Pandemi Memaksa Pedagang Tanah Abang Banting Harga
Pedagang Pasar Tanah Abang mulai membanting harga untuk sejumlah produk jualannya. Keputusan itu dilakukan lantaran penjualan barang mereka merosot tajam selama pandemi Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dampak pandemi Covid-19 merambat ke berbagai sektor usaha di Indonesia. Aktivitas perdagangan produk tekstil pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah makin terpukul karena sepinya pembeli. Sebagian dari mereka membanting harga demi mengurangi risiko kerugian yang makin besar.
Keputusan itu adalah bagian dari siasat pedagang untuk bertahan di saat pandemi. Tren pedagang yang menurunkan harga produknya semakin banyak di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Umar (37), pedagang di lantai dasar Blok B Pasar Tanah Abang, mengobral sejumlah pakaian kemeja berbahan flanel dan motif floral dari stok yang datang beberapa bulan lalu. Kemeja yang semestinya dijual satuan seharga Rp 95.000 kini dijual semigrosir.
Saat dikunjungi, Selasa (25/8/2020), kemeja motif floral dijual satuan seharga Rp 50.000, tetapi lebih murah lagi kalau membeli hingga lusinan. ”Toko saya sebenarnya enggak jual grosiran, tetapi belakangan jadi ikut saingan dengan pedagang yang lain. Penghasilan saya seminggu kemarin hampir nol, kebetulan tidak ada langganan juga yang sedang pesan,” ujar penghuni Los D nomor 9 Blok B itu.
Umar membandingkan dengan situasi menjelang Ramadhan pada Juni silam, dia masih bisa mendapat pemasukan Rp 1 juta atau Rp 2 juta. Di tengah sepinya pembeli di kios, dia kini menargetkan penjualan habis untuk kemeja pilihan yang dijual secara grosir.
Hal serupa juga dilalui Ella (25), pedagang celana di Blok F Tanah Abang. Bosnya, yang mewanti-wanti situasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, belakangan menjual empat potong celana pendek seharga Rp 100.000. Nominal tersebut lebih murah daripada harga sebelumnya, yakni Rp 40.000 per potong.
”Banyak banget barang sisa dari Ramadhan kemarin yang belum terjual, apalagi Tanah Abang sempat tutup sekitar tiga bulan waktu itu. Bos bilang sekarang pokoknya fokus ke ngehabisin barang saja,” tutur Ella.
Ella diberi tahu bosnya kalau setelah barang obralan habis, toko mungkin akan tutup beberapa bulan. Sebab, bosnya menduga situasi PSBB mungkin akan diperketat lagi karena lonjakan kasus belum mereda.
Djafar (37), pemilik kios pakaian perempuan di lantai dua Blok A Tanah Abang, mengobral sejumlah jenis pakaian untuk penghabisan stok lama. Daster, mukena, dan pakaian atasan dijual grosiran. Daster, misalnya, dijual seharga Rp 100.000 untuk tiga potong.
”Kalau toko saya, cuma sebagian barang saja yang dijual grosir. Kebetulan sekali, penjualan pakaian di toko saya mendapat pesanan dari Sumatera dan Sulawesi. Namun, saya tetap berjaga-jaga dan pantau minat pembeli,” kata pemilik kios di Los B nomor 18-19 itu.
Bertahan hidup
Situasi yang dilalui sejumlah pedagang Tanah Abang kini adalah upaya untuk tetap bertahan hidup. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menyebutkan, banting harga menjadi siasat untuk menjaga angka penjualan tetap tinggi, terutama di saat stok barang membeludak.
Krisis dalam sektor perdagangan UMKM bisa dipahami lantaran masa PSBB turut membuat kunjungan orang ke Tanah Abang berkurang. Dalam kondisi itu, pembelian grosir dari luar Jawa, bahkan luar Indonesia, turut tertahan. Faisal menduga, pedagang sepertinya sulit memulihkan diri dari kondisi PSBB ketat sebelumnya.
”Lingkup Pasar Tanah Abang itu konsumennya bukan cuma Jakarta atau Jawa, banyak pula dari daerah lain. Kalau beberapa pedagang mulai banting harga, berarti mereka sedang berupaya untuk tetap bertahan di tengah kelesuan pasar. Kalau sudah seperti itu, mungkin nantinya akan lebih banyak lagi pedagang yang banting harga,” kata Faisal.
Sebagian pedagang mengaku masih berdagang karena pembelian dari pelanggan setia. Ade (40), pedagang pakaian anak di lantai dasar Blok B Tanah Abang, menuturkan, dirinya hanya mendapat pesanan lima lusin dari pelanggan di Sumatera Barat.
Jumlah itu kontras dengan pesanan sebelum masa PSBB. Sekitar Maret silam, dia masih mendapat pesanan pakaian anak sebanyak 5 bal atau sekitar 250 lusin. ”Sekarang memang cuma bisa ngandalin pesanan dari langganan,” tuturnya.
Terkait itu, Faisal berharap pemerintah bisa hadir bagi pelaku UMKM di masa sulit. Hal tersebut juga karena sektor UMKM berkontribusi besar dalam produk domestik bruto (PDB) nasional, yakni sebesar 61 persen pada 2020.
Pedagang Tanah Abang masih akan menghadapi tanggungan sejumlah biaya operasional, seperti sewa kios dan pembayaran tenaga kerja. Menurut faisal, pemerintah harus siap membantu mereka dengan pilihan stimulus yang tepat. ”Pemerintah perlu hadir untuk memberi stimulus bagi UMKM. Menurut saya, mungkin saja dikeluarkan stimulus berupa bantuan tunai bagi pelaku UMKM tertentu. Tujuannya agar mereka masih bisa menggulirkan kegiatan usaha, tetapi skemanya harus tepat sasaran,” kata Faisal.