Insentif Listrik Tak Boleh Abaikan Keandalan Pasokan
Pemerintah menganggarkan insentif tarif listrik selama pandemi Covid-19 sebesar Rp 15,39 triliun. Pemerintah berharap PLN menjaga mutu dan keandalan pasokan bagi pelanggan yang menerima insentif tersebut.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan pemberian insentif tarif listrik tidak boleh mengabaikan keandalan pasokan. Insentif tarif listrik yang diberikan pemerintah berupa pembebasan tagihan 100 persen, diskon tagihan 50 persen, dan pembebasan biaya abonemen ataupun penghapusan biaya penggunaan rekening minimum.
Anggaran yang dikucurkan pemerintah untuk insentif tarif listrik mencapai Rp 15,39 triliun.
Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi, pemberian insentif tarif listrik tak boleh mengabaikan mutu dan keandalan pasokan listrik kepada pelanggan. Pemerintah meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tetap memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan yang berkategori menerima insentif listrik tersebut.
”Ini adalah penugasan yang diberikan pemerintah kepada PLN agar PLN tetap memberikan pelayanan terbaik. Standar mutu pelayanan untuk insentif listrik harus tetap dijaga,” ujar Agung saat dihubungi, Minggu (23/8/2020).
Sejak April 2020, pemerintah memberikan insentif tarif listrik berupa pembebasan tagihan sebesar 100 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA). Pada periode yang sama, diskon tarif 50 persen diberikan kepada pelanggan rumah tangga 900 VA tidak mampu. Masa berlaku insentif bagi pelanggan dua golongan rumah tangga tersebut hingga Desember 2020.
Pemberian insentif tarif listrik tak boleh mengabaikan mutu dan keandalan pasokan listrik kepada pelanggan.
Selanjutnya, pemerintah juga memberikan insentif pembebasan tagihan rekening listrik bagi pelanggan bisnis kecil 450 VA dan industri kecil 450 VA. Insentif ini berlaku dari Mei 2020 sampai dengan Desember 2020. Jumlah pelanggan dua jenis golongan tersebut sekitar 934.000 pelanggan. Insentif tarif listrik bagi kedua jenis golongan pelanggan ini sebesar Rp 151 miliar.
”Pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan penerapan rekening minimum bagi pelanggan golongan sosial, bisnis, dan industri dengan daya 1.300 VA ke atas dan penghapusan biaya abonemen bagi pelanggan golongan sosial 220 VA-900 VA, bisnis 900 VA, dan industri 900 VA. Jumlah pelanggan untuk insentif jenis ini sebanyak 1,26 juta pelanggan dengan anggaran insentif Rp 3,07 triliun,” papar Agung.
Seluruh pelanggan yang berhak mendapatkan pembebasan tagihan ataupun diskon sudah dimasukkan dalam sistem PLN sejak pemberian insentif tarif listrik gelombang pertama pada April 2020.
”Kami pastikan tepat waktu dan tepat sasaran sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial yang dikeluarkan Kementerian Sosial,” kata Direktur Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN Bob Saril.
Sebelumnya, pelaku usaha di bidang pariwisata dan industri kaca menginginkan stimulus tarif listrik dari pemerintah diperluas. Tarif listrik dianggap sebagai komponen biaya yang besar bagi pelaku usaha di tengah kondisi ekonomi yang lesu akibat pandemi Covid-19.
Menurut Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DI Yogyakarta Herman Tony, pandemi Covid-19 membuat industri jasa pariwisata terpukul keras. Berdasar data Badan Pusat Statistik, tingkat hunian kamar (TPK) pada Juni 2020 dibandingkan dengan Juni 2019 merosot 32,57 persen. Penyebabnya, jumlah kunjungan wisatawan yang anjlok akibat kebijakan pembatasan pergerakan orang di banyak negara, termasuk di Indonesia. Pada triwulan I-2020, kunjungan wisatawan asing merosot 31 persen secara tahunan.
”Omzet bisnis hotel dan restoran turun sedikitnya 30 persen. Beban tagihan listrik masih berat bagi kami dalam situasi seperti ini meskipun penggunaan listrik berkurang. Biaya tagihan listrik memakan porsi hingga 30 persen dari keseluruhan biaya operasi yang kami keluarkan,” tutur Herman.
Herman menambahkan, pihaknya menyambut baik stimulus pemerintah berupa penghapusan biaya penggunaan listrik minimum selama 40 jam yang berlaku selama enam bulan. Namun, PHRI ingin agar PLN tidak memungut biaya bagi pemilik hotel atau restoran yang hendak menurunkan daya listrik. Sebab, penggunaan listrik jauh berkurang selama pandemi Covid-19.
Biaya tagihan listrik memakan porsi hingga 30 persen dari keseluruhan biaya operasi yang kami keluarkan.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus H Gunawan, keringanan lain yang diharapkan sektor industri adalah penghapusan biaya waktu beban puncak (WBP) ataupun pajak penerangan jalan umum dalam komponen pembayaran tagihan rekening listrik. Pihaknya beralasan, industri pengolahan kaca lembaran tidak berhenti beroperasi selama 24 jam sehari dan tujuh hari dalam sepekan. Penggunaan listrik yang terus-menerus tanpa henti adalah kebutuhan operasional mesin pabrik.