Usaha ultramikro kesulitan berkembang dan naik kelas karena kerap luput dari program bantuan dan pemberdayaan pemerintah. Padahal, potensi mereka mendorong perekonomian sangat besar.
Oleh
Sharon Patricia/Erika Kurnia/Wisnu Wardhana Dany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan dan dukungan total kepada usaha ultramikro perlu menjadi salah satu prioritas pemerintah saat melakukan transformasi dan mereset ulang perekonomian nasional, sebagai upaya membajak momentum krisis. Langkah tersebut dinilai akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan.
”Usaha ultramikro dan informal jumlahnya sangat masif sehingga pemberdayaan terhadap mereka tentu akan signifikan mendorong perekonomian nasional,” kata Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun, Senin (24/8/2020).
Usaha ultramikro merupakan strata paling bawah dalam usaha mikro, kecil, dan, menengah (UMKM) yang dikerjakan oleh hanya satu orang dengan modal minim berkisar Rp 1-Rp 2 juta dan tergolong masyarakat berpendapatan rendah atau miskin. Mereka, antara lain, adalah penjual asongan, pedagang kaki lima, warung kecil, bakul pasar, dan pekerja informal lainnya dengan pemasukan harian.
Berbeda dengan kelompok UMKM lainnya, usaha ultramikro umumnya unbankable atau belum pernah berhubungan dengan lembaga keuangan dan perbankan. Kondisi ini membuat usaha ultramikro kerap luput dari bantuan pemerintah untuk UMKM yang biasanya disalurkan melalui lembaga keuangan dan bank. Akibatnya, selama bertahun-tahun, usaha ultramikro tak pernah bisa berkembang dan sulit melepaskan diri dari kemiskinan.
Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Februari 2020, jumlah pelaku usaha ultramikro dan informal mencapai sekitar 70 juta orang atau 56,5 persen dari total tenaga kerja di Indonesia
Modal kerja
Sekretaris Menteri Koperasi dan UKM Rully Indrawan menyampaikan, pemberdayaan usaha ultramikro sangat diperlukan karena perannya dapat meningkatkan produksi dan daya beli yang sangat diperlukan untuk pemulihan ekonomi nasional.
Karena itulah, pemerintah kemudian menganggarkan hibah berupa dana tunai senilai Rp 2,4 juta per pelaku usaha. Program yang dinamakan Banpres (Bantuan Presiden) Produktif itu akan disalurkan langsung ke rekening penerima untuk tambahan modal kerja. Dalam tahap awal, dana yang dianggarkan sebesar Rp 22 triliun untuk 9,1 juta usaha mikro dan ultramikro.
Tak sekadar bantuan, program Banpres Produktif juga merupakan upaya mendorong usaha ultramikro naik kelas, yakni menjadi bankable sehingga terdata dalam sistem perbankan. Karena disalurkan melalui perbankan, pelaku usaha ultramikro didorong untuk membuka rekening agar bisa mendapatkan Banpres Produktif.
Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin mengatakan, peran UMKM akan lebih kuat apabila para pelaku usahanya telah masuk dalam ekosistem perbankan. Program Banpres Produktif menurut Budi juga menjadi jalan untuk pelaksanaan program prioritas selanjutnya yang saat ini tengah dibahas pemerintah, yaitu Bantuan Kredit Lunak Usaha Mikro.
Dengan menjadi bankable, diharapkan usaha ultramikro bisa lebih banyak terpapar bantuan dan program-program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah. Pelaku usaha ultramikro pun akan terdorong memperbaiki usahanya dari segala aspek, mulai dari pembukuan keuangan hingga daya kualitas produk.
Inisiatif daerah
Ikhtiar memberdayakan usaha ultramikro tak hanya dilakukan pemerintah pusat. Sejumlah pemerintah daerah juga gencar memberikan bantuan, yang tujuannya tidak hanya agar usaha ultramikro bisa bertahan selama pandemi, tetapi juga supaya berkembang dan naik kelas.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, pekan depan pihaknya akan meluncurkan kuliner legendaris di Jalan Bata. Pedagang kaki lima di trotoar Jalan Surya Kencana akan ditarik berjualan di Jalan Bata.
”Kami buat food court atau pusat jajanan. Konsepnya kayaknya food court di Singapura. Untuk lapak-lapak bekerja sama dengan Teh Sosro. Sistem pembayarannya bekerja sama dengan Bank Jabar. Mereka yang sebelumnya pedagang kelas trotoar kami latih untuk naik kelas,” papar Bima.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menuturkan, pihaknya menyalurkan bantuan modal usaha untuk keluarga yang penghasilannya terdampak Covid-19.
Sementara Bupati Batang Wihaji mengatakan, pihaknya meluncurkan aplikasi belanja daring yang diberi nama Dotukura (ayo beli). Ada 1.500 pedagang pasar yang menjadi mitra Dotukura.
Kota Cirebon juga memberikan bantuan sebesar Rp 600.000 per bulan pada April, Mei, dan Juni lalu. ”Sebanyak 1.750 UMKM, termasuk 900 pedagang kaki lima, menerima bantuan,” kata Kepala Bidang Koperasi dan UMKM Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kota Cirebon Saefudin Jufri. (NSA/XTI/IKI/GIO/FAJ)