Industri Kecil Besutan Anak Muda Ditantang Garap Bahan Lokal
Kementerian Perindustrian menggelar Indonesia Food Innovation untuk pelaku industri kecil menengah makanan-minuman berusia maksimal 35 tahun. Selain pelatihan, peserta berkesempatan mendapat pendampingan usaha.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kelompok generasi muda yang tengah menjalankan industri kecil dan menengah di bidang makanan dan minuman berkesempatan mendapatkan pelatihan, pendampingan, serta perluasan jaringan pasar. Syaratnya, industri kecil dan menengah tersebut mesti mengolah bahan baku yang ada di dalam negeri.
Untuk pertama kalinya, Kementerian Perindustrian menggelar Indonesia Food Innovation. Anak muda pelaku industri kecil dan menengah (IKM) makanan-minuman dengan usia maksimal 35 tahun dapat mengikuti ajang ini.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih, dunia industri tengah beradaptasi terhadap tren pasar yang mengoptimalkan bahan baku lokal sebagai imbas pandemi Covid-19 pada perekonomian.
”Dalam hal ini, kami menyasar anak muda. Anak muda lebih kreatif. Kreasi makanan-minuman tersebut perlu dikawinkan dengan pemanfaatan bahan baku lokal. Misalnya, memproduksi roti yang tepungnya tidak berbahan baku impor,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (25/8/2020).
Dalam membuat produk olahan pangan, Gati menggarisbawahi keberadaan tepung-tepungan lokal yang salah satunya berbahan baku umbi-umbian. Bahan baku lokal juga dapat digali dari komoditas atau hasil pertanian unggulan di daerah masing-masing.
Ajang inovasi ini meliputi dua kategori, yakni IKM pangan penghasil produk antara sebagai bagian dari rantai pasok dan IKM pangan produk olahan jadi yang dapat dikonsumsi langsung. Setiap kategori ini akan menghimpun 20 peserta sehingga total menjadi 40 peserta.
Tak hanya bimbingan teknis, peserta akan mendapatkan pendampingan dan pelatihan rutin secara bulanan. Direktur IKM Pangan, Barang dari Kayu, dan Furniture Kementerian Perindustrian Sri Yunianti menambahkan, peserta juga mendapatkan prioritas terhadap fasilitas yang disediakan, termasuk sertifikasi dan pemasaran.
Tak hanya finansial, Ketua Asosiasi Pendidik Kewirausahaan Indonesia Eko Suhartanto menyebutkan, pebisnis IKM juga membutuhkan modal industrial, sertifikasi industri, sumber daya manusia, jaringan sosial, dan pemahaman terhadap pola perilaku konsumen. Modal-modal ini terangkum dalam kurikulum Indonesia Food Innovation yang dieksekusi selama 2020-2021.
Luaran dari kurikulum ini, lanjut Eko, berupa pelaku IKM pangan yang mampu mengolah barang antara yang diharapkan dapat menjadi substitusi bahan impor maupun menghasilkan produk jadi yang berorientasi ekspor. Pada praktiknya, kurikulum ini akan membuat pelaku IKM memproduksi secara efisien, kontinu, serta terjaga kualitas dan kuantitasnya. Manajemen operasional, sumber daya manusia, citra dan pemasaran, hingga aspek legalitas pun akan diajarkan kepada peserta.
Ajang inovasi IKM pangan ini juga menggandeng inkubator. Menurut Ketua Inkubator Bisnis Technopark Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya Edi Mulyadi, inkubator berperan strategis dalam inovasi IKM lantaran memiliki percontohan permesinan produksi. Hal ini penting bagi pengembangan dan penelitian IKM agar dapat mendiversifikasi produknya.
Selain itu, Edi menambahkan, kehadiran inkubator dapat membantu IKM dalam memenuhi aspek legalitas, seperti izin edar. Inkubator bisnis akan membantu pelaku IKM untuk memenuhi standar perizinan tersebut, dari segi rumah produksi serta teknologi dan mesin yang digunakan.
Pendaftaran untuk mengikuti Indonesia Food Innovation sudah dibuka dan akan ditutup pada 21 September 2020. Anak muda yang hendak mendaftar mesti memiliki IKM yang sudah mengantongi izin usaha serta berjalan minimal selama 6 bulan dan maksimal 5 tahun. Informasi tentang ajang ini dapat dilihat pada laman http://ifi.kemenperin.go.id.
Kementerian Perindustrian mendata terdapat 1,86 juta unit IKM di sektor makanan-minuman yang menyerap 4,11 juta tenaga kerja. Jumlah unit usaha itu setara dengan 43,41 persen dari total unit usaha IKM secara keseluruhan.