dengan segmentasi nasabah prasejahtera produktif, kinerja BTPN Syariah bergantung pada kondisi ekonomi makro. Di tengah pandemi Covid-19, bank melakukan mitigasi dengan baik dan akan menyerap semua risiko yang berpotensi muncul di masa mendatang akibat perlambatan bisnis karena pandemi.
”Bank akan menjaga likuiditas karena modal yang semakin kuat membuat BTPN Syariah memiliki kesempatan yang lebih luas untuk terus mengembangkan jaringan serta produk dan layanannya,” ujar Arief.
Dalam kondisi pelemahan ekonomi, mitigasi risiko BTPN Syariah berjalan baik, terlihat dari penyaluran pembiayaan pada semester I-2020 yang tercatat tumbuh 2,34 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi Rp 8,74 triliun. Sementara rasio pembiayaan bermasalah (non-performing finance/NPF) dapat dijaga pada level 1,8 persen.
Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri (Mandiri Syariah) Toni EB Subari mengemukakan, laba bersih Mandiri Syariah pada semester I-2020 tumbuh 30,53 persen menjadi Rp 719 miliar. DPK menjadi penopang utama pertumbuhan laba tersebut.
”Tumbuhnya DPK hingga 16,52 persen secara tahunan menjadi Rp 101,78 triliun juga mendorong peningkatan aset dan komposisi dana murah. Per akhir Juni 2020, aset Mandiri Syariah mencapai Rp 114,40 triliun, naik 13,26 persen dari Juni 2019 yang sebesar Rp 101,01 triliun,” ujarnya.
Kenaikan laba juga ditopang pendapatan margin dan komisi bunga yang masing-masing tumbuh 9,24 persen dan 13,96 persen secara tahunan. Adapun penyaluran pembiayaan Mandiri Syariah tumbuh 5,8 persen dibandingkan dengan semester I-2019 menjadi Rp 75,61 triliun.
Pada paruh pertama 2020, Mandiri Syariah juga mampu menjaga NPF di level 0,88 persen. ”Perolehan laba dan pembiayaan tersebut akan sangat bergantung dengan perkembangan kondisi makro dan permintaan masyarakat,” kata Toni.
Perolehan laba dan pembiayaan tersebut akan sangat bergantung dengan perkembangan kondisi makro dan permintaan masyarakat.
Sementara itu, PT Bank BRI Syariah Tbk membukukan kenaikan laba bersih sebesar 229,6 persen secara tahunan menjadi Rp 117,2 miliar. Direktur Operasional BRI Syariah Fahmi Subandi mengatakan, capaian ini didukung oleh optimalisasi fungsi intermediasi yang diikuti oleh pengendalian beban biaya dana.
Pada semester I-2020 BRI Syariah telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 37,4 triliun, tumbuh 55,92 persen dibandingkan dengan semester I-2019. Adapun NPF secara net turun menjadi 2,49 persen dari semester I-2019 sebesar 4,51 persen.
Fahmi memperkirakan, sampai dengan akhir tahun ini, laba bersih akan tumbuh di kisaran 150 persen-170 persen dibandingkan dengan capaian 2019 sebesar Rp 74,02 miliar.
Adapun PT Bank BNI Syariah pada triwulan II-2020 mencetak laba sebesar Rp 266,64 miliar total dengan aset sebesar Rp 50,76 triliun. Nilai aset tersebut naik sebesar 19,46 persen secara tahunan. Pertumbuhan aset ini semakin mengokohkan posisi BNI Syariah sebagai bank syariah BUKU III dengan peringkat aset kedua terbesar di Indonesia.
Kenaikan aset tersebut didorong juga pertumbuhan DPK. Hingga triwulan II-2020, DPK Bank Syariah sebesar Rp 43,64 triliun atau naik 20,15 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo mengatakan, pertumbuhan DPK ini didorong pertumbuhan dana murah (CASA) dalam bentuk tabungan dan giro. Dari sisi pembiayaan, BNI Syariah telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 31,33 triliun.
”Segmen konsumer berkontribusi sebesar 51 persen atau senilai Rp 15,87 triliun, kemudian diikuti segmen komersial sebesar Rp 7,59 triliun (24 persen), serta segmen usaha kecil dan menengah Rp 6 triliun (19 persen),” tuturnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah berpendapat, bank syariah ataupun bank konvesional punya peluang yang sama untuk tetap tumbuh di tengah pandemi. Hal utama yang menentukan kemampuan bank dalam meraup laba adalah pertumbuhan dan kualitas aset serta efisiensi yang dilakukan.
”Selama bank bisa menjaga pertumbuhan aset, khususnya DPK dan kredit, serta menjaga NPL secara efisien, bank apa pun bisa menjaga pertumbuhan laba,” ujarnya.