Budidaya Lobster Terancam Terhenti
Pembudidaya lobster di Tanah Air berhadapan dengan masalah di hulu dan hulir. Benih bening lobster mahal dan sulit diperoleh, sedangkan harga jual lobster konsumsi anjlok.

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pembudidaya menghentikan sementara produksi lobster akibat benih yang langka dan mahal. Kondisi ini ditengarai akibat ekspor benih bening lobster yang marak.
Pembudidaya lobster di dalam negeri bakal kian sulit melanjutkan usaha mereka.
Kesulitan ini dialami pembudidaya lobster di Kecamatan Keruak dan Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Memasuki musim produksi pada Agustus, sebagian pembudidaya terpaksa menunda rencana menebar benih lobster.
Sapardi, pembudidaya lobster di Desa Paremas, Kecamatan Jerowaru, menuturkan, pembudidaya semakin sulit memperoleh benih lobster. Ekspor benih bening lobster yang semakin marak diduga mengakibatkan pasokan benih untuk keperluan budidaya di dalam negeri tersendat. Sementara harga benih lobster untuk ekspor tidak terjangkau pembudidaya lokal.

Usman (29), salah satu petani, menunjukkan lobster yang ia besarkan di kawasan perairan Teluk Jukung, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Kamis (26/12/2019).
Saat ini harga benih lobster jenis pasir berkisar Rp 7.000-Rp 9.000 per ekor, sedangkan benih lobster jenis mutiara Rp 20.000-Rp 25.000 per ekor. Sebelum diekspor besar-besaran, benih lobster jenis pasir masih bisa dibeli pembudidaya seharga Rp 1.500-Rp 3.000 per ekor, sedangkan benih jenis mutiara Rp 10.000-Rp 15.000 per ekor.
”Saya belum mulai membeli benih (lobster) lagi karena kemahalan dan pasokan benih agak langka untuk budidaya. Jika dipaksa produksi, tentu rugi,” katanya kepada Kompas, akhir pekan lalu.
Hal serupa dialami pembudidaya lobster di Desa Ketapang Raya, Tanjung luar, Desa Pulau Maringkik (Kecamatan Keruak), dan Desa Telong Elong (Kecamatan Jerowaru). Sebagian pembudidaya menunda produksi dan sebagian terpaksa membeli benih lobster dengan harga ekspor.
Ada juga pembudidaya yang bersiasat mencari lobster kecil berukuran 50-150 gram sebagai pengganti benih untuk dibudidayakan. Namun, mereka harus berebut dengan restoran dan rumah makan karena permintaan lobster kecil untuk diolah sebagai masakan semakin banyak.
Kesulitan pembudidaya bertambah dengan harga lobster konsumsi yang anjlok. Harga panen lobster jenis pasir berkisar Rp 180.000-Rp 200.000 per kilogram, jauh di bawah kondisi normal yang berkisar Rp 400.000-Rp 700.000 per kg. Sementara harga lobster mutiara berukuran di atas 500 gram hanya Rp 400.000 per kg dari yang biasanya bisa mencapai Rp 1 juta per kg.
”Pembudidaya terbentur di sana-sini. Banyak (pembudidaya) kesulitan benih, sedangkan harga jual lobster konsumsi hancur. Kalau terus begini, budidaya lobster terpuruk,” kata Sapardi.
Kesulitan pembudidaya bertambah dengan harga lobster konsumsi yang anjlok.
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebanyak 3,18 juta ekor benih lobster diekspor dalam tiga bulan terakhir. Per awal Agustus 2020, sebanyak 42 perusahaan mendapat rekomendasi ekspor.
Baca juga: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Perlu Ditinjau Ulang
Ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 4 Mei 2020. Regulasi ini menggantikan Permen-KP No 56/2016 yang melarang penangkapan dan ekspor benih lobster.
Pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dari wilayah RI mensyaratkan, antara lain, eksportir benih berhasil membudidayakan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat berdasarkan rekomendasi pemerintah. Syarat lain, pelepasliaran lobster sebanyak 2 persen dari hasil panen.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Lombok Timur Amin Abdullah menyatakan, pembudidaya lobster dalam negeri menghadapi dilema karena benih langka dan harganya mahal. Selain itu, harga lobster konsumsi juga anjlok.
Ia mempertanyakan pengawasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan eksportir benih lobster. Sebab, hingga kini hampir tidak ada eksportir benih yang benar-benar menjalankan kemitraan dengan pembudidaya.
”Pemerintah seharusnya mampu mengevaluasi dan menjatuhkan sanksi bagi (pihak) yang melanggar ketentuan ekspor benih,” katanya.
Baca juga: Benih Lobster dari Indonesia Mulai Diekspor ke Vietnam
Mulai Agustus 2020, KKP menerjunkan tim untuk evaluasi dan membina budidaya lobster. Evaluasi akan menjadi program rutin dan berkala setiap tiga bulan untuk memantau implementasi kebijakan Permen 12/2020.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto berjanji akan menelusuri penyebab harga benih lobster mahal dengan meminta keterangan dari eksportir dan nelayan. Jika kelangkaan benih dipicu ekspor, KKP akan membuat surat edaran kepada eksportir agar memprioritaskan benih untuk pembudidaya dengan harga yang wajar.

Negara Tujuan ekspor lobster tahun 2019infografikInfographics of lobster export destination countries
Slamet menambahkan, pihaknya akan membina eksportir yang diduga melanggar komitmen kemitraan. Eksportir akan diberi waktu untuk memperbaiki pola kemitraan dengan pembudidaya. Apabila perusahaan eksportir belum juga memperbaiki pola itu, KKP akan menerbitkan surat teguran. Jika dalam tiga kali pengecekan hingga April 2021 belum ada perbaikan komitmen, izin eksportir benih lobster bisa dihentikan.
”Prosedurnya, kan, begitu, pembinaan dulu. Kalau pembinaan berikan surat teguran satu, dua, dan tiga akan tetapi masih melanggar, setelah itu apa boleh buat, kita cabut izinnya,” kata Slamet.
Jika dalam tiga kali pengecekan hingga April 2021 belum ada perbaikan komitmen, izin eksportir benih lobster bisa dihentikan.