Kementerian Perindustrian membuka kesempatan bagi pelaku industri kecil dan menengah untuk meningkatkan kapasitas melalui Indonesia Food Innovation 2020. Pelaku industri didorong berinovasi dan memanfaatkan bahan lokal.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perindustrian membuka kesempatan bagi para pelaku industri kecil dan menengah di sektor makanan dan minuman untuk meningkatkan kapasitas industri. Peningkatan dan pendampingan bagi pelaku industri terpilih akan dilakukan melalui program Indonesia Food Innovation 2020.
Program Indonesia Food Innovation (IFI) 2020 yang menyasar pelaku industri muda di bawah usia 35 tahun akan membantu mengakselerasi bisnis para pelaku usaha. Secara khusus mereka yang memiliki inovasi produk serta proses dan berbahan baku utama yang bersumber dari lokal.
Industri pangan menjadi perhatian utama untuk diberdayakan karena memang merupakan industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Kontribusi terhadap perekonomian Indonesia juga lebih tinggi dibandingkan dengan industri nonmigas lain.
Kementerian Perindustrian mencatat, industri makanan dan minuman tumbuh 0,22 persen pada triwulan II-2020. Sektor ini menyumbang 39,51 persen dari nilai produk domestik bruto (PDB) industri nonmigas atau 7,04 persen dari total PDB Nasional. Kontribusi terhadap nilai ekspor pun merupakan yang terbesar, yakni mencapai 13,74 persen.
Dalam struktur unit usaha industri kecil dan menengah (IKM), jumlah sektor makanan dan minuman sebanyak 1,86 juta unit usaha dari total 4,2 juta unit usaha. Dari jumlah tersebut, industri mampu menyerap hingga 4,11 juta tenaga kerja.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Gati Wibawaningsih menyampaikan, kondisi ini menunjukkan industri makanan dan minuman berperan penting dalam pemberdayaan masyarakat dalam masa pandemi pandemi. Untuk itu, program IFI 2020 dihadirkan guna meningkatkan kemampuan pelaku industri.
”Program tahun ini agak sedikit berbeda. IFI 2020 lebih menonjolkan dari sisi inovasi pelaku industri makanan dan minuman dengan menggunakan produk atau bahan baku yang asli dari Indonesia, misalnya umbi-umbian, agar fokus memaksimalkan potensi dalam negeri,” tutur Gati, Selasa (25/8/2020).
Paparan ini dibahas dalam webinar peluncuran IFI 2020 oleh Kemenperin. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, Direktur IKM Pangan, Barang dari Kayu dan Furnitur Sri Yunianti, Ketua Asosiasi Pendidik Kewirausahaan Indonesia Eko Suhartanto, dan Direktur Inkubator Bisnis dan Technopark UPN Surabaya Edi Mulyadi.
Program IFI, disampaikan Gati, bertujuan mendorong dan mencapai IKM modern yang tidak hanya beradaptasi dengan pasar dalam negeri, tetapi juga mampu berdaya saing di pasar global. Dengan berfokus pada anak-anak muda, diharapkan bonus demografi pada 2035 akan membuat Indonesia menjadi negara dengan industri yang maju.
”Kami tidak mau hanya melihat produk impor yang masuk, tetapi kami ingin menggali kemampuan anak muda Indonesia untuk berinovasi dan berkreasi. Program ini akan berkelanjutan terus sampai dunia dipenuhi makanan dan minuman dari Indonesia,” tutur Gati.
Sri Yunianti menyampaikan, dalam program IFI 2020 akan ada 40 pelaku industri kecil dan menengah yang akan mengikuti pelatihan dan pendampingan. Pelatihan tidak hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi bisnis bagaimana meningkatkan kapasitas industri.
”Para peserta terpilih akan mengikuti Food Camp selama satu bulan dari 19 Oktober hingga 25 November 2020. Nantinya, akan ada penjurian kembali dan bagi yang terpilih berhak mendapatkan pelatihan eksklusif pada 2021,” kata Sri.
Pendaftaran untuk IFI dibuka per hari ini hingga 21 September 2020 yang akan melalui tahap seleksi administrasi, kurasi, dan wawancara virtual. Peserta merupakan pelaku industri berusia di bawah 35 tahun serta telah menjalankan usaha minimal 6 bulan dan maksimal 5 tahun.
Secara jangka panjang, kata Sri, para peserta yang tergabung dalam program IFI akan menjadi prioritas dalam memperoleh fasilitas, antara lain pendampingan pengurusan sertifikasi usaha, pendampingan restrukturisasi modal usaha, serta kesempatan mengikuti pameran.
Modal usaha
Eko Suhartanto mengatakan, dalam membangun bisnis tidak cukup hanya mengandalkan modal finansial. Pelaku usaha juga harus memiliki modal pengetahuan terkait bagaimana ekosistem usaha yang dijalankan dan modal sertifikasi agar hasil produksi aman untuk dikonsumsi masyarakat secara luas.
”Ada juga modal personal terkait karakter pemilik usaha, modal sosial atau jejaring, dan modal budaya untuk mengetahui karakter konsumen yang penting untuk dimiliki pelaku usaha. Semua ini sudah kami rancang dalam sebuah kurikulum yang akan diberikan dalam rangkaian program IFI 2020,” kata Eko.
Edi Mulyadi juga menyampaikan, sebelum meningkatkan kapasitas industri, pelaku usaha harus menyusun rencana bisnis. Khususnya, terkait dengan legalitas perusahaan dan izin edar produk harus terpenuhi.
”Kalau izin-izin terkait usaha ini sudah kuat, baru kemudian kita bisa membicarakan bagaimana meningkatkan kapasitas industri. Misalnya, terkait riset dan pengembangan untuk diversifikasi produk dan peningkatan kapasitas produksi,” tutur Edi.